_______________
Douchebag #4
(Not edited)
_______________
YESSA
Akhirnya sekolah selesai. Ini adalah hari yang panjang dan melelahkan. Wendy mengirim pesan bahwa dia tidak bisa pulang denganku hari ini karena Justin akan mengajaknya pergi makan siang. Tinggalah aku, si jomblo, duduk di perpustakaan bersama Emmanuel, rekan Fisika-ku sambil mengerjakan PR Fisika yang diberikan Mrs. Jordan tadi. Fisika adalah pelajaran favoritku dan aku cukup mahir dalam pelajaran ini, apalagi ditemani oleh rekan yang tampan, pintar, juga baik, Emmanuel.
"Yessa, aku...aku tidak mengerti tentang ini. Bisakah kau ajarkanku?" tanya Emmanuel dengan malu-malu. Aku tersenyum hangat padanya dan menganggukkan kepalaku lalu mulai menjelaskan pelajaran tersebut. Aku senang ia cepat paham dengan apa yang telah kujelaskan. Dan itulah salah satu hal yang kusukai dari Emmanuel, dia serius.
Aku ingin memberitahukan sesuatu, aku telah menyukai Emmanuel semenjak kelas 9. Aku terpesona dengan kepintarannya dalam pelajaran dan wajahnya yang imut. Emmanuel Stephens, cowok kutu-buku yang cukup tinggi, berambut cokelat, mata hazel indah, dan otak yang cukup jago memahami pelajaran dengan cepat. Walaupun dia seorang kutu-buku, ada juga cewek-cewek di sekolah ini yang terpesona dengannya, termasuk aku.
Aku dan Emmanuel cukup dekat dan kami---dengan tidak sengaja---sering menjadi rekan di beberapa pelajaran. Aku sangat memanfaatkan kesempatan ini agar bisa berbicara dengannya. Aku takut untuk menyatakan perasaanku padanya, hanya saja itu tidak benar. Emmanuel pantas mendapatkan gadis yang lebih baik dan lebih pintar daripada aku.
Dan kurasa ia menyukai Nicole, yang tak lain adalah adik Wendy. Terlihat jelas sekali bagaimana cara Emmanuel menatap dan berbicara dengannya. Nicole adalah sophomore di SMA Collins, dan sama seperti kakaknya, ia juga terkenal karena kecantikannya yang diatas rata-rata, membandingi kakanya, Wendy. Sayangnya, Nicole tidak tertarik dengan tim cheers dan ia malah memilih kelas tari.
Selain memiliki wajah cantik, Nicole juga memiliki otak yang cerdas, satu-satunya perbedaan yang dimiliki dia dan kakaknya. Tak heran banyak cowok yang meleleh saat Nicole melewatinya. Aku harap Nicole bisa mengerti isi hati Emmanuel dan mereka bisa bahagia bersama nantinya. Ouch! That hurt feeling again.
Beep! iPhone-ku berbunyi dari dalam sakuku. Ada 1 pesan dari unknown number. Nomor siapa ini? Aku membuka pesannya dan di situ tertulis,
'Temui aku di ruang basket, sekarang. Darurat.'
Bunyi pesannya. Apakah aku harus datang atau tidak? Mungkin orang ini ingin menculikku? Apa yang mau dia lakukan padaku di ruang basket? Beribu pertanyaan muncul di kepalaku. Setahuku hari ini tim basket tidak ada jadwal dan pasti sepi sekali di sana. Bulu kudukku merinding membayangkan diriku diculik di ruang basket. Tapi dia bilang ini adalah darurat.
"Dari siapa?" tanya Emmanuel tanpa melihat ke arahku.
"Tidak tahu. Dia bilang dia mau bertemu denganku di ruang basket."
Emmanuel akhirnya menoleh menghadapku, mengernyitkan alisnya dan menatapku. Deg! Hatiku tiba-tiba berdetak kencang saat mata kami bertatapan. Rasanya ingin tumbang dari kursi ini.
"Sebaiknya kau jangan kesana. Aku khawatir padamu," katanya dengan nada prihatin. Hatiku berdetak lebih kencang, lebih kencang, lebih kencang, lebih kencang, hingga akhirnya akan meledak. Napasku tersumbat di tenggorokkan sampai aku tidak bisa berkata apa-apa.
"Aku akan baik-baik saja. Sepertinya benar-benar darurat. Aku deluan ya!" pamitku cepat padanya sambil menggendong tasku di belakang. Aku berlari cepat keluar perpustakaan. Kakiku sulit digerakkan dan nafasku memburu. Kenapa aku selalu begini di depannya?
Aku sampai di ruangan basket yang gelap, sunyi, dan sepi tidak ada orang. Dimana orang yang mengirim pesan padaku tadi? Apakah aku akan diculik? Ugh. Aku menelan ludahku sambil menapakkan kakiku ke tengah-tengah lapangan basket indoor. Gelap sekali. Tidak ada orang. Tiba-tiba bulu kudukku berdiri di belakang leherku. Ada seseorang yang berdiri di belakangku. Nafas pelannya yang hangat membuat tubuhku merinding. Aku bisa merasakannya! Kenapa dari tadi aku tidak mendengar suara langkah kaki?
Mom, Dad! Sampai jumpa! Aku akan diculik hari ini juga! Aku mencintai kalian!, pikirku sambil pelan-pelan berbalik ke belakang dengan tubuh bergetar. Dengan siap siaga aku berpikir mulutku akan dibungkam atau mungkin aku akan digendong. Saat badanku sudah menghadap belakang dengan sempurna...
"Aaaaa!" teriakku kaget dan orang itu membungkam mulutku.
"Sssshhhhh! Nanti kita ketahuan, bdodoh!" suara laki-laki terdengar di depanku. Aku membuka mataku dan melihat orang itu ... Roland! Aku melepaskan tangannya yang membungkam mulutku dengan kasar dan menatapnya dengan tidak kepercayaan. Keringat mengalir di sekujur kepalaku. Roland hanya menyeringai---tradisinya--- dan menempatkan kedua tangannya di dalam saku celananya.
"You're scaring the hell out of me!" bentakku sambil memukul dadanya. Dia tertawa keras sambil mengacak-ngacakkan rambutku. Aku mendengus kesal sambil menyilangkan tanganku di depan dada.
"Jadi kau menerima pesanku?" tanya Roland, kali ini dengan tenang. Aku mengangguk dan tidak mau tahu siapa yang telah memberikan nomerku padanya atau aku akan membunuh orang itu nanti. Nanti ya, nanti. Roland tersenyum bodoh sambil menatap ke samping.
"Apa keadaan daruratnya?" tanyaku tanpa ekspresi. Roland menatapku dalam-dalam sambil tersenyum bodoh. Dia berjalan ke arahku lebih dekat dan aku pun harus mundur dan ia terus mengikutiku lalu akhirnya tembok menahan tubuhku.
Shit! Roland berjalan lebih dekat sampai wajah kami hanya seberapa inchi saja sampai aku bisa merasakan hangat nafasnya yang pelan yang membuat bulu kudukku merinding lagi. Aroma tubuhnya benar-benar bisa membuat para wanita mati! Sekarang aku terperangkap di kedua tangannya yang memegang sisi tembok. Apa yang sebenarnya ingin dilakukan Roland padaku? Apa jangan-jangan dia.... Oh please! Jangan cium aku!
"Yessa.." Roland menyebut namaku dengan lembut. Aku bisa mencium napasnya yang berbau mint. Jantungku berdegup cepat dan nafaskupun memburu. Tanpa kusadari aku menutup mataku, menunggu bibirnya menyentuh bibirku. Tapi itu tidak pernah terjadi. Dia menyeringai sambil melanjutkan kata-katanya.
"Be my girlfriend."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. & Ms. Popular
JugendliteraturAwalnya memang hanya sebatas rencana jahat dan eksperimen belaka, namun seiring mereka semakin bersama, cinta itu mulai tumbuh di antara mereka . . . seiring pula rahasia gelap terkuak satu per satu. Akankah mereka bisa mempertahankan cinta itu? All...