Happy Reading! 😉
-
-
-Ulfa mengernyitkan matanya ketika telinganya menangkap suara pintu yang berderit terbuka. Ia mengerjapkan matanya cepat mengembalikan kesadarannya yang masih mengambang.
Ia menoleh saat seorang perawat masuk tersenyum padanya membuatnya tersadar.Dengan cepat, Ulfa memutar kepalanya menatap Kafka yang kepala dan lengannya yang terbalut perban.
Ah... kecelakaan kemaren.
Ulfa hanya terdiam ketika perawat lelaki itu memeriksa keadaan Kafka. Matanya masih menatap kosong antara masih mengumpulkan nyawanya dan...
Apa?
Ia seperti sedang melewatkan sesuatu tapi ia bingung hingga bunyi pintu tertutup menyentaknya.
Merasa ditatap, Ulfa mendongakkan kepala hingga tatapannya bertemu dengan manik mata Kafka, yang tak mengalihkan perhatiannya.
Dengan bibirnya yang kering pucat, lelaki itu tersenyum lembut padanya membuat Ulfa terhanyut.
Jarang-jarang kan Kafka nebar senyum gitu.
"Lo gak apa-apa?"
Kafka mengedikkan bahunya sambil tersenyum kecil. Tatapannya tak teralihkan dari wajah Ulfanya.
Ulfanya?
Hah, bahkan dirinya bertindak bahwa Ulfa adalah miliknya.
'akan'
Ya seperti itu,
"Makasih dan maaf buat lo," ucap Ulfa kikuk tak tau harus bilang apa. Perasaan bersalahnya seketika muncul mengingat penyebab kecelakaan ini bersangkutan dengannya.
Andai dirinya mendengarkan Kafka terlebih dahulu. Pasti semuanya tidak akan berakhir seperti ini.Tapi kalau bisa dibilang kecelakaan ini takdir, tapi kenapa harus bersangkutan dengannya?
Ulfa menghembuskan nafasnya berat. Jarinya bertautan di atas pangkuannya, benar-benar kurang kerjaan.
Memangnya apa yang bisa dilakukannya di rumah sakit ini?
Ulfa melirik sekitar tanpa memedulikan Kafka yang tengah menatap gerak-geriknya dari tadi. Matanya tertuju pada sebuah power bank yang tergeletak di nakas tidak jauh darinya.
Ia akan beranjak saat ujung kaosnya ditahan oleh tangan Kafka, "mau kemana?"
Ulfa melirik tangan Kafka yang memegangi ujung bajunya seperti anak kecil yang tak mau ditinggal pergi oleh ibunya. Ah,imutnya...
Eh?
Apa-apaan!
Ulfa menggeleng-gelengkan kepalanya yang mulai konslet kemudian menoleh, "itu, gue mau pinjem power bank lo,"
Setelahnya, Kafka melepaskan tangannya membiarkan Ulfanya beranjak ke arah nakas lalu mulai men-charger ponselnya. Lama dia berdiri di sana sibuk dengan ponsel sialan itu, membuat Kafka menyesal membiarkan Ulfanya menjauh tak kembali duduk di sisinya.
Kadang perasaan memang serumit itu. Hh...
"Ughh..."
Mendengar lenguhan Kafka yang tengah berusaha untuk duduk, Ulfa pun lekas bangkit menghampiri Kafka membantu lelaki itu duduk.
"Lo bisa minta tolong sama gue, kalau butuh sesuatu."
Kafka mendongak menatap sepasang mata yang membuatnya terhanyut. Membimbing tangannya untuk keluar dari dunia kelabu yang tengah dijalaninya. Tatapan teduh yang membuat ketegangan di pundaknya mengendur. Tatapan yang seakan membawanya ke dimensi lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Seravian
RomanceKetika kau merasa diawasi dengan apapun yang kau lakukan hingga membuatmu tak nyaman. Tatapannya yang selalu membuat pikiranmu seketika kosong. Kau ingin menjauh tapi kau tak bisa. Bahkan untuk mengendalikan dirimu sendiri kau tak pernah mampu karna...