Pilihan Sulit

1K 112 7
                                    

Mobil Veranda berhenti tepat didepan rumahnya. Ia segera turun lalu terdiam menyadari ada yang aneh, orang asing yang menghubunginya tadi mengatakan bahwa jasad Aron yang disebabkan oleh kecelakaan itu sudah dibawa ke rumahnya. Lalu, kenapa rumahnya tampak sepi?

Naomi yang masih didalam mobil hanya memandangi wajah samping Veranda dengan alis terangkat sebelah, sama-sama menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh. Naomi memutuskan untuk turun dari mobil lalu melangkah mendekati Veranda.

"Kenapa diam?" tanya Naomi menyentuh lembut pundak Veranda, "ayo, masuk."

Veranda mengangguk sedikit ragu seraya melangkahkan kakinya kearah pintu, "Mana orang-orang itu?"

"Orang-orang?" Naomi mengerutkan dahinya, "siapa?"

"Disini." Sebuah suara terdengar dari arah belakang.

Belum sempat Naomi dan Veranda berbalik untuk melihat siapa orang itu, sebuah pukulan keras mendarat dipunggung keduanya hingga mereka terjatuh pingsan.

***

Veranda terperanjat ketika merasakan air dingin menyiram wajahnya dengan kasar. Ia bangkit lalu menghirup napas dalam karena sedikit sesak. Pandangannya menyapu setiap sudut ruang kotor yang terasa sangat asing ini.

"Jessica Veranda Tanumihardja."

Veranda berdiri dan langsung berbalik, ia mundur beberapa langkah mendapati Ryan yang tengah tersenyum miring. Mata Veranda yang sebelumnya menyipit jadi terbelalak ketika melihat Aron di sudut ruangan, kedua tangan dan kakinya dirantai sementara matanya ditutup oleh sebuah kain hitam. Veranda melangkah berniat untuk mendekati Aron namun terhenti saat Ryan menghalangi jalannya dengan menggenggam pistol yang diarahkan kearahnya. Veranda mengurungkan niatnya lalu mundur beberapa langkah menjauhi Ryan.

"Mungkin saat itu aku diam saat kau memukuliku habis-habisan tapi sekarang tidak," Ryan tersenyum miring dan perlahan menurunkan tangannya kebawah, "baiklah, tidak perlu takut seperti itu."

Tangan Veranda mengepal berusaha menahan emosi, nafasnya memburu, rahangnya mengantup keras. Sementara Ryan yang melihat ekspresi Veranda hanya bisa tertawa dengan puas.

"Kenapa?" tanya Ryan disela-sela tawanya, "kau takut?"

"Aku tidak takut apapun." Veranda mengayunkan tangannya yang mengepal kearah Ryan. Namun tak lama, tangannya itu terhenti tepat didepan wajah Ryan saat melihat pistol dalam genggaman tangan Ryan diarahkan pada Aron. Veranda mengerang keras kemudian menghempaskan tangannya kebawah, ia benar-benar tidak bisa melakukan sekarang.

"Lepaskan Aron!" bentak Veranda dengan tatapan tajam, "pengecut!"

Tawa Ryan semakin pecah, "Ternyata sikap angkuhmu itu masih belum menghilang."

"Aku sedang tidak ingin bercanda!" Kepalan tangan Veranda semakin mengeras, "lepaskan dia!"

"Baik, aku akan melepaskan Aron tapi dengan satu syarat."

"Apa?"

Ryan melemparkan pistol itu tepat dibawah kaki Veranda, "Bunuh Naomi dengan pistol ini."

"Apa?!" Veranda membelalakan matanya tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Membunuh Naomi? Mana mungkin? Emosi Veranda benar-benar sudah tidak bisa ditahan lagi, ia memukul keras wajah Ryan hingga tubuhnya terhuyung kesamping.

Ryan tersenyum sinis tampak sangat meremehkan, "Baiklah. Berarti kau harus merelakan adikmu pergi."

Veranda mengembuskan napas kasar lalu terdiam berusaha berpikir. Mana mungkin ia mampu membunuh Naomi menggunakan tangannya sendiri? Itu sama saja dengan membunuh dirinya sendiri. Namun ia juga tidak bisa kehilangan Aron, Aron adalah tanggung jawabnya.

Waktu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang