'DIA'

183 35 186
                                    


Happy reading!😉

Aku terkekeh sendiri mengingat tingkah konyol Radit yang tengah merajuk di parkiran tadi untuk mengabulkan permintaannya pulang bersama.

Tapi mengingat sepulang sekolah nanti aku harus mengikuti rapat OSIS. Mana mungkin aku harus menyuruhnya untuk menungguku pulang yang pasti akan menghabiskan sekitar satu sampai dua jam-an.

Walaupun aku sudah menjelaskan alasanku sejujurnya tapi dia tidak peduli, dia bahkan dengan lantangnya meyakinkanku bahwa diakan menungguku. Membuatku tak enak hati.

"Eji!!" seruku bersemangat ketika mataku menangkap sosok Redzi yang tengah bersandar di daun pintu kelasku.

Yang disapa malah menaikkan alisnya tanpa mau bersusah susah merespon panggilanku membuatku mencibir.

"Sok ganteng lo!" semburku saat melintasinya lalu menuju ke arah kursiku meletakkan tas yang isinya tak seberapa.

"Apaan pagi pagi udah semprot orang ga jelas. Aneh lo," decaknya menghadapkan separuh badannya melirikku yang mengulum senyum.

"Yaelah-"

Ucapanku terpotong ketika melihat Garda datang berangkulan dengan Bima. "Garda! kemaren kenapa ga sekolah?"

"Sakit gue. Kenapa emangnya?" tanya Garda menyandarkan punggungnya di tiang berhadapan denganku .
"Ga nyangka gue lo bisa sakit juga"

Laki laki itu mendengus sambil memasukkan tangannya ke saku celananya.

"Sakit kan manusiawi, Fa." ucap Redzi disebelahku.

"Tapi kan Garda itu malaikat. Jadi gue pikir dia mana bisa sakit, Ji" selorohku setelah itu dua toyoran dari ke dua sisi kepala menghampiriku dari Redzi dan juga Bima.

"Wah Bim, lo dari tadi diem-diem sekarang malah noyor kepala gue, Bego!" sungutku.

"Perut gue mual pagi-pagi denger gombalan ga mutu lo," dengusnya sedangkan aku menyandarkan punggungku ke lengan Redzi yang tengah bersandar di pintu kelas.

Jadilah kami sandar-sandaran.

"Kayanya lo lagi morning sick deh," ucapku dengan tampang sok polos.

"Anjir Fa. Gue cowok normal!!" erang Bima yang dihadiahi tawaan dari Redzi, Garda dan juga anak anak yang kebetulan sedang lewat di depan kelasku.

"Cowok juga bisa morning sick kok, gantiian istrinya. Ah... ntar kalo gue nikah sama lo aja deh. Jadi gue ga perlu ngalamin morning sick," ucapku ngasal.

"Ogah, gue kalo nyari istri juga pilih-pilih kali, Fa."

"Yaudah, kalo lo ga mau, gue nikahnya sama Garda aja. Iya kan Gar?" tanyaku yang dibalas anggukan geli oleh Garda yang tak menyembunyikan kekehannya.

Sedangkan Redzi memutar bola matanya menyikut punggungku yang bersandar kepadanya membuat tubuhku condong ke arah depan bertepatan dengan laki-laki yang akan ke luar dari kelasku.

Aku bisa merasakan kedua tangannya memegangi lenganku menahannya agar tak jatuh. Aku pun dengan kikuk menegakkan badanku lalu memberikan cengiran aneh padanya.

Laki-laki itu hanya menatapku datar tapi ada sesuatu yang aneh dari sorotnya dan aku tak apa itu. lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun dia pergi meninggalkanku yang mengusap-usap tengkukku salah tingkah.

"Kenapa Kafka ga lo goda juga?" ucapan sinis dari mulut Redzi sukses membuat mataku mendelik padanya. Akupun memukul lengannya kuat membuatnya meringis.

"Gara-gara lo sih! Ga enakkan guenya." sungutku lalu menyandarkan punggungku kembali di lengan Redzi.

Ku dengar decakan yang keluar dari mulut Redzi membuatku menatapnya bingung.

SeravianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang