Heureux

106 16 6
                                        

POV Author

Kasih sayang tak akan datang melambaimu kedua kali, tetapi rasa sakit bisa melakukan itu, sanggup menutup, menghimpitmu sekuat tenaganya, hingga nafasmu terengah dan tak mampu menolaknya datang. Hingga akhirnya menjauhi kasih sayang yang kau siakan

Arsy Aglaë Adhelard adalah anak tunggal dari Nadia Kuna Natamana dan Kamoga Adhelard. Nama ini tentunya tidak serta merta turun dari langit begitu saja, karena blasteran, jelas jika Arsy sangatlah cantik, perpaduan Francis dengan Indonesia. Tinggi semampai dengan rambut pirang, bola mata coklat memblalak. Serta hidung mancung dengan tubuh putih bersih, merupakan hasil perpaduan yang amat sempurna.

Namun semua kesempurnaan itu tidak selaras dengan rutinitas keseharianya. Ya, bagaimana memang itulah adanya. Walaupun hari-harihanya dipenuhi dengan membantu Ibunya, Arsy selalu tampak bahagia dan menikmati itu semua. Tidak ada risau ataupun keluh keluar dari mulutnya, semua ia jalani dengan suka cita.

Setiap pagi harinya, ketika liburan telah tiba, ia selalu membantu ibunya untuk mengantar pesanan bunga di toko. Walaupun ada tiga kariawan yang siap siaga untuk mengantar, Arsy tidak segan untuk terjun langsung ke luar untuk mengantar sendiri pesanan itu. Menurutnya kepuasan pelanggan merupakan harga yang harus dibayar dengan kesungguhan hati, bukan hanya di ukur dari uang yang diterima.

----------------

Hari ini rutinitas dimulai kembali, menebar senyum setiap saat dengan tulus, penuh aura kebahagiaan yang membara hingga membuat mukanya merah merona

"Ibuu....Ibuuuu.....Ibuuuuuu" Arsy berteriak seraya memanggil Ibunya yang sebenarnya tak jauh darinya.

Ibunya melambaikan tangan sambil memberikan isyarat agar Arsy tidak terus berteriak.

Arsy berjalan mendekati.

"Berhenti beteriak seperti itu Sy, kau tahu umurmu sudah bukan anak tiga belas tahun lagi" Ibunya menggeleng-gelengkan kepala melihat Arsy.

"Kau tidak malu ada berapa kariawan ditoko ibu ini?"

Arsy mengangguk. "Kenapa aku harus malu Arsy meledek.

Aku punya ibu secantik ini, apa yang bisa membuatku malu?"

Ibunya tersenyum kemudian mengambil bingkisan bunga dan memberikanya pada Arsy. Bingkisan yang sedari tadi sudah dipersiapkan untuk diantar kepada pelanggan.

"Seperti biasa yaa?"

"Yess mère Arsy mengernyit. Aneh tidak pernah terlihat ada orangnya, terus kenapa selalu pesan bunga, marè?"

"Entah, tapi sudahlah antar bunganya dengan baik, ibu tidak mau dapat teguran lagi"

Ibunya tersenyum lalu sibuk kembali dengan bunga-bunga didepanya.

"Baiklah" Arsy melenggang pergi dengan sepeda kesanganganya. Tanpa bertanya dengan pertanyaan yang sama kepada Ibunya. Walau dalam hatinya masih gusar antara aneh dan tidak tahu apa maksud pemilik rumah itu.

Tak lama kemudian Arsy sampai didepan rumah pemesan bunga. Rumah megah dengan dua batang tiang besar didepan dengan relief ala Roma. Ditambah rindangnya pohon bakau yang membuat sejuk serta nyaman suasana. Batu yang terjajar rapi dengan susunan melingkar menutupi vas bunga di setiap sisi taman, ini semua menjadikan taman begitu elegan. Ketika masuk yang pertama memanjakan mata adalah pemandangan hijau dari pohon yang ada di sana.

Semua terasa sempurna perpaduan arsitektur ala Roma clasik yang jauh dari kata membosankan. Dengan warna dominasi putih dan pohon yang ditata rapi di plataran. Rumah impian setiap orang dengan fasilitas yang super mewah seperti kolam renang, perpustakaan, taman, ruang tamu besar, perkebunan buah, ruang olahraga, tempat yoga, semua tertata rapi dan bersih. Dengan dua belas pembantu yang senantiasa siap siaga untuk menjaga 24 jam. Tidak dapat dibayangkan betapa bahagianya orang yang mempunyai rumah seperti ini.

Setelah sampai Ia melamun melihat rumah itu dari depan, dan terdiam cukup lama.

"Ahhh sudah aku terlalu banyak mengahayal akhir-akhir ini"

Setiap mengantar bunga Arsy tidak perlu permisi ataupun minta ijin, itu termasuk permintaan pemilik rumah. Ia hanya harus menaruh bunga itu di meja lalu kemudian pergi dengan segera, sebab bunga itu sudah dibayar lewat transfer setiap bulannya.

Bunga itu diletakkan di meja yang tidak terlalu besar dengan sisinya terdapat lapisan emas. Terasa berlebihan untuk ukuran meja yang hanya ada bunga di atasnya.

"Kenapa aku selalu merasa aneh? rasanya nyaman sekali disini". Sambil berjalan keluar rumah itu, untuk mengambil sepeda. Dalam hati Arsy ia masih merasakan aneh, rumah itu seperti memberikan rasa kenyamanan yang luar biasa berbeda. Seakan sudah seperti rumah sendiri ketika berada disitu. Seharusnya Arsy tidak merasakan apapun, sebab bukan hanya rumah itu ia mengantar pesanan bunga. Harusnya setiap rumh yang Arsy datangi menimbulkan rasa yang sama.

Terlalu banyak yang harus ia antar bunganya, namun hanya rumah itulah yang terasa janggal. Bukan hanya soal pesanan bunga, namun sepinya rumah yang katanya terdapat 12 pembantu yang sebenarnya jarang terlihat.

Setelah selesai meletakakan bunga Arsy berjalan keluar, mengambil sepeda dan mulai mengayuhnya. Dia menoleh kekanan dan kiri, walaupun tidak ada satu orang pun disana yang terdengar.

Pertengahan perjalanan berlalu tiba-tiba Arsy mengerem sepedanya, tersadar dari lamunan ringannya.

"Tadi sepertinya mejanya dipindah posisi? bukanya pemiliknya tidak suka jika ada perubahan apapun Ia menjentikkan jarinya di pegangan tangan pada sepedanya.

Ahh mungkin perasaanku saja" Arsy kemudian mulai mengayuh sepeda kembali.

Dulu kabarnya memang ada empat pembatu yang dipecat, dua diantaranya berada didapur, kesalahanya pun tidak masuk akal, hanya karna salah menempatkan gelas. Dua yang lainya bagian kebun, ini lebih tidak masuk akal karena memotong rumput terlalu pendek. Pertanyaan yang muncul adalah siapa orang yang mengkoreksi semua perkerjaan rumah itu setiap hari. Tidak banyak orang yang tahu siapa pemilik rumah itu, tapi rumor beredar pemilik rumah adalah seorang kakek tua berkebangsaan Brazil.

Sementara itu, cerita yang masih terpatri dalam benak masyarakat sekitar adalah mobil mewah yang datang lima tahun sekali. Entah yang datang kerumah itu, orang sekitar tidak ada yang berani untuk mencari tahu. Karena pemilik rumah sering memberikan santunan untuk kegiatan-kegiatan sekitar.

Jadi wajar jika orang-orang hanya membiarkan saja, sebab takut pemilik rumah itu tidak membantu warga sekitar lagi karena prefesinya diganggu. Toh selama ini tidak pernah ada yang merasa dirugikan apalagi menyeramkan dari rumah itu.

Tak lama kemudian Arsy sampai di Maison De Fleurs . Toko dengan gaya dan arsitektur Prancis. Toko yang tidak terlalu besar namun seluruh bagian dibuat dengan detail yang penuh pertimbangan. Mulai eksterior dilapisi dinding putih dan hijau dengan aksen warna upholstered cerah dihiasi wallpaper bertema botanik. Selain itu, lantai didominasi oleh kayu floorboards, sehingga memberikan kesan natural khas daerah pegunungan. Sesuai dengan kesukaan keluarga Adhelard yang berlatar belakang dari Francis.

Arsy yang tinggal berdekatan dengan Keraton Solo, Ibunya memang mempunyai beberapa rumah di Indonesia. Tetapi Ibunya lebih suka tinggal di Solo, dan tentu dengan alasan yang cukup penting.

Arsy mahir dalam empat Bahasa yaitu Jawa, Indonesia, Prancis dan Inggris. Walaupun ia lama di Francis namun aksen bicaranya tidak kalah dengan orang Jawa pada umumnya. Itu semua karena didikan orang tuanya sejak kecil, yang memperkenalkan budaya sejak Arsy kecil makanya dia tidak hanya sekedar tahu. Arsy juga sangat mencintai semua budaya yang di ajarkan oleh Nadia.

RécompenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang