Any Problem?

42 1 0
                                    

Author POV

Matthew membawa Adelynn ke tempat dokter keluarganya. Adelynn di periksa di sana. Setengah jam berlalu sejak kedatangan mereka di tempat praktik dokter Thomas.

"Selamat Mr. Harvey. Pasangan anda positif hamil", ujar dr. Thomas begitu selesai memeriksa. Matthew tersenyum licik.

"What??" Ujar Adelynn dari balik tenda. Matthew tak peduli.

"Saya sangat berterima kasih, dok. Sepertinya saya akan segera menikah", Matthew bangkit menjabat tangan dr.Thomas.

Wajah Matthew berseri-seri sedangkan Adelynn masih ternganga. Wajahnya pucat pasi begitu mendengar kata hamil. Matthew tak perduli. Ia segera membawa Adelynn menuju mobilnya. Hanya ada nyanyian kecil dengan suara berat Matthew di sana sampai Adelynn membuka suara.

"Sepertinya ada kupu-kupu berterbangan di perutmu" Ujar Adelynn kesal sambil menatap Matthew yang bernyanyi kecil.

"Ahh.... Ya... Kau tahu? Mereka mulai menggelitiki perutku" balas Matthew dengan tatapan fokus ke depan. Ia masih tersenyum. "Dan kau tahu berita terbaiknya?" Ia menatap Adelynn sekilas. "We're getting married!" Ujarnya ceria.

"Dengar, Matt. Aku tak tahu ini anakmu atau anak siapa..." Ujar Adelynn menggantung.

CIIITTTTTT

Matthew menghentikan mobil mendadak di tepi jalan. Senyuman di wajahnya mulai memudar.

"Matt! Kau gila!" Teriak Adelynn panik.

"Kau berhubungan dengan pria lain?" Ujar Matthew menatap Adelynn intens. Rahangnya mulai mengeras.

"Tidak... Bukan... Maksudku ini terdengar gila. Aku belum siap menikah dan punya anak. Bahkan aku tak merasa bahwa sedang ada bayi tumbuh di perutku..."

"Dengar, nona. Aku tak peduli apapun pendapatmu. Yang ku tahu aku akan segera menikahimu..." Ujar Matthew tak ingin dibantah. Tangan dan kakinya siap melajukan mobil yang mereka naiki. Adelynn menghela nafas panjang.

"Kau tak mau, kan, perutmu membesar sebelum kita menikah!?"

"BIG NO!" teriak Adelynn.

--------

Seorang pria tampak sedang menunggu dengan gelisah di parkiran toko tempat Adelynn bekerja. Bibirnya mengapit sebatang rokok dan menghembuskan asapnya kasar. Ia kembali melirik jam tangannya.

"Hai... Sudah lama?" Ujar seorang wanita yang tiba-tiba menghampirinya.

"Kau tahu? Sudah setengah jam aku menunggu di sini..." Balas pria itu sambil membuang puntung rokok dan menginjaknya.

"Ayolah, Matt..." Adelynn memutarkan bola matanya dan segera mengambil duduk di jok depan mobil Matthew.

"Sudah ku bilang kau tak usah bekerja."

"Sayangnya aku wanita paling keras kepala yang pernah kau temui, Matt" balas Adelynn sambil memadangkan sabuk pengaman.

"Aku tau. Bahkan panasnya gurun sahara takkan mampu meluluhkanmu... Tapi kau lupa dengan mata-mata di seberang sana" ujar Matt sambil mengarahkan dagunya ke toko yang segera diikuti mata bulat Adelynn. Adelynn menghela nafas panjang.

"Whatever..." Balas Adelynn malas.

Matt melajukan mobilnya ke sebuah tempat. Disana terpampang beragam gaun putih yang cantik di balik kaca. Di pintu masuknya tampak seorang wanita paruh baya menanti kedatangan mereka.

"Good morning, Matt... And...."

"Ad.. Adelynn, Maria." Ujar Matthew singkat.

"Nice to meet you, Ad." Sapa wanita itu sambil merangkul Adelynn dalam dekapannya.

"Nice to meet you, too." Balas Adelynn ramah.

"Tolong, panggil saja Maria..." Ujarnya tersenyum sambil mengarahkan Matt dan Ad.

"Aku perlu bantuanmu, Maria. Tolong ubah wanita ini jadi pengantinku...." Ujar Matt tanpa basa basi. Wanita pemilik toko itu tersenyum simpul tanda mengerti. Belum pernah Matthew mengajak wanita selain ibunya ke toko Maria.

"Mari..." Ujar Maria ramah pada Adelynn. "Kau ingin gaun seperti apa, Ad?" Tanyanya begitu tiba di sebuah kamar besar yang berisi puluhan gaun pengantin beragam warna.

"Aku bahkan tak ingat aku akan menikah..." Jawab Adelynn dengan dahi berkeru. Maria terkekeh.

"Kau mau yang seperti apa? Mungkin aku bisa membantumu..." Tanya Maria ramah.

"Sederhana?..." Ujar Adelynn tak yakin. Maria hanya menggangguk dan meminta Adelynn untuk menunggu.

Tak lama Maria membawa sebuah gaun putih dengan model sabrina. Lengannya 3/4 terbuat dari lace. Sangat indah...

"Cobalah... Aku yakin cocok untukmu..." Ujar Maria disambut anggukan oleh Adelynn.

-------

Matthew yang menunggu di bagian depan toko sibuk dengan ponselnya. Sampai sebuah pintu terbuka...

"Matt, bagaimana menurutmu?" Ujar Adelynn malu-malu sambil memegang gaunnya. Matthew terkesiap.

"Baguskan?" Ujar Maria dari balik pintu.

"Hmm.. Ya.. Tapi apa tak terlalu sederhana? Kau tahu, kan, ini pernikahan siapa?" Ujar Matthew sambil berjalan ke arah Adelynn dan Maria.

"Tidak, Matt. Aku yang memilih gaun ini. Jangan salahkan Maria."

"Okay. As you want, Mrs. Harvey" ujar Matthew sambil mencium tangan Adelynn. "We'll take it.." tambahnya tersenyum. Sudah pasti pipi Adelynn memerah sekarang.

"Okay..." balas Maria yang tersenyum melihat tingkah pasangan itu.

--------

DDRRRTTTTT

Ponsel di dalam saku jas Matthew tak henti-hentinya bergetar sejak 10 menit terakhir. Ia terlalu sibuk menyimak laporan keuangan dari pegawainya.

"Maaf, Pak. Mr. Jhon Harvey sedang menunggu di ruangan Anda", ujar sekretaris Matthew berbisik.

"Hentikan. Meeting kita lanjutkan lagi besok...." perintah Matthew. Ia meraih sebuah kotak transparan dalam saku jasnya. Ia pasangkan sebuah cincin di jarinya dari kotak itu kemudian segera menuju ruangannya.

Begitu pintu terbuka, tampak seorang pria paruh baya sedang berdiri menghadap kaca di balik meja kerja Matthew. Tatapannya begitu tajam, memandang gedung-gedung bertingkat di luar sana. Garis-garis di wajahnya terlihat jelas mengatakan bahwa ia sedang marah.

Matthew tahu betul maksud kedatangan sang kakek. Matthew tak pernah menyukai kakeknya itu meskipun ialah yang mewariskan sebagian harta yang dimiliki olehnya sekarang. Bagi Matthew ia tak lebih dari seorang 'Pekerja kotor'.

"Ku dengar kau menikah..." ujar Jhon menyindir sambil melirik cincin di jari Matthew.

"Ya... Beberapa hari yang lalu tepatnya..." balas Matthew seraya menghempaskan tubuhnya ke sofa.

"Kau tak berniat mengundangku?"

"Maaf, aku tak sempat memberitahu kakek.." ujar Matthew memijat pelipisnya.

"Kau tak bermaksud buruk, kan?" balas Jhon yang sudah duduk di hadapan Matthew.

"Aku tak mengerti maksud kakek..."

"Kau pikir aku tak tahu? Come on, Matt. Aku tahu segalanya...."

"Ku harap Kakek tak mencampuri urusanku." Jhon tertawa renyah.

"Kau yang sudah mencampuri urusanku, Nak... Dan aku takkan tinggal diam." Ujar Jhon dingin seraya pergi.

Matthew terhenyak. Ia tahu bahwa Jhon tak pernah main-main. Ia sudah putuskan untuk tetap berjuang. Meskipun lawannya adalah kakeknya sendiri. Matthew segera meraih ponselnya.

"Awasi kakek. Jangan sampai lengah! Dan segera siapkan pesawat, aku akan berangkat malam ini juga" ujarnya kepada seseorang di balik telepon.

----------

to be continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Husband for Ms.WoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang