Cowok—tidak, dia sekarang sudah menjadi laki-laki yang berbadan tegap dan berwajah tegas. Berbeda dari sepuluh tahun lalu yang berwajah konyol. Namun, parasnya tetaplah Juan.
Juan mempererat genggamannya dan melekatkan tatapannya pada Ara. Gadis itu bersumpah, bahwa ia butuh udara sekarang juga. Menyadari Ara yang menahan napasnya, Juan bersuara, "napas, Ara."
Bagai mendengar sebuah mantra, Ara langsung menarik napas panjang. Seperti sesak napas, dan hal itu membuat Juan tertawa kencang hingga beberapa penumpang bus meliriknya. Juan nggak memedulikannya, hanya Ara yang menjadi objeknya.
"gimana bis—"
"ceritanya panjang," potong Juan seolah bisa menebak lanjutannya. Ia tersenyum.
Ara membuang pandangannya keluar jendela ketika laki-laki terus menatapnya tanpa henti dan genggamannya yang semakin erat. Nggak sakit, justru Ara merasakan kenyaman yang sempat hilang itu kembali.
Tetap seperti itu hingga tiba-tiba Juan menyenderkan kepalanya di bahu Ara. Bahu yang selama sepuluh tahun dirindukannya. "tahan bentar. Aku capek habis nyari kamu keliling kota, jadi biarin aku tidur bentar ya."
Ara terkejut mendengar penuturan Juan. Ia ingin bertanya namun melihat Juan yang tertidur, ia mengurungkan niatnya.
Bila ini mimpi, tolong jangan bangunkan aku.
****
"apa kabar?"
"Alhamdulillah baik," jawab Ara sambil memainkan jusnya. Juan membawanya ke sebuah cafe dekat halte pemberhentian Ara. Selama itu Juan tetap tidur dan menggenggam tangannya. "elo?"
"sama." Juan tersenyum, pandangan melekat pada wajah Ara yang masih enggan menatapnya. "udah sepuluh tahun, Ra," ujar Juan.
Ara mengangguk seolah paham maksud Juan. "gimana tante?"
"Mama baik juga."
Ara mengangguk. "ceritain," pinta Ara. Ia mendongak memandang wajah Juan yang sangat dirindukannya. Wajah yang selalu ada dalam bayangannya setiap saat.
"aku kerja di tempat kakak kamu. Dua tahun kerja tapi aku baru tahu kalau dia kakak kamu sebulan yang lalu." Juan terkekeh. "aku udah minta alamat rumah kamu. Aku udah mohon-mohon sama dia, tapi tetep nggak ngasih. Katanya kamu masih butuh waktu, sebentar lagi. Kalau udah waktunya dia pasti ngasih."
Ara masih diam mendengarkan. "aku nunggu dengan sabar dan minggu kemarin aku baru dapet alamat kamu. Bukan alamat lengkap, Cuma beberapa petunjuk yang akhirnya bikin aku muter-muter kota ini. Coba kamu bayangin deh, dari aku nyampe sini tiga hari lalu aku muter-muter dan baru ketemu kamu sekarang! Aku udah nelpon kakak kamu yang ngeselin itu tapi dia jawabnya 'jangan nelpon gue kalo belum ketemu. Usaha sendirilah, katanya cinta tapi gitu aja nyerah.' Ngeselin nggak tuh?"
Ara terkekeh mendengarnya dan melihat ekspresi kesal Juan. Salah satu ekspresi yang sangat dirindukannya. "trus, gimana bisa ketemu?"
Tiba-tiba Juan tersenyum jahil, senyuman yang membuatnya terlihat tampan. "itu rahasia cinta," jawabnya asal kemudian tertawa. Tawa yang menular pada Ara.
"Mila?" tanya Ara setelah lama terdiam. Pertanyaan yang membuatnya sesak.
Juan mengehal napas panjang. "setelah kamu pergi, aku mulai ngurus semuanya. Mulai nyelidikin apa yang terjadi malam itu dan minta Mila jelasin sejujurnya. Semua bukti nunjukin kalo aku emang ngelakuin itu. Aku terpaksa nikahin dia setelah aku lulus. Tapi ... tapi dia meninggal karena kecelakaan waktu nganterin Bian di hari pertama sekolahnya."
"maaf."
"nggak apa-apa, itu udah empat tahun yang lalu."
"Bian anak kamu?"
Juan tersenyum. "iya dia anak aku. Namanya Fabian Kusuma, dia tampan kayak kamu seperti doa kamu dulu." Juan tergelak saat Ara mendengus.
"Ara."
"Ya?"
Juan menatap ke dalam mata Ara. Mencari kenyaman yang selalu dirindukannya selama sepuluh tahun belakangan. Mata hitam yang tidak akan pernah dilupakannya.
"Tolong jangan lari lagi." Ara mendongak menatap bingung wajah Juan sebelum melanjutkan, "karena aku ingin kita kembali."
****
Hai kawan, ini cerita lama gua dan gaya tulisan lama juga. Tapi ga nyampe ending, klo yg ending itu baru dibuat beberapa minggu belakang. Jadi, kalo ada gaya tulisan, penggunaan tanda baca, dan apapun yg beda tolong dimaafin ya.
Gua ga ngedit total dan bkin ending juga kesannya kaya maksa. Jadi maaf ya klo kurang memuaskan.
Regards,
inna :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Run
Short StoryLari Aku hanya ingin lari, karena keadaanku tidak memungkinkanku untuk bertahan. 28 Oktober 2016 By Inna