"Kita baru berlibur satu hari, kenapa kau mengajak ku pulang secepat ini?" tanya Veranda kesal melipat kedua tangannya didepan dada memandangi Naomi yang sedang sibuk membereskan beberapa barangnya.
Naomi mengembuskan napas berat lalu menghentikan aktivitasnya sejenak untuk menatap Veranda, "Ada hal yang lebih penting, Ve. Mengertilah."
"Kita bisa kapan saja menyelesaikan masalah itu," balas Veranda masih sangat kesal
Naomi menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan jalan pikiran Veranda kemudian memilih untuk diam dan melanjutkan kembali aktivitasnya yang sempat terhenti tanpa memperdulikan Veranda yang sudah menaikan tingkat kekesalannya menjadi amarah.
"Kau memang tidak bisa melihatku bahagia meskipun hanya satu hari."
Naomi mengantup matanya sejenak berusaha menahan emosi mendengar ucapan Veranda. Bagaimana mungkin ia tidak mau melihat kebahagiaan Veranda? Saat ini satu-satunya tujuan yang ingin ia gapai hanya kebahagiaan Veranda. Namun seperti biasa, ego Veranda selalu tinggi. Naomi menghela napas kasar lalu mengayunkan langkahnya mendekati Veranda. Sepasang tangannya kini sudah menggapai kedua tangan Veranda untuk digenggam dengan erat.
"Jika ada yang bertanya, apa tujuan hidupku saat ini? Aku akan menjawab bahwa aku hanya ingin membahagiakanmu. Dan jika ada yang bertanya, apa hal yang paling penting dalam hidupku? Jawabannya adalah senyumanmu."
Veranda tertegun menatap kedua bola mata Naomi, ia bisa melihat ada ketulusan yang terpancar dari sana. Veranda menggigit bibir bawahnya dan perlahan menundukan wajah tidak ingin melihat tatapan itu lebih lama lagi.
"Kebahagiaanku bersumber dari kebahagiaanmu. Jika aku tidak ingin melihatmu bahagia, itu artinya aku tidak ingin merasakan kebahagiaan." Naomi mengangkat sedikit dagu Veranda agar menatap kearahnya, "harus berapa kali aku jelaskan? Jangan membuatku emosi dengan mengatakan hal itu."
"Maaf,"
Naomi mengangguk lalu kembali berjalan untuk membereskan semua barangnya dan juga barang Veranda, sementara pemiliknya sedari tadi hanya diam dengan kekesalannya sendiri. Sekilas Naomi melirik kearah Veranda yang diam dengan ekspresi wajah kecewa. Pada akhirnya Naomi mengalah, ia sangat lemah jika melihat raut wajah Veranda yang seperti itu.
"Kita menginap satu hari lagi," ucap Naomi
"Benarkan?" tanya Veranda dengan wajah berbinar bahagia
Naomi menatap Veranda. Kekecewaan yang sebelumnya ia lihat dari wajah Veranda kini menghilang dan berganti menjadi senyuman manis. Naomi mengangguk pelan lalu memberikan seutas senyuman manis pada Veranda.
"Kau baik sekali." Veranda langsung memeluk erat tubuh Naomi yang lebih kecil dari tubuhnya.
"Baiklah, tidak perlu berlebihan seperti ini." Naomi mendelik malas
Veranda melepaskan pelukan Naomi kemudian melingkarkan sepasang tangannya di leher Naomi. Ia memandangi setiap lekuk wajah Naomi, tidak ada cela sedikitpun. Dimatanya, Naomi sangat sempurna. Tak sengaja pandangannya jatuh pada bibir merah jambu milik Naomi. Tanpa sadar ia menggigit bibir bawahnya sendiri menahan desiran aneh yang berpacu dalam dada dan juga aliran darahnya sendiri.
Naomi menaikan sebelah alisnya melihat raut wajah Veranda yang tampak aneh. Senyuman tipis terpatri di sudut bibirnya ketika menyadari apa yang membuat Veranda tiba-tiba bungkam seperti ini. Naomi berdehem pelan kemudian merangkul erat pinggang Veranda.
Veranda sedikit terkesiap dan merasa sangat gugup menatap wajah Naomi yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. "A-aku,"
"Aku apa?" tanya Naomi dengan senyuman menggoda