#14 Kilas Balik 3

50.5K 3.1K 40
                                    

Hai! Part ini masih menjelaskan masa lalu Vino dan Ica, ya, juga ngejelasin perasaan benci Vino ke Akmal itu karena apa.

Selamat membaca!

***

Aa...

Vino masih saja tersenyum geli atas panggilan barunya selama di Bandung. Padahal sudah 3 tahun sejak kejadian di warung bi Ais hubungannya dan Ica berjalan. Dan selama 3 tahun pula Ica selalu memanggilnya 'Aa Vino' sedangkan ia memanggilnya 'Rei'.

Sebenarnya Vino sendiri sudah mengamati Ica sebelum akhirnya memberanikan diri menemuinya di warung bi Ais. Selama seminggu hujan lebat tiga tahun yang lalu, ia selalu berteduh di pos satpam. Menghafal gerak-gerik Ica dari mulai keluar gerbang sekolah.

Saat hujan gadis itu berlari sekuat tenaga menuju warung bi Ais dan kepala serta rambutnya ia balut dengan kantong plastik yang sempat ia kira bahwa gadis itu botak. Namun sesampainya Ica di warung itu, ia sangat terkejut mendapati rambut panjangnya terurai dari balik kantong plastik. Demi Tuhan, gadis itu sangat cantik dan mengusik hatinya untuk kali pertama.

Drrt... drrt... drrt....

My Rei's calling

"Halo, Rei. Ada apa, nih, pagi-pagi telfon? Kangen sama Aa?" Godanya.

"A, kamu bisa ke rumah sekarang?" Dari sebrang sana Ica bertanya dengan nada sedih. Tidak biasanya Ica tidak membalas sapaannya. Dan dari nada bicaranya, Ica seperti menyimpan sesuatu.

"Aa Vino?"

"Ha? Oh, iya, bisa. Kamu tunggu Aa, ya, Rei."

Klik.

Vino gusar bukan main. Perasaan tidak enak merayap pada hatinya. Ada apa ini?

***

Sedari tadi yang Ica lakukan hanyalah berjalan mondar-mandir dengan cemas menantikan kedatangan Vino. Ia tahu ini sangatlah mendadak. Namun apa yang harus ia perbuat ketika semalam mimi mulai mengepak barangnya dan mengatakan kepindahan mereka untuk ke Jakarta hari ini?

"Ica, Aa Vino udah dateng belum? Kita berangkat aja sekarang, ya, takutnya nanti macet di tengah jalan." Mimi berkata dari dalam mobil.

"Please, mi, tunggu sebentar lagi. Aa Vino pasti datang, kok." Mohonnya.

"Baiklah. Kalau 5 menit tidak datang, kita berangkat, ya. Kasian uyut udah nunggu, pipi kamu udah gak tenang."

Ica hanya mengangguk pelan. Hatinya terus berkomat-kamit memohon supaya pacarnya itu cepat datang.

Ia terlonjak senang dan kakinya melangkah dengan cepat menghampiri laki-laki tersebut, memeluknya erat setelah Vino turun dari motor dan melepas helmnya.

"Aa!"

"Rei?" Vino mengelus rambut gadis kesayangannya. Matanya terbelalak kaget saat melihat 2 mobil bak yang mengangkut barang-barang keluarga Guntara. "Kamu mau pindah?"

Gadis itu mengangguk dalam pelukannya dan berkali-kali mengucap kata maaf sambil terisak, "Rei baru dikasih tau mimi semalam soal kepindahan ke Jakarta, A, maaf, hiks."

Vino terdiam. Apa yang harus dilakukannya kalau sudah seperti ini?

Masih tetap memeluk pinggang Vino, Ica mendongakkan kepalanya, "Aa kok diem aja, sih? Aa marah, ya? Tadi, kan, hiks, Rei, udah bilang kalau Rei,"

"Ssst.... Jangan berkata seperti itu, Rei."

"Terus kenapa, hiks, Aa diem aja?"

"Aa bingung Rei. Semua ini terjadi secara mendadak. Tapi Aa sama sekali gak marah baik sama kamu maupun keputusan mimi dan pipi."

With You [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang