Kepingan Dua Dua

59.6K 2.2K 14
                                    

sepersekian detik, semuanya menjadi gelap.

***

Deva mondar mandir didepan ruang operasi.

Flashback On

Deva sedang bergeming di ruangannya. Sesaat yang lalu dia berusaha mengejar Sydney, tapi Sydney sudah berlalu beberapa menit sebelumnya.

Deva membiarkan Sydney pergi karena dia tau, Sydney pasti kekantor diantar sopir.

Dia mengambil ponsel di sakunya, mencari nama Tommy.

Tommy, cari istriku sekarang juga. Laporkan segera padaku bagaimanapun keadaanny.

Sesaat yang lalu dia menyeret paksa Clara keluar ruangannya. Clara menangis nekat tidak mau keluar dari ruangannya, tapi akhirnya berhasil keluar dengan bantuan Tommy dan dua orang satpam.

Hampir satu jam berlalu, telepon Deva berbunyi membuyarkan lamunan Deva. Dari tadi Deva grusa grusu di ruangannya.

Tuan maafkan saya, istri anda sedang di UGD dirumahsakit Dr. Levine

secepat kilat, Deva keluar ruangannya memasuki lift dan menginjak pedal gas dengan secepat mungkin

Flashback Off

"Bisa kamu jelaskan Lex, apa yang kamu perbuat pada adikku?" ucapan Vano tajam. memaksa Deva berhenti dari aktivitasnya mondar mandir.

"Ayolah Van, tahan emosimu. Bukan kemauan Kak Alex kalau Lyn disituasi seperti ini sekarang." ucap Aurora menenangkan Vano. Setelahnya Vano berjalan ke deretan kursi yang ada di depan ruang operasi diikuti Aurora.

"Maafkan aku Van. Aku tidak berhasil menjaga Sydney." Deva sedikit bergumam.

Dr. Levine dan beberapa dokter lain keluar dari ruang operasi.

"Bagaimana keadaan istri saya Dok?" tanya Deva membabi buta. Vano tidak berpindah dari tempatnya, masih duduk.

"Kiretnya berhasil. Sekarang dia sedang istirahat. Nona Sydney segera dipindahkan ke ruang inap. Silahkan temui dia. Cukup dua orang, dia butuh beristirahat. Saya turut prihatin Lex. Saya permisi dulu." jawab Dokter Levine.

Sdyney keguguran, perut nya terhimpit antara jok dan setang kemudi. Dia terpaksa di kiret.

Sepeninggal Dokter Levine, Cassandra dan Mami Rose datang dengan sedikit berlari ke arah Deva berdiri.

"Maafkan putra saya nak Vano. Saya tidak bisa memaafkan putra saya kalau Lyn sampai depresi." ucap Rose setengah memohon pada Vano.

"Tidak apa tante, pasti Vano akan mengerti." jawab Aurora. Vano hanya diam mendengar perkataaan Rose.

***

Sydney sudah dipindahkan ke ruang rawat inap kelas satu.

Vano masuk kamar menyusul Deva.

Sydney mengedipkan matanya. Memandang keadaan sekitar, serba putih. Dia mencoba menggerakkan tangannya, Deva menggengam tangan Sydney lembut tapi erat. Deva duduk disisi sebelah kiri ranjang. Vano berdiri disisi kanan ranjang.

"Kalian" hanya kata itu yang keluar dari mulut indah sydney.

"Wifey, are you oke?  Maafkan aku." kata Deva, ada banyak nada penyesalan disana.

"Maafkan aku kak,  membuatmu khawatir." kata Sydney kepada Vano. Sydney tidak menghiraukan perkataan Deva.

"It's ok dear.  Lain kali kalau ada masalah sekecil apapun, kabari aku secepatnya." jawab Vano sambil mengelus puncak kepala Sydney.

"Iya kak, aku berjanji." ucap Sydney mencoba tersenyum.

"Aku keluar dulu, kalian butuh bicara berdua. Selesaikan kesalahpahaman ini." ucap Vano kemudian keluar dari dalam kamar.

Syndey tidak memandang Deva. Dia masih menoleh ke arah lain, berlawanan dengan posisi Deva.

Sydney memegangi perutnya, perutnya datar. Seketika itu air mata mengalir dari mata sipit Sydney. 'Dimana alexander junior?'  tanyanya dalam hati.

Deva yang mengetahui istrinya bertanya-tanya, meremas tangan Sydney seketika.

"Maafkan aku, aku tidak bisa menjaga anak kita dan kamu wifey. Aku sungguh menyesal. Aku akan melakukan apapun supaya kamu memaafkanku." ucap Deva pelan.

Tidak ada jawaban dari Sydney. Sydney masih bergeming.

"Aku sudah mengusir Clara dari kantorku. Aku pastikan dia tidak akan kembali ke kehidupan kita lagi wifey. Aku janji." ucap Deva lagi. Kini mata Deva sudah mengeluarkan bulir air mata.

"Bukan salahmu Dev. Ini salahku yang membunuh Alexander junior. Maafkan aku dan tolong jangan membenciku." kata Sydney rapuh.

Deva kaget mendengar ucapan Sydney. Bagaimana mungkin Sydney bisa berfikir kalau dia yang membunuh calon mereka.

Deva mendekatkan wajahnya ke wajah Sydney yang masih tertidur di ranjang pasien. Sydney masih menangis, hanya tangis skala kecil tapi bisa dipastikan tangis itu dalam artinya.

Deva mencium lembut istrinya, Sydney membalas ciuman tersebut. Sydney membuka mulutnya menyilahkan Deva masuk, Mengabsen gigi Sydney. Mereka berdua sama-sama menikmatinya dan melepaskan segala rasa mereka disitu.

Deva berhenti seketika. Membuat Sydney sedikit kecewa.

"Maafkan aku wifey, aku takut tidak bisa mengontrolnya." ucap Deva memandangi sydney dengan jarak yang amat sangat dekat. Bahkan Sydney bisa merasakan hembusan nafas Deva.

"Maka jangan berhenti Dev.." jawab Sydney sambil mengangkat tangan kanannya yang tidak diinfus untuk membelai wajah suaminya.

"Maafkan aku membuatmu sakit hati. Aku tidak akan melakukan apapun lagi yang membuatmu sakit hati." ucap Deva lagi bukan malah kembali mencium Sydney.

"Dan aku tidak akan membiarkan milikku di ambil oleh orang lain." jawabnya sambil tersenyum.

------

sorry ya kalo nggak bergreget
lagi nggak mood

Jangan lupa votemennya ya kak

komen dong komen apapun sy terima kok

23 okto 2031

✅️ 1. VOLUM I: About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang