20. Penasaran

3.2K 316 35
                                    

Karena setiap sebuah hubungan cinta tidak selamanya diawali dengan sebuah pertemuan yang menyenangkan. Namun dapat juga getaran cinta yang dapat tumbuh dari rasa kesal yang luar biasa.
🔥🔥🔥

Rena menghela napas kesal. Diliriknya lagi jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia kesal setengah mati pada cowok yang ia tunggu sejak sejam lalu yang belum memunculkan batang hidungnya. Rena juga tidak melihat Raga dari tadi. Hanya saat di lapangan saja.

Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas meja. Kelas sudah sepi. Namun, area sekolah masih ramai. Rena membuka chat room LINE dengan Raga. Bahkan chat yang ia kirim beberapa jam lalu tidak dibaca cowok itu.

Carrisa: p
Carrisa: p
Carrisa: p
Carrisa: p
Carrisa: lo dimana?

Rena menghela napas kesal kembali. Ia bangkit, meraih tasnya dan menyampirkan di bahu, lalu keluar kelas. Melangkah menuju perpustakaan.

Sampai di sana, Rena langsung menuju rak buku biologi. Setelah mencari-cari dan membaca sedikit, Rena mengambil satu dan membawanya menuju daerah membaca di perpustakaan. Lalu matanya melotot melihat manusia yang duduk menatapnya dengan wajah yang sangat-sangat menyebalkan.

"Lo! Lo kenapa nggak balas chat gue dan bilang kalo lo lagi di sini? Gue nunggu lo satu jam! Dan lo enak-enakan di sini?" Rena melotot kesal. Ia mencubit kesal lengan cowok itu sampai membuat cowok itu mengaduh.

"Gimana, enak nggak nunggu?" Pertanyaan dengan nada santai itu semakin membuat Rena jengkel. Ia bersiap mencubit cowok itu kembali, namun niatnya terhenti karena cowok itu menangkap tangannya.

"Gue tahu kok lo chat gue. Cuma gue sengaja aja nggak balas. Nunggu reaksi lo. Dan dugaan gue benar." Senyuman menyebalkan itu terukir di bibirnya.

Rena menggeram. "Sengaja lo bilang? Lo tahu tai kan, Ga?" Rena menahan kesalnya.

Raga tertawa geli, lalu melepaskan tangan Rena yang sudah ia tahan. "Tahu. Yang keluar dari pant--"

"Jorok!" potong Rena sambil menoyor kepala cowok itu.

"Loh benar, kan? Tai kan keluar dari lubang pant--"

"Jorok gue bilang! Udah nggak usah bahas tai!" Sekali lagi Rena memotong ucapan cowok itu.

"Yang bahas duluan siapa." Raga berucap pelan.

Rena memutar sedikit tubuhnya ke samping. Menumpukkan dagunya di ataa buku biologi yang ia ambil tadi. "Ga, kali ini gue benar-benar serius! Gue moh--"

"Nggak usah serius-serius, Na. Ntar lo sakit hati." Raga dengan cueknya berkata begitu.

Dengan senang hati cubitan penuh kesal itu mendarat di lengan Raga. Raga melotot, mengusap lengannya yang berkedut nyeri.

"Dengerin dulu! Lo udah tahu sebelumnya. Dan kali ini gue serius. Gue mohon sama lo, lo tolong bantu gue selesain amanah dari Bu kepsek. Sampai UN aja, Ga. Setelah itu, kita berdua sama-sama bebas. Bukannya lo juga bisa benerin nilai lo yang anjlok itu?"

Raga bergeming. Tangannya masih asik memainkan game di ponselnya.

Rena kesal. Lalu menarik paksa ponsel cowok itu hingga membuat Raga menoleh kesal. "Lo dengerin gue nggak sih?!" tanya Rena dengan jengkel.

Shoplifting HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang