Douchebag #25

21.6K 837 16
                                    

Writing this chapter: 25 September 2014

#funfact: sebenarnya aku nulis chapter ke-26 deluan daripada chapter 25 wkwkw

_________________

Douchebag #25

(Not edited)

_________________

YESSA

Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumahku, walaupun dadaku berdebar-debar dengan kencang mengingat kembali hal-hal yang telah kulakukan sore ini. Aku tidak siap bertemu dengan Mom karena aku masih tidak enak telah membentaknya tadi. Aku juga tidak siap bertemu dengan Julian semenjak dia tahu masa laluku yang paling suram. Jika aku berpapasan dengan mereka, itu pasti akan canggung sekali.

Tapi mau bagaimana lagi, seberapa keras aku menghindari mereka, semua itu tidak akan pernah terjadi. Apalagi Mom, orang yang selama ini paling dekat denganku dan tahu segala hal tentang diriku dari luar dan dalam. Kurasa aku hanya harus meminta maaf kepadanya. Tanpa Mom aku tidak akan bisa apa-apa.

Aku berjalan ke arah ruang tamu yang langsung disapa oleh pemandangan Julian yang sedang tertidur dengan pulas di atas sofa. Ia terlihat sangat damai sekali, seperti ini adalah hari yang panjang baginya. Dan sebenarnya jika dilihat-lihat, Julian itu tampan, apalagi jika kau menatap mata birunya yang cantik. Entahlah, mungkin dia juga salah satu pria idaman wanita.

"Aku jadi agak malu jika kau menatapiku seperti itu, Yeshie."

Lamunanku terpecahkan seketika saat mendengar suara Julian. Aku melihat ke wajahnya yang sekarang sedang mengambangkan seringai bodoh dan sebelah matanya agak terbuka. Grr, dasar Julian! Beraninya dia mengerjaiku dengan berpura-pura tidur seperti itu!

Kurasakan pipiku mulai terasa panas dan aku segera membuang mukaku yang memerah dari Julian sebelum dia bisa mempermalukanku.

Tapi sepertinya aku terlambat...

"Jadi... daritadi kau memandangiku?" Julian menunjukkan seringai bodoh itu lagi sambil memainkan kedua alis matanya yang tebal ke arahku, sudah pasti dia sedang mempermalukanku.

"T-tidak. A-aku baru sampai kok." Aku mencoba semampuku agar tidak gagap karena saking gugupnya.

Julian hanya memandang ke bawah sambil tertawa kecil sebagai balasannya. Yang pasti ini bukanlah Julian yang biasanya selalu saja punya akal untuk membuatku kesal, tapi kali ini dia terlihat tenang dan... lembut? Apakah seperti itu kau mendeskripsikan seseorang?

"Lalu, bagaimana dengan pesta di rumah pacarmu itu?" tanya Julian setelah keheningan yang cukup lama.

Entah kenapa rasanya aku ingin tersenyum saat mengingat momen-momen bersama Roland di pesta ulang tahun Ryan. Malam ini cukup spesial dan aku sudah mengalami hari yang panjang. Mulai dari insiden Wendy, menceritakan masa laluku yang kelam kepada Julian, dan yang terakhir adalah Roland membuat semuanya lebih baik dan aku sama sekali tidak mengingat kejadian-kejadian itu lagi saat aku bersama Roland.

"Julian.."

"Hmm?"

Aku menarik nafas panjang, masih tersenyum seperti Autis, "Apakah kau ingin menertawakanku jika aku sedang jatuh cinta?"

"Hah? Jatuh cinta kepada apa??" Aku tak bisa merespon hak lain selain tertawa melihat ekspresi Julian yang agak terkejut.

"Aku tidak jatuh cinta kepada 'apa', Bodoh! Aku itu jatuh cinta kepada 'siapa'. Hahahaha."

"Oh.." Hanya itu jawaban Julian, dia terlihat seperti tidak tertarik dan canggung dengan apa yang sedang kubicarakan. Ah, masa bodoh, itu hanya ilusinasiku saja.

"Julian, sepertinya aku telah jatuh cinta pada Roland..." Aku memberitahunya dengan mata yang berbinar-binar memandang ke arah atap yang kosong. Wajah Roland melayang-layang di kepalaku seperti sebuah layangan yang diterbangkan di langit.

"Mau keluar?"

Kepalaku langsung menoleh seketika dan aku menatap Julian dengan bingung. Padahal aku kan lagi menceritakan tentang Roland, kenapa dia tiba-tiba membalasnya dengan mengajakku keluar? Rhh, kebodohan Julian memang tidak ada habisnya.

Julian menggaruk-garuk belakang kepalanya, matanya menatap ke bawah, "Maksudku, maukah kau duduk di luar?"

"Kau gila ya? Ini sudah jam 9, pasti dingin sekali di sana!"

"Makanya kau pergi ke kamarmu dan ganti bajumu dengan sesuatu yang hangat..." Tiba-tiba saja Julian mengambangkan seringai bodohnya yang selalu ia pakai untuk mengekspos pikiran kotornya kepadaku. "Atau kau boleh tidak mengenakan apa-apa karena aku akan menghangatkanmu dengan tubuh ini..." lanjutnya sambil melingkarkan jari telunjuknya di depan dadanya yang bidang itu.

Aku bisa merasakan pipiku mulai memanas dan darahku juga sudah mendidih. Dasar Julian idiot! Selalu saja berpikiran kotor! Grr!

"Bagaimana, Yeshie?" Sekarang Julian mulai memainkan kedua alis tebalnya ke arahku.

Aku membuang mukaku darinya lalu menjawab, "Baiklah. Kau tunggu di luar dan aku akan mengganti bajuku."

Tanpa menunggu basa-basi dari Julian, aku segera menginjak kakinya yang berada di bawah lantai dengan keras, kemudian aku segera berlari ke kamarmu, meninggalkan Julian yang berteriak kesakitan. Rasakan.

Seperti kata pria tampan brengsek itu, aku mengganti baju yang kupakai dengan sesuatu yang hangat. Aku mengenakan sweater berwarna cokelat yang kebesaran dan celana panjang. Tak lupa aku membawa selimutku bersamaku lalu mengeluari kamar.

Kulihat Julian sudah membentangkan sebuah kain panjang di atas rerumputan di depan rumahku. Punggungnya menghadap ke arahku, dan untung saja ia mengenakan kaos dan celana selutut. Kukira dia tidak akan mengenakan apa-apa.

Aku ikut bergabung duduk di samping Julian, "Hai." sapaku sambil menutupi kakiku dengan selimut yang kubawa tadi.

"Hai." balas Julian dan aku bisa merasakan ia sedang menatapku sambil tersenyum. Bukan seringai, kurasa itu memang sebuah senyuman.

Dan begitulah mulai terjadi keheningan yang cukup damai di antara kami berdua. Ada apa dengan Julian? Tidak biasanya dia seperti ini. Apa ada sesuatu penting yang dia bicarakan? Atau.... apa dia mau pulang?

"Malam yang indah, bukan?" Aku menoleh ke arah Julian yang sedang memandang ke langitan malam sambil tersenyum. Entah kenapa mataku terasa berair saat aku melihatnya.

Ya Tuhan, apa yang sedang kupikirkan? Kenapa aku merasa sedih saat aku melihat Julian?  Kenapa aku berpikiran bahwa Julian akan pergi?

Tidak mungkin. Julian tidak akan pergi, dia harus tetap tinggal disini. Kalau dia pergi, siapa yang akan membuatku tersenyun saat hariku sedang buruk? Siapa yang akan merusak kebahagiaanku dengan kata-kata yang menyebalkan? Siapa yang akan menghabiskan Kellog's ku? Aku tidak akan bisa melakukan itu sendirian... tanpa Julian.

"Julian, berjanjilah kau tidak akan pernah meninggalkanku sendiri disini." Sekarang air mataku sudah berjatuhan ke bawah pipiku. Aku tidak bisa menahannya lagi, mereka keluar sendiri!

"Yeshie, apa yang kau bicarakan?"

"Julian, berjanjilah." Aku memeluk tubuh Julian seerat mungkin, seperti dia akan pergi jauh jika kulepaskan. Memang aku telah membasahi baju Julian dengan air mataku, tapi siapa peduli? Aku sedang sedih.

Tangan Julian memegang kepalaku dan dia mendekap tubuhku lebih dekat dengannya. Dia tidak salah, berada di dekatnya memang membuatku lebih hangat daripada apapun.

"Kau gila ya? Mana mungkin aku bisa meninggalkan badak berhidung besar sepertimu sendirian. Hidupku akan hancur jika aku tidak membuatmu kesal seharian."

Aku tidak peduli dia ingin mengataiku apa, tapi mendengar Julian mengatakan semua itu membuatku sedikit tenang. Setidaknya dia sudah bilang padaku bahwa dia tidak akan pergi. Lagian bodoh sekali aku bisa berpikiran bahwa Julian akan pulang secepat itu...









Sorry udah lama gak update dan gilak chapter ini pendek gak kira-kira omg

Mr. & Ms. PopularTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang