Ada Apa?

979 124 6
                                    

Naomi berdiri memandangi wajahnya sendiri didepan cermin. Sesaat ia termenung, kehidupannya kini berubah drastis semenjak kehadiran Veranda. Diawal Veranda membawa banyak masalah yang harus ia pikul tetapi seiring berjalannya waktu, masalah itu malah mempererat ikatannya. Ia mendesah pelan lalu terduduk dikursi. Semudah inikah kebahagian datang bersama hadirnya Veranda? Lalu akan sesakit apa jika suatu saat nanti Veranda pergi meninggalkannya? Ia menggeleng pelan, berusaha menampik pikirannya buruknya itu.

"Naomi," seru Veranda melingkarkan sepasang tangannya dileher Naomi. Dagunya ia sandarkan dipuncak kepala Naomi. "Masih memikirkan kejadian itu?"

Naomi menggeleng pelan kemudian menggenggam tangan Veranda. "Aku sedang memikirkan sesuatu."

"Apa?"

"Aku hanya takut jika suatu saat nanti kau benar-benar akan pergi."

Dahi Veranda berkerut bingung. Ia melepaskan rangkulannya lalu menarik lembut tangan Naomi untuk berdiri dihadapannya. "Kenapa bisa berpikir seperti itu?"

"Itu ketakutanku." Naomi menghela napas kasar sambil berjalan dan langsung membantingkan tubuhnya diatas kasur. Kedua tangannya ia lipat dibelakang kepala, memandang kelangit-langit kamar. Ada sesuatu yang menderu-deru didalam dadanya. Entah kenapa ia merasakan ada sesuatu yang beda. Apa karena ketakutannya yang berlebihan? Atau kenapa?

Mata Veranda memicing ketika mengingat sesuatu, ia duduk dikasur menatap pada Naomi yang sepertinya masih termenung. "Aku melihat pemuda asing berjaket kulit tadi, hanya sepintas."

"Kapan?" tanya Naomi menatap pada Veranda.

"Di Taman belakang, hanya saja aku tidak begitu jelas melihatnya." Veranda mengangkat kedua bahunya tidak tau, "yang jelas dia pemuda."

Tiba-tiba ponsel Naomi bergetar, segera ia menggerogoh saku celana mengeluarkan ponsel yang langsung ia letakan didepan telinga. "Iya, ada apa?"

"Ryan dibebaskan, kak. Karena tidak terbukti bersalah."

Naomi membeku mendengar suara Aron dari sebrang sana. Memang benar, tidak ada bukti yang memberatkan Ryan sehingga dengan mudah Ryan bisa dibebaskan. Bahkan bukti sebuah gambar yang ia ambil saja tidak cukup kuat, keterangan Ryan yang mengatakan jika ada seseorang yang berusaha menyakiti Aron itu dibenarkan oleh Aron sendiri. Tidak ada alasan untuk menahan Ryan lebih lama lagi.

"Kenapa?" tanya Veranda yang melihat setitik kekosongan hinggap dikedua mata Naomi. "Ada masalah?"

Naomi mematikan panggilannya lalu menatap Veranda serius, "Ryan bebas."

"Apa?!" Veranda membulatkan matanya lebar-lebar tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "Kau serius?"

Naomi mengangguk pelan dan kembali membaringkan tubuhnya diatas kasur. Dalam hitungan detik, ia kembali tenggelam dalam lamunannya. Siapa pelaku pembunuhan itu sebenarnya? Semua bukti tertuju pada Aron, tetapi jika melihat dari kenyataan hidup, mungkinkah seorang adik tega membunuh kakaknya sendiri? Itu terlihat mustahil, bukan? Ia mendesah pelan kemudian meremas wajahnya, bingung dengan semua masalah ini.

"Naomi," panggil Veranda mengusap lembut perut Naomi. Tiba-tiba saja darahnya berdesir hebat, ia mengerjap lalu menarik tangannya kembali dan langsung membuang pandangannya kearah lain. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri, bisa-bisanya tangannya terayun begitu saja tanpa kendali.

"Malam ini aku kerja, kunci semua pintu dan jendela. Aku akan mengirim beberapa penjaga kesini." Naomi mengalihkan pandangannya pada Veranda, "mengerti?"

"I-iya."

Dengan gerakan cepat Naomi menarik tangan Veranda hingga tubuh Veranda terhuyung begitu saja diatas tubuhnya. Untuk beberapa detik ia terpaku menatap wajah cantik Veranda dari jarak yang sedekat ini.

Waktu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang