Sudah lima jam lamanya Naomi menunggu Veranda didepan rumahnya.
Malam yang semakin dingin menyengat kulit Naomi. Angin malam berhembus menusuk-nusuk kulitnya, tetapi ia tidak peduli. Ia harus segera bertemu dengan Veranda untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting, mungkin lebih tepatnya ia ingin mengetahui apa alasan Veranda menjauhinya. Sebelumnya ia memang tidak tau apa yang membuat Veranda tiba-tiba memutuskan untuk menjauh, disaat ia sudah terbiasa menjalani hari-hari dengan keberadaan Veranda disampingnya. Tentu saja ia merasa sangat kehilangan
"Ve, aku mohon" teriak Naomi untuk kesekian kalinya meski ia harus ikhlas jika pada akhirnya hanya keheningan yang ia dapatkan karena Veranda masih tidak mau keluar dari rumahnya
Naomi terduduk lemas didepan pintu rumah Veranda, memeluk lututnya sendiri yang ditekuk. Sesekali ia menggosokan kedua tangannya untuk sekedar meminimalisir rasa dingin yang menjalar kesekujur tubuhnya.
Tiba-tiba pintu terbuka. Karena terlalu mendadak, tubuh Naomi langsung terjengkang kebelakang, pandangannya langsung mengunci pada Veranda ketika kedip mulai bergerak
"apa yang kau lakukan? Aku sudah mengatakan, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi" ujar Veranda
Segera Naomi bangkit dan berdiri tepat didepan Veranda, ia menggapai tangan kanan Veranda untuk digenggamnya, "kenapa kau berusaha untuk menjauhi ku? Apa aku melakukan kesalahan?"
Veranda menggeleng, menarik tangannya dari genggaman Naomi lalu bersandar diujung pintu memandang jauh kedepan
"aku sudah mengetahui siapa pembunuh kakak ku, jadi untuk apa kita bertemu lagi?" ucap Veranda tanpa mau menatap Naomi.
Naomi menatap Veranda tidak percaya, ia menggigit bibir bawahnya, entah kenapa mendadak dadanya menyesak mendengar ucapan Veranda.
"apa kebersamaan kita hanya sebatas itu?" tanya Naomi lirih
Veranda menatap Naomi serius lalu mengangguk pelan, "ya, apa kau pikir aku mau menganggapmu sebagai temanku?"
Naomi mengerjap beberapa kali mencoba menepis semua rasa sakit dihatinya, ia kembali menggenggam tangan Veranda "jangan berusaha membohongiku"
Untuk kedua kalinya Veranda menepis kasar tangan Naomi, tatapannya sudah sedikit tajam "tidak, Naomi! Mengertilah, aku tidak ingin menemuimu lagi"
Veranda mendelik tajam lalu mundur satu langkah, dengan keras ia membanting pintu tanpa menyadari bahwa sebelum pintu itu ditutup, ada satu tangan yang berusaha menghalanginya
"aaaargh" teriak Naomi merasakan sakit di keempat jarinya
Mata Veranda terbelalak, ia membuka pintu dan langsung menggenggam tangan Naomi
"maaf, aku tidak tau. Maafkan aku" Veranda terlihat panik mengusap lembut tangan Naomi sambil sesekali ditiup untuk meredakan rasa sakit itu. Ia menuntun Naomi untuk duduk dikursi ruang tamunya
Lima menit berlalu, Naomi tidak melepas pandangannya dari Veranda yang masih mengusap lembut tangannya. Ia meringis kesakitan merasakan tiupan Veranda yang sebenarnya membuat rasa perih itu bertambah tapi dengan sekuat tenaga ia harus menahannya, jika tidak ia yakin Veranda akan melepas genggamannya
"menjauhlah dariku, aku mohon" ucap Veranda masih menatap tangan Naomi, menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca.
"beri aku alasan" Naomi menarik tangannya kemudian mengangkat dagu Veranda agar menatap kearahnya, ia bisa melihat mata Veranda berkaca-kaca dan pada saat itu juga ia menyadari bahwa Veranda sedang menyembunyikan sesuatu, "aku butuh penjelasan"