#02 Journey

36 4 5
                                    

"Tunggu dulu, aku masih ada yang ketinggalan diatas. Aku ambil dulu ya, kamu jangan pulang sendiri."

"Aku buru-buru. Aku pulang sendiri aja. Kamu selesaiin aja dulu urusan kamu, okay?"

"Okay. Gak jadi. Pulang sekarang?"

"Loh? Kenapa? Santai aja kali."

"Angel, gini deh. Sekarang ini aku udah resmi jadi kakak kamu. Dan ini semua udah terjadi, aku gak bisa ngerubah situasi ini. Kita udah sepakat kan kalau semuanya bakalan baik-baik aja? Aku udah berapa kali bilang sama kamu, aku bakalan jagain kamu. Sama kayak dulu. Gak akan ada yang berubah. Kamu masih percaya sama aku kan?"

Aku menggeleng. "Jujur. Aku gak percaya sama kamu. Aku masih gak mau percaya. Dan aku gak akan pernah mau percaya lagi."

Dia menarik pergelangan tanganku hingga punggungku menepel di kaca mobilnya. Nafasku terasa berhenti. Dia memandangiku dan raut wajahnya memancarkan kekecewaan.

Perlahan-lahan, dia membelai rambut panjangku dan tersenyum. Aku membuang arah pandanganku dan menarik tanganku kembali. Cukup. Dia kakakku, bukan pacarku lagi. Mungkin dulu, tapi itu sudah berbeda sekarang.

Dia tersenyum dan mengangguk, "sorry, aku lupa."

Dia melepaskan tangannya dari rambutku dan membukakan pintu untukku. Dia memintaku untuk masuk, sama seperti awal pertama kali kami bertemu dulu.

☀☀☀

#flashback

Umurku 12 tahun saat itu. Aku baru saja memasuki sekolah menengah pertama.

Sejak dulu, aku memang tidak terlalu suka keramaian.  Dan situasi di hari terakhir setelah masa orientasi sekolah itu benar benar membuatku tidak nyaman.

Banyak anak-anak baru yang sudah punya banyak teman dan dengan leluasa berteriak-teriak di lorong.

Banyak juga kakak-kakak panitia MOS yang mulai mengajakku berkenalan.

Benar-benar canggung.

Lalu.. Ketika aku sedang berjalan ke arah luar sekolah,

Tiba-tiba seseorang tersenyum ke arahku dan berjalan mendekat.

"Sendirian?"

Aku mengangguk dan tersenyum.

Dia menatapku dan mengajakku bersalaman.

"Nama gue Vano, udah lama gue merhatiin lu. Dari hari pertama. Gue rasa, lu pasti tau kan siapa gue?"

Pasti dia panitia dari acara sekolah itu.

Aku mengangguk sambil membaca beberapa pesan yang masuk ke handphone-ku.

Dia menghembuskan nafas berat sambil berkali-kali mengecek jam tangannya.

Situasi canggung ini akhirnya berakhir saat supirku menelepon. Ingin ku angkat, tapi tiba-tiba dia mengajakku berbicara lagi.

"Sumpah ya, gue jamin, lu pasti punya bad first impression sama gue. Iya kan?"

Aku menggeleng.

"By the way, lu cute ya. Gue gak ngerti kenapa gue bisa tertarik ngobrol sama lu sekarang ini."

"Maksudnya?"

"Akhirnya.. Bersuara juga.. Udah kita lanjut besok aja.. Gue bisa minta contact lu?"

"Besok ya kak."

Percakapan kami terhenti karena supirku sudah memberhentikan mobil tepat di hadapanku.

"Maksudnya? Kita besok bakal ketemu dan ngobrol-ngobrol lagi nih?"

Astaga aku salah bicara.
Tujuanku sebenarnya ingin menolak permintaannya, tapi kok malah terlihat seperti ajakan untuk bertemu sih?

Aku langsung berjalan menuruni tangga dan naik ke mobil.

Dia melambaikan tangan, dan jujur saja awalnya aku merasa risih dengan keberadaannya.

Namun itu tidak bertahan lama. Lama kelamaan kami semakin lama semakin dekat.

Sejujurnya, hanya dalam waktu 3 minggu sih kami berstatus teman, dia mulai terlihat berubah di hari-hari selanjutnya.

💭💭💭

Di hari selanjutnya dia membawaku ke sebuah tempat asing yang aneh.

Aku masih ingat jelas, dia memakai baju hitam sambil membawa bouquet bunga mawar merah. Dia menggandeng erat tanganku. Dan dia tersenyum. Itu pertama kalinya aku merasakan jatuh cinta.

Awalnya aku kira dia akan membawaku ke kafe di atas gunung atau setidaknya ke mall. Tapi perkiraanku salah.

Dia memandangiku dengan tatapan duka. Kami berjalan ke arah lereng gunung yang dibatasi oleh pagar pengaman.

Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya dan terdiam.

Aku merasakan hal yang aneh. Hal yang sangat menyakiti hatiku. Aku tidak tahu alasannya, tapi melihatnya terdiam membuatku ingin menangis.

Dia menghentikan keheningan itu dengan ucapannya yang membuatku terkejut dan sangat terpukul.

"Ma. Ini orang yang pernah Vano ceritain. Mirip kan sama mama?

Ma.. Vano sayang sama dia. Dulu mama pernah ngelarang Vano pacaran kan? Kalau sekarang dia mau sama Vano, apa mama masih ngelarang? Vano janji gak akan jahat sama Angel ma. Mama pasti kawatir Angel sakit hati sama Vano kan?

Vano bakalan jagain Angel kaya dulu Vano pernah jagain mama. Memang gak lama sih, tapi Vano gak pernah ngebiarin mama pergi kan sebelumnya? Kalau Angel mau sama Vano, mama jangan marah ya.

Jujur ma, setelah mama ninggalin Vano, semuanya berubah. "

Lalu dia meletakan bunga di bawah pagar pengaman itu. Dia memegang pundakku dan mata kami saling tertuju satu sama lain.

Ya. Aku menerimanya. Dan itu bukanlah suatu kesalahan.

Laughing when I'm Breaking Apart ( Manu Rios, You & Cara Delevingne ) #loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang