Happy reading!
Bu Fatma melotot, aku salah apa padanya? tidak ada.
tiba-tiba, tumpukan bubu-buku tebal berada asik di dekapannya. jika perkiraanku benar, wanita yang masih labil di kepala tiga ini ancang-ancang melemparkannya ke mukaku. tapi siapa yang ingin itu terjadi, bukan?
Seringgai muncul di sudut bibirku. tapi kemudian, bruk...
sial! wanita itu benar-benar melakukannya.
*
"Chelleee?"
"Hmmm.." Aku menggeliat tetapi mataku masih tertutup. Sosok Bu Fatma sudah menghilang dari hadapanku.
Hanya mimpi rupanya.
Sesuatu seperti sendok yang semalaman dalam freezer menyentuh kulitku. Sehingga aku terbangun dengan sangat tidak etis.
"HUAA NGAPAIN LO PEGANG PEGANG?" aku baru sadar, tangan Dimas meraih leherku, mukanya dekat dengan mukaku. Mau apa dia?
"Ni anak mulai dah."Dimas menarik tangannya sembari memutar mata. aku dibiarkan di lantai.
Bagaimana aku bisa disini?
"Lo gangguin gue tidur ya?" todongku.
"Yang ada gue yang nolongin lo kali."
"Masa?"
Tidak mungkin.
"Tuh kan, lu telmi."
Aku berfikir sesaat. Apakah aku tertidur di lantai dan dia ingin memindahkanku?
***
Pukul enam tepat ketika kami berniat sarapan, tetapi malah menemukan note dari mami di meja makan.
Mami pagi tadi berangkat ga sempat order makanan, kalian sarapan di luar ya, di tempat biasanya.
Sudah dapat dipastikan kami sekarang dimana. Bukan, bukan di restoran ternama yang dimaksud mami, tapi menyantap burger spicy dan beberapa ayam di pelantaran parkir fast food restoran.
"Enak bet sumpah, kenyang gueee!" Aku merentankan tangan kedepan. "Andai saja setiap hari bisa gini."
"Senyum senyum gajelas amat si lu."
"Bodo mas, yang penting gue kenyang."
"Lu seneng, gue bokek gegara bayarin lo."
"Sejak kapan Dimas Kusuma bisa bokek? hah?" Aku tertawa keras. Yang dikatakannya itu tidak mungkin.
"Sejak ada lo lah, orang duit gue abis ama lo doang,"dia ikut tertawa, sama kuatnya denganku sembari memasukkan bungkus makanan kedalam kreseknya.
"Eh jan boong, lu dikasih Mami aja kan uang buat jajanin gue. jan bilang engga?!" aku membuka satu faktanya. Astaga! Dimas mendengarnya dan makin keras tertawa saja.
"Engga wlee," Dimas menjulurkan lidah sambil tertawa padaku. Setelah berberes, dia mulai mengemudi di menit selanjutnya.
"Dasar kutil lo ." aku meninju pipinya pelan sambil tertawa.
"Bisul diem, gue lagi nyetir. Astaga, jan bikin gue ketawa." walau begitu dia malah menarik pipiku kedepan dengan satu tangannya.
"Anju sianjing ngatain gue bisul," perutku geli tapi aku masih ingin tertawa.
"Diem lu, monyet dasar."
"Iya dah iya."
Obrolan sejak-kapan-Dimas-kusuma- bokek tadi masih terbawa saat kami tiba di sekolah. Dia tiba-tiba tertawa keras setelah memarkir mobil. Aku tidak bisa untuk tidak ikut tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Relation
Teen FictionSMA itu bukan cuma belajar sama main. Ada teman, keluarga, dan cinta yang berkembang lebih besar dari masa sebelumnya. Tapi bagi gue list tadi belum lengkap sama dua hal paling mencolok di hidup gue. Yaitu uang, dan pernikahan. Ini cerita Mi...