Ngumpul

36 12 40
                                    

Happy reading! 😉

-
-
--

Ini...

Otakku sudah memperingatkan untuk menjauh sedari tadi melepaskan pelukan lancangku pada Kafka walaupun sebelumnya aku dapat merasakan tubuhnya menegang tadi, tapi sekarang ia sudah rileks kembali sambil menepuk lembut punggungku membuat detak jantungku berpacu.

Tanganku terasa kaku walaupun otakku telah berteriak untuk mulai menjauh, berseru kalau ini salah.

Tapi... kenapa ini terasa benar?
Aku merasa nyaman dan merasa sudah pulang kerumah yang tepat.

Kafka mendorong lembut pundakku dengan kedua lengannya memberi jarak untuk melihat wajahku yang sudah dipastikan memerah dan kurasa sudah mencapai telinga.

Perbuatan bodoh apalagi yang kau buat, Ulfa!!

Ia melirik kedua lenganku yang melingkari lengannya  kemudian menaikkan alisnya padaku yang masih belum melepas pelukanku.

Aku ini..

Kenapa sih?

"sekarang waktunya latihan. Kalau mau lanjut nanti habis latihan ya," ucapnya lembut sambil menepuk puncak kepalaku yang masih terpaku.

"Terlalu merah..." ucapnya terkekeh dan langsung saja ku tepis tangannya yang hendak menyentuh wajahku kemudian berlari kedalam kamar Redzi. Membanting pintunya, dengan berderap aku menghambur di atas ranjang Redzi membenamkan wajahku di bantal guling dalam-dalam kemudian berteriak kencang.

Meneriaki kebodohanku...

Dasar bodoh!!

Suara tawa dari luar terdengar jelas di dalam kamar Redzi yang tertutup rapat. Tentu saja mereka menertawaanku. Rasanya aku ingin  ditenggelamkan saja ke dasar bumi...

Dengan nafas megap-megap aku menelentangkan tubuhku  menatap langit-langit kamar. Mengatur nafasku juga mengatur degupan jantungku.

Ini salah!

"Lo aneh banget sampe meluk-meluk Kafka segala, suka lo?" ucap Redzi membuatku berjengit mendapatinya yang berada di sebelahku sekarang ini.

Kapan dia masuk?

"Lo kenapa ga  ketuk pintu dulu baru masuk? Kaget gue!" Omelku padanya.

Redzi menaikkan alisnya tak percaya atas semburanku kemudian mendengus "ini kamar gue kalo lo lupa" ucapnya kemudian duduk di kursi meja belajarnya menghadap padaku.

"Udah, ga usah ngalihin. Jawab pertanyaan gue," ucapnya sok kalem.

Aku tak bisa untuk tidak memutar mataku mendengar perintahnya, "Gue gak meluk Ji, dia yang narik gue."

Redzi tertawa setelah mendengar alasanku. " Gak meluk tapi ga lepas-lepas ya" godanya membuatku jengkel setengah hati.

"Ga usah malu, lo kalo suka dia juga gapapa kok."

****

Lagi...

Aku terperangkap di ruangan terkutuk bersama makhluk bermulut rapat ini yang tenggelam dengan dunianya sendiri mengabaikanku yang lagi-lagi seperti orang gila.

Aku benar-benar merasa tak pantas di ruangan ini, melirik Kafka yang terfokus pada buku tebalnya membuatku mendengus.

Suara notif line yang berteriak membuatku berjengit kemudian meringis malu mendapat tatapan dari berbagai sudut oleh sipenggila buku sepantaran dengan Kafka.

Cih!

Akupun segera mengatur ponselku mode silent kemudian membuka grup chat yang sudah riuh dari tadi membuat getaran ponselku tak berhenti membuatku meletakkannya di atas meja.

SeravianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang