lima

35 0 0
                                    

Apa yang jadi kesedihanmu saat menjalin hubungan? Apa yang jadi kesakitanmu saat kamu sedang menjalaninya?

Pernahkan kamu sesakit ini? Sesakit hati Ara yang berantakan saat mengetahui sebuah fakta? Ara hancur. Bukan karena dirinya yang membuat hatinya sendiri hancur. Tapi karena seseorang yang dicintainya. Seseorang yang Ara percaya mampu menjaga hatinya.

Ara memasuki rumah bergaya minimalis itu. Entah mengapa hatinya berdegup-degup saat tangannya memegang gagang pintu. Namun degupan itu semakin jelas saat dirinya mendapati Neta sedang menangis di sofa, di hadapan seseorang yang juga sedang menangis.

"Tante? Tante kenapa nangis?" Ara melirik orang dihadapannya mencoba memintanya menjelaskan.

Gadis dihadapannya hanya terdiam sambil terus menunduk, menumpahkan seluruh persediaan air mata yang ia punya. Ara semakin bingung dengan keadaan ini. Keadaan dimana Ara nggak tahu apa-apa tapi hatinya mengatakan ia mengetahuinya. Atau akan? Akan segera ia ketahui?

Keadaan sedikit lebih tenang untuk gadis dihadapan Ara mampu mengeluarkan suaranya. "lo ... pacarnya Juan?" suaranya tercekat.

"i—iya." Suara Ara pun ikut tercekat.

"lo tau kalo gue hamil?" tandas gadis itu.

Ara tersentak. Gadis itu tersenyum miris saat Ara diam saja. "berarti dia udah ngebohongin elo."

"maksudnya?" tanya Ara.

"juan ... diperut gue ada anak Juan." Suaranya seperti petir yang menggelegar di siang bolong dengan terik matahari yang menyengat. Hati Ara langsung mencelos. Merasakan sakit yang teramat dalam hingga membuat goresan-goresan panjang. Ara sakit, ia menangis tak mampu menahan perihnya lagi.

"gimana bisa?" Ara semakin tidak bisa mendapatkan suaranya. Suaranya semakin lemah seiring tubuhnya yang semakin lunglai.

"waktu itu dia mabuk. Keadaannya kacau dan frustasi. Juan minta gue temenin, dan ... dan akhirnya terjadilah." Jeda si cewek itu yang belum Ara ketahui namanya. "Gue butuh ayah dari anak yang gue kandung. tapi dia ... dia nggak mau tanggung jawab. Dia bilang nggak mau ngecewain pacarnya. Dia terlalu sayang sama elo ... dan nggak mau ninggalin elo."

Gadis itu bangkit lalu berlutut di hadapan Ara yang menatap kosong ke lantai. "tolongin gue ... gue nggak bisa ngurus bayi ini sendirian. Dan gue juga nggak bisa hidup sendirian. Gue udah diusir. Gue mohon sama lo, bantu gue buat Juan tanggung jawab." Gadis ini terisak. Isakan yang pilu yang mampu menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya.

Bahkan Ara sendiri bingung, tangisan siapa yang lebih menyakitkan. Karena ... semuanya merasakan sakit.

Pintu depan tiba-tiba terbuka. Terdengar suara seseorang yang terkesiap. Ara yakin itu pasti Juan. Tapi Ara tak mampu melihatnya. Ia masih menatap kosong lantai dingin di bawahnya dengan sebelah tangan yang memeluk bahu Neta.

"ad—ada apa ini?" tanya Juan terbata-bata. Ia terlihat gugup dan shock melihat tiga perempuan menangis dihadapannya. Terutama saat melihat cewek yang terakhir diinginkannya ada disini.

"lo! Lo ngapain disini? Apa yang udah lo lakuin sama mereka?" Juan menyentak cewek asing itu.

"Juan, gue udah jelasin semuanya sama mereka. Gue udah bilang apa yang udah terjadi diantara kita. Gue juga udah minta ijin sama mereka. Jadi, Juan, please tanggung jawabin apa yang udah lo lakuin sama gue." Cewek itu menjelaskan dengan tangisan yang nggak bisa dihentikannya. Bahkan tangannya sudah menggenggam tangan Juan seraya berlutut layaknya orang yang memohon.

"tanggung jawabin apa?! Lo tuh ngomong apa sih?! Gua nggak ngerti, Mila!"

"gu—gue ... gue hamil, Juan," jeda cewek yang bernama Mila itu. "gue hamil anak lo."

Seketika Juan hilang konsentrasinya. Mendadak kepalanya pening dan tubuhnya terasa sakit semua. Hal yang dikhawatirkannya terjadi. Hal yang nggak diinginkannya harus terjadi dan harus diketahui oleh perempuan-perempuan yang dicintainya, Ibunya dan Ara. Juan nggak sanggup untuk menjelaskan, karena sejelas apapun penjelasannya nggak akan merubah apapun.

"Ra ... "

"aku bawa tante Neta ke kamar dulu," potong Ara. "ayo, tante." Ara pun bangkit membawa Neta dalam rangkulannya berdiri kemudian berjalan menuju kamar Neta. Isakan Ara telah hilang entah kemana. Kini rasa kesedihan dan kekecewaan itu telah berganti dengan rasa benci. Tak mau melihat Juan adalah bukti bahwa Ara mulai membenci Juan.

"Ra—" Suara Juan yang memanggil langsung teredam dengan suara pintu yang tertutup. Kini, hanya tersisa Mila—cewek yang sudah dihamilinya tanpa sengaja dan yang membuat Ara dan Neta menangis—yang masih bersimpuh dihadapannya.

"Juan ... please, gue nggak mau jadi single parent. Gue butuh lo sebagai Ayah dari anak yang gue kandung. Lo harus tanggung jawab, Juan ... Ju—" Mila berhenti berbicara saat mendengar tawa Juan yang terdengar sumbang. Tawa yang menyiratkan keputusasaan.

"trus gue harus nikahin lo gitu?" tanya Juan dingin. Matanya menatap tajam Mila di bawahnya. "nikahin aja pacar lo! Lo punya pacar yang selalu lo bangga-banggain! Sana nikah sama pacar lo yang bejat itu! Gue nggak sudi nikahin lo!"

Mila membelalakan matanya. Tidak percaya akan jawaban Juan yang menohok hatinya.

"tapi lo yang udah ngehamilin gue, bukan dia, brengsek!" bentak Mila di depan wajah Juan.

****

RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang