Aku duduk sembari menatap layar ponselku yang sedari tadi redup. Belum ada tanda tanda pesan masuk atau telepon masuk.
Sedaru tadi aku gelisah menunggu balasan pesan dari Ariz yang sudah kukirimkan sejak beberapa menit lalu.
Aku mengajaknya untuk bertemu di taman kota dan membicarakan soal tiket Aussie itu. Aku akan berusaha jujur dan menanyakan apa maksudnya hubungan yang berbeda?
Hingga layar ponsel menyala dengan pesan muncul disana.
From : Ariz❤
To : KeisyaKita obrolin di cafe aja ya? Mendung soalnya.
See u❤
Ada sedikit perasaan lega sekaligus cemas. Bagaimana respon Ariz ketika aku berkata bahwa bang Kev tidak mengizinkanku untuk pergi kesana?
Aku hanya tidak ingin mengecewakan Ariz. Apalagi bang Kev. Lalu aku harus bagaimana?
Sejak makan malam beberapa jam lalu, aku belum sama sekali berbicara dengan bang Kev.
Larangannya soal tiket Aussie benar benar membuatnya marah besar hingga tak mau berbicara padaku -sesekali berbicara namun hanya hal penting-.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Tapi aku masih saja terjaga tanpa rasa kantuk sekalipun.
Perasaanku berkecamuk. Pikiranku benar benar berantakan. Aku belum sanggup melihat wajah Ariz yang kecewa karena aku menolak tiket Aussie karena bang Kev tidak mengizinkanku. Aku juga gelisah karena sikap bang Kev yang kini dingin padaku. Meskipun belum berjalan lama. Hal itu membuat perasaanku tak nyaman.
Aku biasa berceloteh panjang lebar dengan bang Kev. Bang Kev pun begitu. Namun rasanya malam ini, kami berdua bungkam dan tak ada obrolan atau canda tawa yang membuat seisi rumah bergetar.
Baru saja aku ingin menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuhku. Pintu tiba tiba terbuka dengan bang Kev yang berdiri dengan wajah pucat dan rambut yang berantakan.
Ada apa? Kenapa bang Kev kelihatan pucat sekali?
Aku menatap bang Kev sebelum akhirnya bang Kev menutup pintu dan berjalan ke arahku seperti zombie.
Wajahnya lesu dan pucat. Tak ada kegembiraan di wajahnya. Hanya ada kekosongan dan kekecewaan yang tercetak jelas disana.
Bang Kev berdiri di hadapanku sebelum akhirnya bersuara. "Biarkan bang Kev tidur disini semalam. Boleh?"
Aku mengangguk dan menggeser tubuhku untuk memberi tempat buat bang Kev.
Bang Kev langsung merebahkan dirinya di kasurku. "Semakin lama kamu makin besar ya Key. Bang Kev ga nyangka. Sepertinya baru kemarin kamu merengek minta dibelikan permen kapas. Tapi sekarang kamu justru menangis karena lelaki. Perubahan yang benar benar tidak mengenakkan."
Aku terkekeh sambil menahan pedih di mataku. Sepertinya air mata sudah menunggu terjun si pelupuk mataku.
"Maaf untuk makan malam tadi. Bang Kev benar benar sedang stress dengan masalah yang ada di kantor. Harusnya bang Kev tidak melampiaskannya padamu. Akibatnya bukan hanya kamu yang terkena lampiasannya. Tetapi Alice juga."
Ow.. Jadi kakakku ini berwajah pucat karena kak Alice yang sedang mogok bicara padanya? Jujur ini bukanlah kali pertama aku melihat bang Kev yang uring uringan. Namun ini pertama kalinya bang Kev meminta untuk tidur di kamarku dan menyesal begitu dalam padaku.
Aku benar benar terharu sekaligus ikut prihatin. Aku hanya takut kak Alice lelah dengan sikap bang Kev yang selalu melampiaskan segala sesuatu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who? (#3)
Teen FictionKisah perjalanan Ariz dan Key bukan sampai situ saja. Seseorang datang dan mengaku sebagai tunangan Ariz. Membuat Key bertanya tanya. Kian lama Ariz juga berubah, ia sering ingkar janji, menghilang tanpa jejak, dsb. Hidupnya pun berubah menjadi tak...