Bukan Ariz yang Dulu

930 68 20
                                        

Peperangan dingin masih berlanjut. Sedari tadi bang Kev belum keluar sama sekali.

Sebenarnya aku tidak tega melakukan hal ini pada abang ku yang satu itu. Tapi apa boleh buat? Untuk melancarkan misi kak Alice, aku rela membuang rasa tak tega itu demi lancarnya misi kami.

Kini aku sudah siap berangkat untuk bertemu Ariz. Tak lupa tiket itu ku bawa untuk ku kembalikan.

Namun sebelum aku melangkah pergi, aku berpamitan agar bang Kev tak terlalu cemas denganku.

"Bang Key ke Cafe depan ya!!"

Teriakanku sama sekali tak dijawabnya. Mungkin bang Kev tengah tidur.

Intinya aku sudah berpamitan. Dan aku pun mulai melangkahkan kaki ku keluar rumah.

Sore ini lumayan mendung, namun tak terlalu gelap. Hanya saja cuaca akhir akhir ini memang sedang memasuki musim penghujan.

Aku mempercepat langkah agar bisa cepat sampai cafe tanpa basah sedikitpun.

Setelah sampai di dalam cafe aku langsung mengedarkan pandanganku ke segala arah mencari Ariz. Hingga mataku menangkap sosok Ariz yang kini tengan melambai ke arahku.

"Hi dukun.." sapaku ketika aku sudah berada di hadapannya.

Ia terkekeh. "Ramalan cuacanya bener kan? Siapa dulu gitu."

Aku ikut tertawa kemudian Ariz memesankan satu coffe latte untukku.

"Thanks" aku menerima cup penuh kehangatan itu. Dan melingkupkan tanganku di sana.

"So, mau ngomongin apa?" Ariz akhirnya bersuara.

Namun ku sempatkan minum coffe ku terlebih dahulu sebelum mengambil tiketnya dan memulai percakapan.

"Maaf soal tiket itu. Bukannya aku nolak pemberian itu, jujur aku seneng tapi bang Kev gak ngijinin aku." aku menyodorkan amplop tiket itu padanya.

Ariz terdiam lumayan lama sebelum ia berdeham. "Thats okay. Aku cuma nawarin kok. Mungkin lain kali."

"Sekali lagi maaf ya.."

Ia mengangguk "ambil aja tiketnya, buat pajangan."

Aku melongo menatapnya ketika dengan mudahnya ia melontarkan kata kata itu. "Hah serius? Kenapa gak coba jual aja? Ini mahal Riz, bisa buat beli hape."

Ia terkekeh dan mengacak rambutku. "Sya sya sayang, itu cuma tiket, bukan rumah. Lagipula udah gabisa di cancel kali. Dari pada ku robek? Mending kamu simpen."

Mendengar kata robek, aku langsung kembali mengambil tiket itu dan memasukannya kembali ke dalam tas. Lebih baik ku simpan dari pada harus ia hancurkan.

Kemudian ponsel Ariz yang tergeletak di meja berdeting menandakan pesan masuk. Ia melirik sesaat sebelum akhirnya raut wajahnya berubah.

Aku menutupi kegelisahan karena rasa penasaran dengan menyeruput latte ku. Ariz tiba tiba menggenggam tanganku yang terbebas dari kegiatan. Karena aku minum menggunakan satu tangan.

Ia menatapku dalam, tatapannya mampu membuatku membeku ditempat. "Kenapa Riz?" tanyaku ragu.

"Aku sayang kamu Sya, maafin aku.." lirihnya sebelum kemudian ia melepas genggamannya dan bersiap.

"Kamu mau kemana?"

"Aku ada urusan. Lattenya udah kubayar kok. Aku duluan ya." ia bangkit dan tak lupa mencium puncak kepalaku sebelum benar benar pergi.

Otak ku kini benar benar dipenuhi beragam pertanyaan. Sebenarnya ada apa dengan Ariz? Kenapa saat tak sengaja melihatnya dengan cewek lain membuatnya sangat berubah?

Who? (#3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang