Part 1

35.2K 2K 68
                                    

4 tahun kemudian...

"Winnggg... Winngg..." Gumam seorang anak kecil sambil berlari-lari membawa mainan pesawatnya. "Uwwiiingg..."

"Sayang, pelan-pelan, son. Nanti kau jatuh!" Eliza memperingatkan cucu semata wayangnya yang bernama Keylo sebelum kembali membaca majalah hariannya di sofa ruang tv.

Keylo tidak mengacuhkan Granny-nya dan tetap berlari-lari sambil memegang pesawat mainannya itu setinggi mungkin. Eliza hanya dapat menggelengkan kepalanya melihat tingkah cucunya.

Dug!

"Huaaaaaaaaaaa..." Tiba-tiba saja jeritan tangisan Keylo terdengar ke penjuru rumah. Dengan cepat Eliza menghampiri cucunya dan menggendongnya.

"Ssshhh, masih tidak mendengarkan Granny?" Tanyanya sedikit berdecak kemudian mengelus dahi yang terlihat sedikit benjol dan merah. "Apa yang Granny katakan?"

Seketika Keylo berhenti menangis. Matanya sembab dan wajahnya memerah. Suasana hatinya sangat cepat berubah tidak seperti anak-anak lainnya.

"Don't lun away?" Ulang Keylo cadel dengan tata bahasa sedikit berantakan.

Eliza menganggukkan kepalanya dan tertawa kecil mendengar penuturan cucu laki-lakinya. Mengelus kepala Keylo dengan pelan. Berharap bahwa dia dapat tumbuh dengan baik walau tanpa ibu disampingnya.

"Daddy..." Seketika, ia kembali berteriak kencang saat melihat Willy memasuki rumah lengkap dengan baju kemeja maroon dan celana bahan hitam. Baru saja dirinya pulang daru Universitas swasta ternama. Karena selain sebagai dokter, Willy juga berprofesi sebagai dosen di Henderson Medical school.

"Hai jagoan." Willy menghampiri anaknya dan mencium pipi tembemnya. Ya, Keylo adalah anak Willy dan Keeyna yang sudah berusia 4 tahun. Willy selalu memperhatikan Keylo, dia tidak pernah lagi pulang larut malam seperti saat bersama Keeyna. Dia benar-benar menjadi ayah yang baik, perhatian dan pengertian.

"Daddy.. daddy.." Keylo mengulurkan tangannya agar Willy menggendongnya. Tanpa menunggu lebih lama, dia langsung menyambut puteranya suka cita.

"Kau beristirahatlah dulu, Nak." Eliza menatap prihatin kepada putera semata wayangnya. Dimana dia harus membagi waktu puteranya dengan pekerjaannya sekaligus.

"Aku tidak perlu istirahat, Mi. Melihat Keylo saja rasa lelahku langsung hilang." Willy menatap Keylo yang tampak nyaman dalam gendongannya dengan pandangan menilai. "Dia menangis?"

Eliza menganggukkan kepalanya dan berkata, "Dia jatuh saat bermain dan langsung diam setelah Mami menasihatinya. Emosinya cepat sekali berubah." Eliza tersenyum kecil. Mengelus rambut hitam Keylo yang Willy turunkan kepadanya sebelum kembali bergumam. "Dia anak yang baik seperti mendiang Ibunya."

Willy tersenyum pahit mengenang kembali masa itu. Hatinya bahkan masih jelas terpatri nama Keeyna dan sepertinya tak bisa tergantikan. Matanya meredup saat mengingat sosok Keeyna yang selalu tersenyum lembut ketika menatapnya dan juga tingkahnya yang begitu anggun. Lalu, disaat Willy mengenang kembali masa itu, suara Ibunya tiba-tiba menghancurkan semuanya menjadi kepingan tak berguna.

"Kau tidak berniat mencari Mommy untuk anakmu?" Eliza menatap puteranya itu penuh pengharapan. "Keylo masih kecil, Will. Dia butuh kasih sayang seorang Ibu. Setidaknya di usianya yang sekarang."

"Aku belum bisa menggantikan posisi Keeyna di hati aku, Mi." Willy memperhatikan anaknya yang sudah tertidur di pangkuannya.

"Mami tidak pernah menyuruhmu menggantikan posisi Keeyna di hatimu, Nak. Mami hanya ingin kau mencari Ibu buat Keylo." Terdapat nada khawatir dari Eliza.

DOCTOR, I'M YOURS! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang