Bab 9

36 1 0
                                    

Setelah hari kemarin, dia menjanjikan sebuah pertemuan. Pertemuan yang ia buat sepihak dengan embel-embel penjelasan.
Aku senang bukan main. Ingin melompat setinggi mungkin. Ingin memeluk jalanan jakarta. Ingin menari diatas atap rumah Binta.

Aku tau, harusnya aku marah. Tapi, coba kalian diposisiku. Bisa tidak, pura-pura marah? Coba sesekali ada dipihak ku, agar tau gimana rasanya jadi aku.

Dia menjemput ku tepat waktu, menunggu ku didepan teras dan berbicara dengan mas Bilal. Ketika aku sudah sampai didepan teras, kulihat mereka berdua mengakhiri obrolan.

"Tuh.. Yang setiap hari ngakunya rindu."

Mas Bilal! Jangan harap adikmu ini masih mau disuruh-suruh beli rokok lagi.

"Udah sana masuk, nyebelin!" ketusku.

Bait tersenyum. Baitku tersenyum. Ah! Manis sekali.

"Masih rindu nggak?" ucapnya.

Mulutku tertutup rapat. Tapi senyumku minta dilihat. Aku seperti orang bisu yang senangnya bukan main.

"Yuk?" ajaknya.

"Motor?" tanyaku. Memang, di pekarangan rumahku tidak terlihat vespa kesayangannya itu makanya ku ajukan pertanyataan itu.

"Oh, diluar." ucapnya lalu menggengam tanganku yang langsung dibawanya keluar pekarangan rumah.

Tapi yang kulihat bukan vespa nya, melainkan sebuah mobil keluaran tahun 1993 kalau aku tidak salah. Sudah, tidak perlu dibahas. Nanti urusannya jadi panjang.

"Saya nggak mau kamu kepanasan." ucapnya yang lalu membuka kan pintu sebelah kiri mobil itu, disusul dengan masuknya dia dari pintu mobil sebelah kanan.

"Kinan nggak masalah pakai apa juga. Yang penting selamat." ucapku.

"Yang penting sama saya?" ucapnya dengan mengulum senyuman.

Apa saja dari dirinya selalu membuat aku salah tingkah. Selalu membuat aku seperti orang bodoh yang minta dicintai. Ah! Bait. Jangan pergi lagi ya!

Dimobil, aku bercerita panjang lebar. Tentang aku yang difitnah murung dikamar, padahal memang benar, tapi aku malu mengatakannya. Sudahlah. Tentang Raja yang menjadi teman baruku. Tentang bu Teti yang dapat hadiah kulkas dari undian bungkus kopi yang ia kirimkan setiap minggu. Dia tertawa. Aku juga.

Dia pun begitu, bercerita panjang lebar tentang apa saja yang terjadi di New York. Tentang email yang tak satupun ia balas. Tentang kepulangannya yang tiba-tiba. Tentang Dania, teman satu Universitas nya di New York yang mau ke dia, tapi dia tidak. Katanya,

'Aku udah jadi punya kamu.'

Ah! Aku ingin pergi jauh ke luar angkasa naik mobilnya sekarang juga! Rasanya semua sudah terjawab, lega rasanya ketika tau kalau dia masih menyimpan hatinya buatku.

"Saya bilang saja, saya sudah beristri."

Saat itu juga, aku tidak dapat menahan tawaku. Aku tidak pernah berpikir sampai kesana.

"Terus? Dia gimana?" tanya ku penasaran.

"Ya pergi." ucapnya.

"Jahat! Nggak boleh gitu!" ucapku memegangi perutku yang terasa sakit karena terlalu banyak tertawa.

Dia mengangkat tangannya yang lalu dia letak kan dipucuk kepalaku. Dia mengusap rambut ku lembut, memberikan kenyamanan yang sangat aku rindukan.

"Kalau sudah lihat kamu ketawa kayak gini, saya jadi susah tinggalin kamu lagi." ucapnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Punya KinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang