Chapter 2

18K 1.4K 44
                                    

Bel berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu tapi aku masih enggan bergerak dari meja baru ku ini. Sebenarnya tadi Elly sudah mengajak ku untuk pergi ke kafetaria untuk makan. Tapi aku menolaknya dengan alasan aku masih takut untuk pergi ke sana untung dengan mudahnya dia percaya dengan apa yang ku katakan.

Aku baru saja ingin berdiri dari tempat duduk, tapi beberapa laki-laki masuk ke dalam kelas dengan berbagai macam ekspresi berbeda di wajah mereka. Dan yang paling menonjol dari mereka adalah yang wajahnya sedingin es dan datar seperti dinding kelas ku.

BRAAKKKK

Dia menutup pintu dengan sangat kecang, bahkan kenop pintu mahal itu sampai lepas dari tempatnya. Dasar penghambur uang orang tua, baru menjadi calon CEO saja kelakuannya sudah begitu bagaimana nanti menjadi CEO bisa-bisa dalam waktu seminggu perusahaan mereka terkena pailit.

Cih dasar BadBoy !

Senyum terbit di wajah ku melihat sikap angkuh mereka. Aku menggelengkan kepala dramatis merutuki sikap yang mereka tunjukkan. Bagaimana kelanjutan masa depan bangsa kalau lelaki seperti mereka menjadi penerus masa depan ? di zaman sekarang ini bukan hanya sekedar tampan dan kekayaan yang di cari, melainkan atitude yang baik. Benarkan ? atau hanya aku yang berpendapat begitu ?

BYUUURRR

Bullying Heh !

Segelas espresso dingin baru saja tumpah di atas meja ku. Bukan-lebih tepatnya di siram dengan SENGAJA di atas meja ku. Sial ! Aku melihat Daniel yang baru saja melakukan itu pada ku. Jangan tanya aku tahu dari mana namanya, itu karena aku dapat mengakses informasi mereka semua sebelum masuk di sekolah ternama ini. Dan tentu saja aku melakukannya secara illegal.

"Dari keluarga mana Lo ?"

Dengan sebaal aku mengangkat wajah ku dan menatapnya tajam. Sesaat kami hanya saling menatap dengan sama tajamnya, jika terlihat mungkin tatapan kami sudah mengalirkan listrik beribu volt dan dapat menyengat orang hingga tewas dengan waktu satu detik.


Pertanyaan yang sangat tidak berbobot menurut ku. Apakah di sini semua orang bersekolah hanya kaarena harta kekayaan dan nama keluarga terkenal ? Jika hanya itu tujuan mereka lebih baik jangan bersekolah melainkan membuat group sosialita.

"Not your bussines. Sir !" Jawab ku cuek.

Perkataan ku membuat semua mata yang berada di kelas ini lagi-lagi tertuju kepada ku. Mereka mendelik tidak suka akau menjawab pertanyaan laki-laki di depan ku ini dengan terkesan menolak untuk menjawabnya.

Dia menyeringai lebar, mungkin bagi sebagian orang itu menakutkan tapi bagiku itu hanya biasa saja. Bahkan banyak orang lebih mengerikan darinya yang hanya bocah ingusan yang hanya mengandalkan nama orang tuanya.

Aku mengangkat bokong ku dan keluar dari kelas ini mengabaikan dia yang hanya menatapku tajam. Untung saja pintu itu masih bisa di buka, jika tidak aku akan memalukan diri ku sendiri karena tidak bisa keluar dari kelas.

Bau espresso keluar dari baju ku, jelas saja cipratan kopi itu sukses mengenai baju bersih ku, dengan bekas berbintik kecoklatan. Aku melangkah kaki ku dengan cepat keluar koridor panjang untuk menemukan toilet.

Setelah membersihkan sisa-sisa minuman manis dan pahit itu aku meneruskan langkah ku menuju kafetaria yang baru saja ku temukan saat akau berkeliling. Waw ! itu komentar pertama ku saat memasuki kafetaria , sangat mewah. Ini jauh 20x lipat di bandingkan kantin sekolah pada umumnya, ini seperti kafe di dalam hotel bintang tujuh.

Tapi aku sedikit kecewa melihat kafe ini sangat sepi bahkan siswa di dalamnya bisa di hitung dengan jari. Itu karena setiap kelas dan lantai mempunyai kafetaria masing-masing dan jalan keluar yang berbeda pula. Jika ingin ke kelas di bawah harus meminta ijin dari petugas yang berjaga dan harus mempunyai kepentingan yang sangat urgent.

Dengan langkah pelan aku berjalan menemui salah satu stan yang menjual berbagai menu makanan. Setelah selesai memesan aku memilih meja di pojok ruangan agar bisa puas memandangi pemandangan indah pegunungan yang berada di balik sekolah ini.

Baru saja aku ingin memakan makanan, handphone ku berdering pelan di dalam saku kemeja. Dengan cepat aku mengambilnya dan melihat pesan masuk yang beberapa detik lalu sampai.

"Bagaimana sekolah mu ?."

Senyum ku terbit seketika aku selesai membaca pesan itu.

"Lumayan. Untuk hari pertama." Balas ku cepat.

Setelah beberapa detik menunggu led handpone ku menyala menandakan pesan baru masuk.

"Kau hutang cerita kepada ku nanti.!"

Cih dasar pemaksa !

Aku tertawa pelan membaca balasannya. Selalu saja begini, seperti dia akan mendengar cerita sejarah peperangan berabad-abad yang lalu. Biasanya aku selalu menceritakan apapun padanya jika ada sesuatu hal menarik terjadi kepada ku ataupun yang berada di sekitar ku kepadanya.

Dia adalah adik satu-satunya yang ku miliki dan paling ku sayang. Jika ada yang mengusiknya aku akan mengambil tindakan apapun itu demi menyelamatkan atau melindunginya walaupun aku harus memberikan nyawa ku sebagai imbalannya aku ikhlas asallan dia baik-baik saja.

Bell berbunyi tepat aku selesai memakan makan siang. Agar tidak terlambat aku segera berjalan menuju kelas yang bertuliskan Fortune I itu. Hanya sekedar info di lantai ini terdapat satu lagi kelas fortune tapi dengan tingkat lebih rendah yaitu Fortune II yang siswa/siswinya adalah anak dari para direktur atau wakil CEO dari perusahaan.

...

Pelajaran Seni ini membuat ku sangat megantuk. Sedangkan pengajar kelas yang ada di depan terus saja mengoceh tentang dasar-dasar untuk bermain musik dan tentang kepintarannya dalam memainkan beberapa alat musik.

Pandangan ku mulai mengabur dengan mata mulai tertutup secara perlahan. Tak lama kepala ku sudahbersender di atas lipatan tangan ku yang berada di atas meja. Sesaat sebelum aku benar-benar terlelap ada sesuatu yang melewati atas kepala ku dengan kencang dan menabrak sesuatu yang berada di belakang ku dan sesuai dengan perkiraan benda yang baru saja melayang itu adalah sebuah penghapus kayu yang mengenai tembok.

Sial ! Di hari pertama ini banyak sekali cobaan yang ku lalui !

"Ms.ANIA. Naik ke atas dan jelaskan apa saja yang ku jelaskan sejak tadi." Ucapnya dengan suara tinggi.

Aku melangkahkan kaki dengan malas. Diiringi dengan tatapan kasihan oleh Elly, dan 99% tatapan permusuhan dari 19 orang di kelas ini termasuk si guru seni itu.

Setelah sampai dengan cuek aku mulai menejelaskan semua apa yang guru itu lakukan sejak tadi, tanpa ada titik dan koma yang terhilang. Semua kata-kata ku sama dengannya tanpa terkecuali. Bahkan kulihat dia terperangah dengan apa yang ku ucapkan. Ya! Ingaatan ku memang sangat baik di bandingan orang biasa yang hanya dapat menyimpan ingatan mereka selama sepuluh detik dan setelah itu lenyap kembali seperti tak berarti.

"CUKUP. Silahkan kembali ke kursi mu Ania dan jangan tidur lagi di pelajaran ku berikutnya." Ucapnya.

Aku hanya melihat guru itu dingin lalu beranjak menuju kursi ku.

"Pssstttttt. Ania."

Aku menatap Elly penasaran. "Apa.?" Bisik ku. Karena tidak ingin ketahuan berisik, bisa-bisa aku di suruh naik untuk menjelaskan ulang.

No. BIG NO !!

"Daniel memperhatikanmu."

.....



Hidden Freedom [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang