Bab 4

54 6 3
                                    

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan api kepada kayu yang menjadikannya abu.

Aku ingin
Sapardi Djoko Damono.



Semenjak malam itu, semua akan baik-baik saja.
Semenjak genggaman itu, semua luka akan sembuh.
Semenjak pelukan itu, tak akan ada lagi Kinan si pemurung.

Meski belum terikat apapun, dua anak manusia ini mengerti untuk apa mereka dipertemukan. Mereka tak suka berkomitmen. Sia-sia, katanya.
Semua akan baik-baik saja..
Semua akan baik-baik saja..
Semua akan baik-baik saja..
.
.
.
.
.
.
.
.

Kinan Point of View

"Saya jemput mau?"

Semakin hari semakin indah saja. Raksasa satu itu menjelma menjadi sosok pelindung yang manis sekali. Raksasa satu itu yang membuat semua luka ku sembuh. Membuat semua masalah terasa ringan.

Kutinggalkan semuanya. Untuk sesuatu yang mungkin akan lebih baik jika aku bersamanya. Komitmen tidak terlalu penting memang. Tapi itu perlu.

"Tidak perlu, mas Bait kan harus selesaikan masalah kedai. Kinan bisa pulang sendiri kok, atau nanti bisa minta jemput mas Bilal." ucapku sedikit mengulum senyuman.

"Tapi ada yang mau saya bicarakan, Kinan." ucapnya.

"Ya sudah, jam tiga ya."

"Nanti kamu tunggu di bawah pohon saja ya, biar gak kepanasan." ucapnya.

"Berlebihan. Udah sana, Kinan mau masuk" ucapku sedikit memberi tinju di lengan nya.

Tadi pagi-pagi sekali dia memang sudah me-markir kan vespa nya itu diteras depan, padahal tak ada janji apapun sebelum nya. Dan nanti jam tiga aku juga akan kembali bertemu nya. Yaampun! Aku tak sanggup menahan jantung yang rasanya ingin lepas kalau lagi sama dia.

Jam sekolah terasa cepat sekali, padahal baru pagi tadi rasanya aku bertemu mas Bait. Dan sekarang aku akan bertemu dia lagi. Binta yang sedari tadi tidak habis-habisnya mencercaku dengan ratusan pertanyaan sudah kudiamkan sejak jam istirahat.

"Gimana semalam?"

"Kemana memangnya?"

"Dia gak macam-macam kan?"

"Dia orangnya baik kan?"

"Kan aku udah bilang Kinan."

"Yaampun! Serius?"

"Aduh! Enak banget"

Dan lebih banyak lagi.

Aku yang sudah bosan mendengar perkataan Binta akhir ya memutuskan untuk langsung pulang saja. Belum sampai depan gerbang sekolah aku sudah dikejutkan dengan kedatangan mas Bait yang tiba-tiba menepuk bahuku.

"Katanya Kinan disuruh tunggu dibawah pohon." ucapku.

"Gak jadi deh, kasihan kamu nanti capek." ucapnya yang langsung memberikan helm.

Punya KinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang