7 - Hug

18K 958 46
                                    

Ketika Arata bangun pagi dengan mata sayu dan berwajah lesu, semua orang yang menatap bagaimana tidak semangatnya Arata langsung menerka-nerka, gerangan apa yang sebenarnya terjadi.

Ditambah ketika Rey turun dari anak tangga dengan ekspresi datar. Eksresi yang menyiratkan jika lelaki tampan itu sedikit dalam kondisi yang tidak mengenakan. Terbukti dengan lipatan di keningnya.

Seperti kejadian paling langkah ketika mendapati dua sejoli itu mendadak saling diam. Tanpa ada pelukan atau ciuman selamat pagi yang sering Rey lakukan untuk kekasihnya.

Setelah selesai sarapan, aktifitas keluarga Atmadja bergelung dengan bersantai ria. Entah apa yang sedang mereka lakukan, intinya keluarga Atmadja tidak ingin mengikut sertakan diri untuk mencampuri masalah yang sedang di hadapi Rey dan Arata.

Arata hanya duduk diam di sofa kolam renang. Tidak ikut menyertakan diri untuk bergabung dengan mereka yang nampak berbicang mengenai suatu hal. Arata masih mencerna kalimat menyebalkan yang keluar dari mulut kekasihnya sendiri. Perempuan berpawakan mungil itu menatap langit biru dengan pandangan sayu dan sarat akan kesedihan. Apapun yang tengah dipikirkan oleh Arata, perempuan itu sangat yakin jika hatinya sekarang ini seperti di cabik-cabik.

Mencoba mengabaikan dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa, namun pada kenyataannya hatinya tergerak untuk tidak bisa begitu saja melenyapkan kalimat itu dari pikirannya.

Seperti arus, yang sengaja menerjang ulu hatinya. Rasanya sangat luar biasa. Sakit!!

Arata menggeleng gelengkan kepalanya. Mencoba mengenyahkan pemikiran negatif yang hinggap di otak pintarnya, namun sekali lagi momok menyebalkan itu hadir tanpa ia undang.

Menyebalkan!!

Tanpa terasa buliran air mata itu jatuh dari pelupuk matanya. Kristal bening itu tumpah tanpa bisa ia tahan. Hatinya sakit, seperti di tusuk pisau berkali-kali. Bagaimanapun, Arata masih tidak rela jika Rey melakukan sesuatu seperti itu pada wanita lain. Terlebih lagi jika ia melakukannya di saat ia sudah memulai sebuah hubungan. Hatinya merasa tersakiti dan dirinya terasa terkhianati.

"Sayang,"

Suara bernada pelan sarat kasih sayang itu mengalun di pendengarannya. Hingga rangkulan hangat itu menyelimuti bahunya, membuat Arata harus menarik napas dalam-dalam ketika indranya mencium harum khas milik seseorang tanpa harus ia menoleh.

"Maaf,"

Arata tak menyahuti kalimat itu. Ia menundukkan kepalanya dan menolak untuk menatap wajah kekasihnya.

Rey menarik napas dalam-dalam, mencoba memahami perasaan Arata yang sampai saat ini belum bisa di katakan baik.

"Sayang," panggilnya sekali lagi.

Arata masih tetap pada posisinya. Enggan bertatap muka dengan Rey meski lelaki itu sudah berulang kali memanggil namanya. Dan hasilnya tetap sama. Nihil!!

"Aku minta maaf, oke!!" seru Rey. Mencoba meruntuhkan kekeras kepalaan kekasihnya tersebut. "Kejadiannya sudah lama berlalu. Dan sama sekali tidak bisa di kendalikan. Wanita itu yang tiba-tiba menerjangku," aku Rey sambil memeluk tubuh Arata dari belakang. Menyadarkan dagu lancipnya di bahu Arata sambil menghirup aroma kegemarannya.

"Sayang... Semuanya telah berlalu. Dan itu tidak seperti yang kau pikirkan. Lagipula, wanita itu sudah tidak bekerja di perusahaan."

Rey mempersempit jarak antara ia dengan Arata. Tak memperdulikan bagaimana bentuk reaksi yang sekarang kekasihnya itu tunjukkan. Tanpa komando dan persetujuan dari sang empu, Rey langsung mengangkat tubuh mungil itu dalam pangkuannya. Memeluk tubuh itu dalam rangkulan miliknya. Mengusap punggung mungil Arata yang bergetar dengan suara tangis yang tertahan.

Mine Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang