.Menunggu, kau pikir menunggu itu menyenangkan. Aku mengitari lapangan basket ini sudah lebih dari 30 menit. Menghabiskan segelas milkshake dingin dan sebuah cupcake toping strawberry kesukaanku.
"Dia pikir dia siapa. Menyuruhku datang ketempat ini dan menunggunya." Aku mendrible bola basket dan melemparkannya kedalam ring. "Ah!" gerutuku saat bola berwarna orange itu tanpa sedikitpun menyentuh ring.
"Tubuhmu bahkan tidak dapat mencapai bahuku."
Aku berputar 180 derajat dan melihat Song Minho atau Mino panggilan akrabnya yang tersenyum dengan santai berjalan kearahku. Bukankah dia sangat menyebalkan, dia orang yang membuatku menunggu ditempat yang sepi ini dan membuang waktu 30 menitku yang berharga.
Aku masih tetap berdiri ditempat dan memicingkan mataku menyambut kedatangannya.
Dia semakin mendekat dan memelukku tiba-tiba. Kedua lengan kekarnya melingkar sempurna dileherku. Mendekapnya erat tanpa menghiraukan degup jantungku yang berdebar begitu cepat dari biasanya.
Aku langsung mendorong tubuhnya sekuat tenagaku. "Hei!" Mino melepaskan pelukannya padaku walaupun itu bukan karena kekuatanku yang mendorongnya, tetapi karena ia tahu jika wajahku tepat didepan dadanya. Dan dia pasti kasihan padaku karena aku bisa kekurangan oksigen karena dia mendekapku terlalu erat.
"Itu menyenangkan." Dia terkekeh mengejekku.
"Menyenangkan? Maksudmu mengintimidasiku dengan tinggi tubuhmu itu, huh?!" Aku menyilangkan kedua tanganku didepan dada merasa kesal.
Mino tertawa dengan keras, sampai-sampai dia memegangi perutnya. Ya Tuhan... bahagia sekali dia karena telah membuatku menderita.
Aku berjalan meninggalkannya menuju tempat duduk disamping lapangan tanpa memedulikan Mino yang tersadar ketika aku sudah jauh beberapa langkah darinya.
"Hei! Jisoo-ya. Kim Jisoo!" Dia memanggil namaku, menyusulku lalu mengikutiku duduk disebelahnya. "Kau sangat lucu. Aku menyukainya."
Aku membuang muka tanpa mendengarkan ucapannya.
"Jika kau marah, kau semakin terlihat cantik." Katanya membujukku.
"Bukankah Kang Seulgi lebih cantik dengan tubuh tinggi dan sexy, pintar menari dan bernyanyi. Suaranya tidak akan berubah menjadi sumbang hanya karena ia bernyanyi sambil menari, anak seorang konglomerat kaya di Korea, dan pastinya tidak akan pernah mati gaya." Ucapku ketus.
"Kenapa kau harus membicarakan dia." Mino berkata dengan suara berat yang menjadi modalnya ketika ia melantunkan rentetan lirik rap. "Jisoo, dengarkan aku. Aku tidak pernah membandingkanmu dengan siapapun tak terkecuali Kang Seulgi. Kau adalah kau, aku tidak pernah menuntutmu untuk menjadi dia atau siapapun. Kau sangat lucu, senyum mu sangat manis, aku suka ketika memeluk mu, melihat ekspresi wajah mu saat terkejut, melihat bulatan retina mata mu, aku suka memelukmu dengan cara seperti tadi karena aku berharap kau dapat mendengar debaran jantungku yang selalu berdebar dua—oh tidak bahkan tiga kali lebih cepat saat bertemu denganmu."
Aku menoleh dan menatap Mino perlahan, tatapan matanya yang tajam dan memang selalu tajam seolah menyisyaratkan jika dia benar-benar mengatakannya dari hatinya yang terdalam.
"Aku menyukaimu, karena kau adalah wanita biasa yang membuatku merasa menjadi seorang pria luar biasa." Mino tersenyum dan membelai lembut pipiku.
Aku tersenyum padanya, —sebuah senyum ketenangan mungkin. Aku bukan tipe wanita yang suka diberi pujian, tapi kata-katanya tadi membuatku merasa bangga menjadi diriku yang sekarang.
Suasanapun hening Mino menghembuskan napasnya pelan, mengalikhan pandangannya dariku. Ia melipat kedua tangannya dibelakang kepala dan menyenderkannya disenderan kursi lalu menengadahkan kepalanya keatas melihat langit yang berwarna biru – jingga.
"Aku menyayangi Kim Jisoo karena dia bertubuh pendek dan kecil, suka marah-marah, yang hobinya memainkan gitar dan membaca komik, tapi sukses menjadi seorang penulis dan menjadi kekasihnya Song Mino." Ucap Mino dengan berteriak.
Aku tertawa melihat tingkahnya, aku memukul-mukul kecil tepat dilengannya karena dia terus mengatakan hal-hal konyol lainnya tentang diriku. Dia mengaduh tetapi terus melanjutkan aksinya.
"Kim Jisoo itu jelek, dia tidak pernah memakai make-up. Tapi dia tetap terlihat cantik tanpa itu semua. Ia hanya menggunakan t-shirt kebesaran berwarna putih polos dan short pants dan sepasang sneakers namun ia tetap cantik."
"Hei! Hentikan. Yang terakhir itu karena kau mengajakku ketempat ini jadi aku hanya memakai baju seadanya, aku kira kita akan bermain basket."
Langit pun tertawa,
Baginya aku adalah matahari yang selalu membutuhkan langit..
komen juseyooooong^^
tunggu ff ku selanjutnya yaaa