#16 Maaf

59.6K 3.8K 32
                                    

Happy weekend semua! Semoga Akmal dan Al bisa nemenin weekend kalian hari ini, yaa!^^

***

Mobil Akmal terparkir rapi di dalam garasi. Aliya terlebih dahulu keluar, disusul dengan suaminya yang langsung berjalan sejajar dengan Al sembari menggamit lengan istrinya.

Vino dan Ica yang sedari tadi duduk menunggu mereka segera bangkit berdiri ketika kedua orang itu datang menghampiri.

"Ayo, masuk dulu." Al tersenyum, berusaha mencairkan suasana yang canggung.

Akmal segera membuka pintu rumahnya dan mempersilakan mereka duduk di ruang tamu. Sementara itu Al langsung bergegas ke dapur menyiapkan tiga gelas sirup dingin, untuk suaminya, Vino, dan Ica.

"Diminum dulu, ya." Ujarnya sambil menaruh gelas itu di atas meja. Setelahnya Al memposisikan duduk di sebelah suaminya.

"Sebelumnya, gue mau minta maaf soal gue yang deketin istri lo dan khususnya masalah beberapa tahun lalu." Kata Vino to the point. "Gue deketin istri lo karena gue lihat cerminan Rei di dalamnya. Dan, ya, gue pada akhirnya tau kalau ternyata Al udah jadi milik lo, ya."

Akmal sama sekali belum menanggapi perkataan Vino. Biarlah ia menyelesaikan dulu kalimatnya.

"Gue tau kita saling benci, tapi gue mau ngelurusin satu hal di sini. Gue suka sama Al karena melihat Rei di dalamnya, tapi sekarang Rei udah kembali. Walaupun gue tau Rei kembali sebenarnya juga buat lo pada awalnya. Dan sekarang gue di sini menemani Rei yang ingin mendengar statusnya yang dulu langsung dari mulut lo."

Ica tersenyum menatap Al yang sedari tadi hanya menunduk. "Aku hanya ingin melepaskan suamimu, Al. Jangan takut. Aku hanya ingin mendengar langsung sepeti apa aku di mata Akmal dulu."

Al tersenyum tipis, merasa lega. Apalagi ketika Akmal mulai mengenggam tangannya erat dan menjelaskan semuanya dengan tenang.

"Karena lo gak lebih dari adik gue, sahabatnya sahabat gue—Ican, dan maaf kalau kesannya gue ngasih harapan ke lo, Ca. Ya, lo pasti udah denger sendiri, kan, dari Ican, gue itu gimana?"

Pikiran Ica sekarang terasa ringan, tidak ada lagi beban. Jelaslah semuanya saat ini. Dan sekarang ia hanya perlu membantu Vino meyakinkan pipinya mengenai papa Vino. Sudut hatinya masih tersimpan rapat nama Vino di sana yang sempat pudar walau sedikit dengan nama Akmal.

Ica ingin pipinya bahagia, tapi ia juga ingin bahagia bersama Vino. Hanya itu yang ia inginkan sekarang.

"Gue rasa, ada baiknya kita berteman." Vino menyunggingkan senyumnya dan menjabat tangan Akmal yang langsung menyahut, "why not?"

"Masalah kita udah clear. Gue harap lo bahagia dengan Vino, ya, Ca. Lupain gue yang brengsek ini karena lo ngerasa di php-in ama gue."

"Awalnya gue anggep lo begitu, sih, Mal, tapi sekarang udah enggak, kok." Kata Ica. "Oh, ya, waktu itu gue direkomendasiin sama uncle Bram buat jadi sekretaris lo nanti setelah pak Haris nyerahin jabatannya. Niat awalnya sih, emang nyeleweng, ya, mau deketin lo lagi, tapi gue rasa sekarang udah enggak. Gue bakal tetep kerja sama lo secara professional."

"Kamu mau kerja, Rei?"

"Iyalah, A. Habis kuliah, ya kerja. Kenapa?"

"Sori, Mal, kayaknya kalo lo udah mulai kerja lo harus cari pengganti Rei secepatnya."

Akmal dan Ica menatap Vino bingung. "Kenapa, Vin?"

"Loh, A, kan tadi udah Rei bilang Rei bakal profesional. Lagian, kan, Rei udah ngelepasin Akmal."

With You [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang