9. Bingung

4.2K 492 161
                                    

"Mas, Mbak, ini pesenannya." Suara dari seorang waitress itu mengintrupsi keheningan di antara Adnan dan Rena. Adnan mengangguk dan mengucapkan terima kasih sebelum penghantar makanan itu kembali bekerja.

Rena masih diam. Sejujurnya ia ingin sekali berteriak di depan wajah Adnan bahwa ia menyayangi cowok itu. Lebih dari sekedar teman dekat. Namun apa daya, jeritan di dalam hatinya hanya bisa ia pendam.

"Dimakan, Na," ucap Adnan membuat Rena tergagap lalu mengangguk. Ia masih diam, mulai mengunyah makanan sambil sesekali melirik Adnan.

Adnan tertawa kecil. "Nggak usah dipikirin segitunya juga, Na. Kalo kamu sayang sama aku ya bagus, kalo nggak ya juga nggak papa. Aku nggak marah," cetusnya dengan sesekali tertawa geli.

Rena mengalihkan pandangannya. Menatap sekitar, menghindari tatapan Adnan yang memang selalu membuatnya melting. Rena memilih diam dengan mulut yang masih mengunyah makanan.

Setelah menyelesaikan makan malam, Adnan kembali menggenggam tangan gadis itu untuk segera menuju mobilnya. Jam sudah menunjukan pukul setengah delapan malam. Mengingat janjinya dengan Mama Rena, Adnan tidak mau merusak kepercayaan wanita itu.

"Nih, ambil. Kalau aku ngajak jalan lagi, kamu pakai celana aja ya Na, jangan pakai dress. Soalnya kaki kamu yang nggak ketutup kelihatan, nggak bagus dilihat," Adnan menyerahkan sebuah denim jacket berwarna hitam kepada Rena setelah keduanya masuk ke dalam mobil. Rena mengambil jaket itu dan segera menutupi bagian lutut atasnya yang sedikit terlihat.

"Makasi, Nan."

Adnan tersenyum dan mengusap pelan rambut gadis itu sebelum mengendarai mobil dan membelah jalanan Jakarta malam minggu ini.

  ♣️♣️♣️

Selamat pagi:)
-penikmat senyummu

Rena terkekeh. Pagi-pagi saat ia hendak mengambil topi upacaranya yang ia simpan di bawah meja, sebuah note kecil dan satu batang coklat tersimpan di laci meja.

"Bagi dong!" Sebuah tangan terulur untuk mengambil paksa coklat yang Rena pegang. Rena menoleh, mendapati Raga yang sudah mulai menikmati coklat pemberian dari seseorang yang sampai saat ini belum Rena ketahui.

"Raga! Ish! Main ambil aja, itu kan buat gue," omelnya dengan wajah kesal.

Raga kembali menyerahkan coklat yang hanya tersisa tiga batang. "Noh ambil! Makasih ya!" Tanpa tau malu, cowok itu berlari keluar kelas meninggalkan Rena yang menahan kekesalan.

"Sabar, Na," celetuk seseorang dengan suara ngebass dari arah belakang Rena. Rena berbalik, melihat ketua kelas alias Rassya yang melangkah mendekat.

Rena berdecak sebal. "Temen lo tuh, Sya. Hobi banget ganggu ketenangan orang."

Rassya tersenyum tipis dan maju beberapa langkah hingga ia berdiri di depan gadis itu. "Tanpa kejahilan dia, sekolah sepi, Na. Jangan terlalu membenci seseorang. Benci itu beda tipis sama cinta. Hati-hati loh," cetus Rassya lalu melangkah keluar kelas meninggalkan Rena dengan wajah penuh kebingungan.

Tanpa mau memikirkan lebih lanjut, Rena segera keluar kelas dengan membawa topi dan sisa batang coklat. Melewati sebuah tong sampah, Rena melempar sisa coklat itu ke arah tong sampah yang ada di dekatnya.

"Pagi, Ca," sebuah suara menghentikan langkah Rena. Ia berbalik, menatap Adnan yang tersenyum sambil melangkah mendekatinya. Kalau Rena tidak salah dengar, Adnan mengucapkan kata pagi, namun dengan akhiran Ca? Apa Adnan salah memanggilnya?

Shoplifting HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang