2 - Mine Alone

33.9K 1.2K 21
                                    

.

Rey menggeram kesal tiap kali ia melihat jam di pergelangan tangan kanannya. Lelaki jangkung itu kadang mendecih dengan alis tertekuk dalam. Kemudian Rey mendesah dan memijit kepalanya yang mulai pening.

Seharusnya hari ini ia bisa pulang lebih cepat dari biasanya. Seharusnya sudah tidak ada lagi berkas-berkas di meja kerjanya. Dan seharusnya ia bisa tidur nyaman di pangkuan kekasihnya. Dan akan ada lebih banyak lagi kata seharusnya jika Rey mau mengatakannya.

"Argh!!" Rey menggeram kesal. Menghempaskan punggung lebarnya pada sandaran kursi empuk kebesarannya. Kemudian menghentikan pergerakan jemarinya dari pekerjaan yang membuatnya semakin gondok.

Inilah kenapa ia selalu berpikir untuk berhenti bekerja di tempat seperti ini. Selalu menghabiskan hampir seluruh waktunya di meja kebanggannya. Yang selalu saja membuatnya merasa risih dan jengkel sendiri ketika waktu bersama dengan kekasihnya semakin terkikis.

Bukan untuk pertama kalinya Rey seperti ini. Hampir beberapa minggu lelaki itu sulit sekali mengontrol emosinya. Selalu mengeluh setiap menyapa Ara lewat sambungan handpone miliknya. Yang akan berdampak mengerikan untuk karyawannya jika rasa kesalnya tak tersalurkan. Dari masalah kecil hingga masalah yang semestinya tidak pernah ada. Lelaki itu tidak menoleri kesalahan walau sekecil apapun. Dan semua itu terjadi jika Rey sulit mengetahui kabar dari kekasihnya. Arata. Entah apa yang dipikirkan olehnya, semakin hari Rey semakin ingin menghabiskan waktu bersama Ara. Yang selalu ingin Ara menempel padanya.

Apa yang terjadi padanya?

Sekalinya Rey jatuh cinta, luar biasa khasiatnya.

Dan semua itu hanya karena satu orang perempuan yang bernama Arata.
.
****
.
****
.
Wanita mungil itu sudah mematikan mesin mobilnya. Memakirkan mobil berwarna hitam itu ditempat yang semestinya.

Pak Rian- satpam di perusahaan bertingakat di -Atmajda Corp- itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya singkat. Seperti memberi salam pada perempuan itu yang balik membalas sapaannya dengan satu senyuman tipis.

"Selamat siang pak," sapa Ara. Menghampiri pak Rian yang sudah berdiri tegap di hadapannya. Dengan senyum terpatri di wajahnya yang bersahaja.

"Siang, mbak Ara."

"Titip mobil seperti biasa ya pak."

"Beres, mbak." sahutnya dengan satu acungan jempol memberi tanda.

Setelah itu Ara melangkahkan kaki jenjangnya ke dalam perusahaan. Matanya melirik ke arah resepsionis sesaat guna memberi satu kilasan senyum tipis.

"Ingin bertemu dengan Pak Rey, mbak Ara?" tanya Indah. Yang ditanggapi Ara dengan satu anggukan.

"Rey ada di ruangannya kan, Ndah?"

"Hari ini Pak Rey nggak ada jadwal keluar mbak. Masih betah dengan sederet pekerjaannya." jelas indah. "Tapi mbak..." kalimat Indah menggntung sejenak sebelum melanjutkannya, "hari ini Pak Rey suka marah-marah nggak jelas." tuturnya setengah berbisik.

Ara menaikkan sebelah alisnya, "marah? Kenapa?" tanya Ara penasaran. Sedikit aneh mendengar penuturan dari Indah barusan.

"Entahlah. Sudah sejak jam sepuluh tadi Pak Rey marah-marah hampir pada seluruh devisi. Dari masalah sepeleh sampai yang luar biasa standartnya." Indah menerangkat dengan pelan.

Mine Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang