Chapter 4 - Why???

500 55 3
                                    




Hening. Hyukjae menggertakan giginya, memilih fokus menatap jalanan agar tidak dia kacaukan saat itu juga. Kenapa jawaban wanita ini membuat emosinya tersulut? Suasana dingin itu berlanjut hingga mereka sampai di kediaman orang tua Hyukjae. Pria itu benar-benar tidak mengizinkan Nara pulang untuk menemui keluarga dan Heechul.

"Kalian sudah datang?" sambut Yuna dengan senyum merekah dan pelukan hangat.

"Eomma, apa kabar?" Nara tersenyum menatap ibu mertuanya, melupakan perasaan sedihnya karena tidak bisa pulang menemui ayah, ibu juga adiknya.

"Baik. Kami semua baik. Ayo masuk."

"Dimana Appa?" Hyukjae ikut bersuara ketika mereka duduk santai di ruang tengah.

"Sedang bermain golf bersama teman-temannya. Mungkin sebentar lagi dia pulang." Yuna menatap Nara yang duduk di samping Hyukjae. "Bagaimana? Apa kau sudah isi?"

Alis Nara mengerut, tidak paham dengan pertanyaan Yuna. "Isi??" dia menunduk ketika Yuna menunjuk perutnya. Kenapa dia harus malu? "E.. itu.. belum." tentu saja, bagaimana dia bisa hamil jika suaminya sendiri mencekokinya dengan obat pencegah kehamilan?

"Eomma, jangan memaksa kami untuk menghasilkan cucu. Aku dan Nara masih sibuk bekerja, jika kami memiliki anak nanti tidak akan ada yang mengurusnya." timpal Hyukjae sekenanya. Yuna memang selalu membahas cucu ketika menghubungi mereka.

"I.. iya, Eomma. Kami masih sama-sama sibuk." Nara ikut berkomentar, mengiyakan dengan perasaan tidak rela –sebenarnya.

"Aku dan ibumu bisa membantu menjaga dan merawatnya." sanggah Yuna lagi.

Hyukjae beranjak, malas jika sudah mulai ditanyai perihal anak. "Aku ke atas dulu."

Nara membungkukkan badannya, tersenyum tidak enak pada Yuna. "Maaf, Eomma. Kurasa dia sedang lelah. Nanti aku akan bicara dengannya."

Yuna hanya mengangguk. Menatap punggung kedua anaknya dengan kepala menggeleng. Sikap puteranya belum sepenuhnya berubah. Masih suka seenaknya sendiri.

"Lee," tegur Nara setelah mereka berada di dalam kamar. "Kau tidak harus bicara seperti itu pada Eomma. Setiap orang tua yang melihat anaknya menikah pasti menginginkan cucu."

Hyukjae berbalik dengan mata nyalang. "Lalu, kau mau aku bersikap sok baik dan seolah memberikan harapan pada mereka? Kuberitahu, aku benar-benar belum ingin memiliki anak untuk tahun pertama kita menikah."

"Ya, aku tahu. Aku bahkan tahu kau sengaja memberiku pil sialan itu agar aku tidak mengandung anakmu!"

"Setidaknya kau bisa berkata lebih halus." Nara membalas pelan setelah berhasil menekan emosinya yang nyaris meledak. Dia meletakkan tasnya di sofa. Berjalan pelan ke hadapan Hyukjae untuk membantu melepaskan dasi.

Pria tersebut menunduk, masih dengan emosi yang tersisa. Dirinya membiarkan wanita itu berbuat semaunya. Hanya melepaskan dasi dengan kepala sedikit mendongak. Tidak ada senyum seperti semalam atau wajah tersipu yang dia lihat pagi tadi. Wajah istrinya datar, nyaris tanpa ekspresi. Matanya mengikuti gerak tubuh Nara yang bergerak menjauh, menanggalkan kemeja putih yang melapisi kaus longgarnya. Duduk disofa, melepas sepatu.

"Jika kau marah padaku, sebaiknya jangan lampiaskan itu pada ibumu." ucapnya tanpa mengangkat kepala. "Aku minta maaf jika aku memiliki salah padamu, meski aku sendiri tidak tahu persis dimana letak kesalahan itu. Kuharap kau bisa lebih menjaga emosimu. Kau sendiri yang mengatakan padaku aku harus berpura-pura hidup dengan baik denganmu. Berdoa saja aku tidak melarikan diri suatu hari nanti saat tiba waktunya rasa lelahku tidak bisa lagi kupertahankan."

REMEMBER YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang