Chapter 12: SECOND MIND READER

5K 480 17
                                    

Sierra


Rasanya seperti kembali dari kematian saat paramedis baik hati itu memberiku minum. 

Sejak disekap oleh Jacqueline (yang ngomong-ngomong menghilang entah ke mana), aku memang kehausan sekali dan aku sempat berpikir aku akan mati karena dehidrasi. Tapi bagaikan mendapat pertolongan dari surga, aku diberi minum gratis sekarang. 

Kalau dilihat-lihat, kondisiku tidak parah sekali, kok. Aku hanya mengalami luka ringan dan sedikit retak tulang, tapi selebihnya aku oke banget. Kakiku memang rada memar-memar dan membuatku sedikit kesulitan berjalan, tapi organ dalamku baik-baik saja, yang berarti aku tidak bakal diopname karena koma. 

"Oke, sekarang coba kamu angkat kaki kamu dan turunkan pelan-pelan," kata salah seorang ahli medis yang memberiku minum tadi. 

 Aku mengangkat kaki kiriku pelan-pelan dan kemudian menurunkannya. Sudah tidak sesakit tadi, kupikir bisa kugunakan untuk berjalan. 

"Goresan-goresan di kakimu sudah saya bereskan, lehermu sudah tidak sakit, kan? Mulutmu?" Aku meminum sebotol air yang langsung kuhabiskan dalam beberapa kali teguk dan menggeleng.

"Aku baik-baik saja. Bisa Anda tolong bantu temanku yang di sana?" tanyaku sambil menunjuk Ethan yang suda berganti baju karena bajunya memang ternoda darah dan kotor.

 Ahli medis itu mengangguk sambil tersenyum ramah dan menyuruh dua orang temannya untuk mengurus Ethan.

"Nah, sekarang sudah beres. Kamu akan istirahat total, oke? Jangan melakukan hal-hal yang aneh-aneh dulu, ya?" 

Aku mengangguk dan melambai pada ahli medis itu. Aku menoleh pada Javier yang sedang menekan luka yang sudah diobati sambil meringis.

"Jangan ditekan terus dong. Pendaraannya kan sudah berhenti. Ngapain ditekan terus?" tanyaku sambil memberinya sebotol air.

"Sakit, Sier. Psikopat itu gila semua."

"Yang namanya psikopat ya pasti gila lah, Jav. Omong-omong, mana Carlo?" tanyaku sambil melihat kesana-kemari.

Javier menunjuk ke salah satu pohon. Carlo sedang berdiri di situ sendirian, entah apa yang dia lakukan. Jangan-jangan berbicara dengan hantu. Uh, berbicara tentang mereka membuatku rada merinding. 

Dan bodohnya, sudah tahu aku merinding, aku masih nekat ke sana. 

"Aku mau ke sana sebentar," kataku sambil mencoba berdiri dan bagusnya, kakiku sudah tidak sakit lagi.

"Sier? Kamu kan nggak boleh jalan?" kata Javier mencegatku. "Kalau kepeleset gimana? Kalau lukanya buka lagi gimana? Kalau digigit kodok atau capung, gimana?"

 Aku menepis tangannya lembut.

"Bukan nggak boleh jalan, nggak boleh melakukan hal-hal berat. Jalan bukan hal yang berat."

"Oke, aku akan menemanimu barangkali kamu jatuh atau kepeleset atau psikopat itu kabur dan menangkapmu lagi," kata Javier sambil turun dari mobil ambulans. 

Kami berjalan beriringan menghampiri Carlo yang sepertinya tidak merasa sakit sama sekali akan luka-lukanya. Cowok itu malah menatapi pohon malang itu sambil memasang wajah penasaran, membuatku dan Javier bertanya-tanya apa yang sedang dia pikirkan.

"Carl?" Dia menoleh dan tersenyum padaku.

"Sudah baikan? Ayo kita kembali," katanya sambil mengajakku kembali ke ambulans.

 Aku menggeleng.

"Lagi bicara sama anak kecil itu ya?" tanyaku sambil melihat ke arah pohon.

Oke, walaupun aku tidak tahu apa ada anak kecil di pohon itu, tapi feeling ku cukup kuat soal hal itu. Dan dilihat dari raut wajah Carlo, cowok itu jelas habis berkomunikasi dengan apapun itu yang ada di sana. Hati kecilku seakan berkata, 'Sana pergi, Sier, daripada ntar malam tidak bisa tidur'. Tapi, ada rasa penasaran yang terus mendorongku, menyuruhku untuk mendekati pohon itu dan, mengatakan Halo setidaknya pada apapun itu yang ada di sana. 

TFV Tetralogy [1] : Cerveau Bang (2012)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang