Besok adalah hari dimana olimpiade itu akan berlangsung. Yasha maupun Mecca juga telah menyiapkan diri mereka masing-masing.
Namun,pada hari ini tak sama seperti biasanya. Tiba-tiba saja Pak Vandy selaku kepala sekolah memanggil Mecca ke ruangannya. Entah apa yang akan terjadi,namun dengan langkah pasti Mecca berjalan menuju ruangan sang kepala sekolah yang tak jauh dari kelasnya.
Sesampainya ia di depan pintu,Mecca mengetuknya pelan sembari melangkah memasuki ruangan tersebut. Laki-laki paruh baya yang berada di dalam ruangan itupun,seketika mengalihkan pandangannya ke Mecca dari tumpukan beberapa berkas di mejanya.
"Hey? Nona sudah datang,silahkan duduk!"
Mecca pun berjalan menuju salah satu kursi yang tepat berada di depan pak Vandy. Ia lalu mendongak,menatap mata sang kepala sekolah yang juga sedang menatapnya tajam.
"Ada apa anda memanggil saya kemari?"
Pak Vandy tersenyum licik sebelum ia berdiri dari kursinya. "Tenang nona Meccanila! Karena sebenarnya tujuan saya memanggil anda kemari,saya ingin menanyakan sesuatu dengan anda!" Jawabnya formal.
"Menanyakan sesuatu? Sesuatu apa? Cepat katakan! Jangan terlalu bertele-tele,saya gak punya banyak waktu disini."
"Owhh..ternyata anda sangat sibuk yah?"
"Tolong jangan berbasa-basi tuan!"
"Oke oke,tenang nona!"
Gebrak!
Seketika Mecca terkejut saat pak Vandy menggebrak mejanya dengan keras. Ia lalu menatap laki-laki paruh baya itu dengan tatapan tajamnya. Tak mengerti dengan apa yang dilakukan olehnya.
"Apa yang kamu katakan kepada mamamu selama ini jika kau pulang pada malam hari? Apakah kau menjawab semua pertanyaannya dengan jawaban yang sama? Iya??"
Tiba-tiba Mecca merasa bingung dengan apa yang dikatakan oleh pria yang berada di depannya itu. Tak menyangka bahwa lelaki itu akan menanyakan perihal yang menurutnya tak penting untuk lelaki itu.
"Apa maksud anda?"
"Hey nona! Jangan menunjukkan ekspresi seperti itu! Itu terlihat seakan-akan bahwa kau ini tak mengerti apa-apa,padahalkan kau tahu banyak hal!"
"Aku tau,setiap kau pulang malam,dan mamamu bertanya kau darimana. Kau selalu menjawab,kalau kau ini pulang malam diakibatkan oleh aku. Karena aku yang menyuruhmu untuk ikut di olimpiade besok? Iyakan?"
"Hehh!" Lenguh Mecca dengan senyum liciknya.
"Oh jadi itu maksud anda! Yah,saya memang menjawab seperti itu! Karena,faktanya memang benar seperti itu bukan?"
"Tapi kau seperti sangat menyalahkan PAPA,BODOH!" Teriak pak Vandy yang membuat Mecca seketika terdiam.
Ia lalu mengalihkan pandangannya dari pria yang mengaku sebagai ayahnya tersebut.
"Apa? Papa? Apakah anda bisa mengulang ucapan anda sekali lagi?"
"Bahkan saya nggak pernah merasa memiliki PAPA! Karena seorang papa yang memang menyanyangi anaknya,gak akan pernah meneriaki anaknya sendiri dengan kata BODOH!"
"AKU UDAH GAK PUNYA PAPA! KARENA MENURUT AKU,PAPA AKU UDAH MATII!!!"
Plak!
Akhirnya pak Vandy yang ternyata adalah ayah dari Mecca pun,sudah tak dapat lagi menahan emosinya. Namun tak bisa ia pungkiri,setelah tangannya menempel dengan keras dipipi anak tunggalnya tersebut,ia seketika dilanda rasa bersalah.
Rasa panas dan nyeri langsung menjalar dipipi kiri Mecca. Padahal bekas merah dipergelangan tangannya belum sepenuhnya hilang,tetapi sekarang bekas merah itu bertambah dipipinya.
"Anda puas?" Tanya Mecca sembari memegang bekas tamparan papanya.
"ANDA PUAS TUAN EFVANDY?" Tanyanya sekali lagi dengan intonsai yang lebih tinggi
"Apakah anda dapat dikatakan sebagai seorang papa?"
"Jika memang bisa. Aku lebih memilih untuk gak pernah punya PAPA!!"
"KARENA AKU BENCI PAPA!" Teriak Mecca sembari memukul papanya cukup keras sebelum ia beranjak dari tempat tersebut dengan air mata yang mengalir deras dipipinya.
Baru saja Mecca membuka pintu untuk segera keluar dari ruangan tersebut,ia harus dikejutkan oleh Yasha yang ternyata mendengar semuanya sedari tadi.
Yasha menatap Mecca dengan tatapan sendunya. Wanita itu benar-benar terlihat hancur sekarang. Belum berakhir keterkejutannya itu,Mecca harus kembali menambah rasa terkejutnya ketika Yasha dengan cepat membawanya kepelukan Yasha.
Yasha memeluknya erat. Mendekapnya kuat dengan kehangatan yang seketika membuat Mecca sedikit merasa tenang dari sebelumnya. Mereka sangat terlihat sangat berdamai pada pelukan itu walaupun Mecca tak membalas pelukan Yasha.
"Menangis Mec! Keluarin semua air mata lo! Gue siap jadi pundak lo,gue siap jadi pelindung lo!"
"Gue udah janji sama lo,kalau gue akan selalu ada disamping lo! Menangis Mec,menangis sepuasnya sampai lo benar-benar puas!" Ucap Yasha sembari mencium pucuk kepala Mecca,menghirup aroma menenangkan dari rambut Mecca.
'Aku..sayang kamu Mecca!'
***
"Hey buru-buru amat sih neng!"
"Apaan sih? Gue nggak ada waktu buat main-main lagi! Gue udah harus sampe dirumah sebelum jam 6." Jawabnya pelan.
"Yah udah,buruan naik!"
Mecca seketika menghentikan langkahnya. Berjalan menuju halte ternyata tak mudah,ia harus bisa menghadapi seorang lelaki yang tak henti-hentinya menggodanya.
"Nggak!"
"Loh kok gak mau sih Mec? Liat nih,bentar lagi udah jam 6!"
"Nggak!"
"Buruan naik! Biar gue anter!"
"Nggak! Ish ngotot banget sih!" Ucap Mecca dengan tampang kesalnya.
"Gue lagi baik nih! Langit tuh lagi mendung,kayaknya hujan bakal turun deh."
Mecca menengadah,melihat langit yang memang tampak lebih gelap dari biasanya. Bahkan angin berhembus lebih kencang,sepertinya hujan benar-benar akan mengguyur bumi lagi hari ini.
"Gimana?"
"Nggak!" Tolaknya lagi sembari kembali melanjutkan langkahnya.
"Ini tuh dah sore banget loh Mec! Palingan kalau lo nunggu angkutan umum gak bakal ada yang nyantol,apalagi mereka tau bentar lagi bakalan hujan."
"Diem deh Yash!"
"Yah udah kalo gak mau! Gue duluan yah? Bye!!" Ucap Yasha sembari menjalankan motornya,menjauhi tempat dimana Mecca berdiri dengan bola mata yang mengintil gerak jalan motor Yasha.
Angin semakin berhembus kencang. Menerbangkan beberapa helaian rambut Mecca yang tak terkuncir. Ia bahkan tak bisa mengungkiri bahwa tubuhnya sedikit menggigil karena merasa kedinginan.
Ia lalu memeluk tubuhnya sendiri. Berharap bahwa akan ada satu angkutan umum yang berhenti didepannya. Seketika ia mengingat kejadian tadi,kejadian dimana Yasha memeluknya dengan erat.
Mengingat kejadian dimana Yasha mengetahui semuanya,yah..walaupun belum benar-benar semuanya. Dan sekarang ia semakin yakin,bahwa ia memang seharusnya menceritakan semuanya kepada Yasha.
Mecca mengalihkan pandangannya ke arah sebuah arloji yang berada di pergelangan tangannya. Ternyata hanya ada sekitar 30 menit sebelum jarum jam menunjukkan pukul 6.
Mecca semakin gelisah,apalagi langit benar-benar sangat mendung. Akhirnya ia memilih untuk memakai earphone di kedua telinganya. Memasang sebuah lagu yang bisa membuat hatinya sedikit lebih tenang.
Bahkan saking gelisahnya,ia tak menyangka bahwa sedari tadi ada sepasang bola mata yang sedang memperhatikannya dari jauh. Yah,dia adalah seseorang yang pastinya telah berjanji kepada dirinya sendiri,bahwa ia akan menjaga wanita itu apapun keadaannya.
--------------------------------------------------------------------
Sumpah ini part tergaje_-
Maafkan saya kalau ada typo,lagi malas ngedit