seven

31 4 0
                                    

     Hujan punya banyak cerita tentangku.
     Sama seperti sekarang, aku sedang duduk di halte busway dekat kampusku sambil membaca novel menungu hujan berhenti turun itulah kebiasaanku tanpa menghiraukan keluh kesah orang tentang hujan itulah aku yang sekarang cuek dengan keadaan.

   Sebuah mobil berhenti di depan halte busway, keluar seseorang membawa payung menghampiri gadis yang sedang duduk membaca novel

     "Mau pulang?" tanya cowok itu kepada cewek yang sedang duduk membaca novel

     Aku terkejut mendengar suara itu tanpa mengalihkan pandanganku yang membaca novel,
"Revan... " batinku melihat orang yang ada di depanku.

***

     "Hatssyyiii... "

     "Loe bisa sakit juga.... "
Ucapan itu di lontarkan Ian saat berkunjung ke kamar Ana. Ian mengunjungi Ana yang tiba-tiba sakit. Pagi tadi tubuh Ana mendadak demam dan kepalanya pusing, seolah baru di timpa beban yang sangat berat. Ana bahkan hampir jatuh pingsan saat hendak sarapan. Saat di periksa, ternyata suhu tubuhnya mencapai hampir 39 derajat Celsius! Mama menyuruhku untuk beristirahat dan melarangku pergi ke kampus. Aku yang tadinya ingin memaksakan untuk tetap pergi akhirnya tidak bisa melawan kemauan papa. Bahkan mama dan Ian juga hanya bisa mengangguk mengiyakan saat papa memintaku untuk istirahat di rumah selama sakit.
     Setelah diperiksa dokter dan di beri obat, suhu tubuhku mulai menurun. Tapi, masih berkisar di angka 38 derajat celsius. Kepalaku juga masih terasa berat, sehingga aku hampir-hampir tidak bisa berjalan. Aku pun mulai sering bersin dan hidungku mulai tersumbat. Terpaksa aku berbaring di tempat tidur.

     Ian meraba dahiku yang terbaring lemah di tempat tidur dengan memakai selimut.

     "Masih panas, " katanya "By the way, lo sebenarnya kemaren kemana sih? Pulangnya sampai malam? Gue cariin di kampus gak ada? " tanya Ian yang belum puas dengan jawaban Ana kemarin.

     "Kan udah di bilang ada tugas."

     "Tugas apa? Kok tampang lo kayaknya sedih waktu pulang?

     Aku memang sempat bertemu Ian saat baru saja pulang. Ian sempat menanyakan keadaanku yang saat itu basah kuyup, tapi, tidak lama karena aku harus cepat-cepat mengganti pakaianku yang basah. Ian pun langsung masuk ke kamarnya dan tidak keluar-keluar lagi sampai pagi.

     Rupanya Ian sempat memperhatikan wajahku saat itu. Memang, aku tidak bisa menyembunyikan persaanku. Sepanjang jalan pulang, aku berjalan di bawah guyuran air hujan, sehingga air mataku langsung terhapus butir-butir air yang turun dari langit.

     "Ya udah deh kalau loe gak mau jawab. Gue akan jaga loe sampai sembuh. "

     Mataku tertuju pada bubur yang di buat mama, untuk sarapan. Mama sendiri baru saja keluar dari kamar setelah mengantar bubur itu karena mama harus pergi ke kantornya dan sempat menanyakan kepada Ian kenapa tidak pergi?  Ian hanya menjawab ingin menjaga Ana sampai sembuh sama seperti Ana  dulu yang menjaga Ian sampai sembuh.

     "Loe mau sarapan? " tanya Ian yang melihat pandanganku

     Tanpa aku menjawab Ian langsung menyuapiku dengan bubur buatan mama.
     Dulu aku sering nyuapin Ian waktu sakit sampai sembuh karena Ian yang sering sakit dan sekarang aku yang sakit.

     "Kalau loe ada masalah yang tak bisa loe selesaikan, kenapa loe gak cerita aja sama gue, mungkin gue bisa bantu" tanya Ian lagi karena dari semua pertanyaannya tak ada satu pun yang terjawab olehku

     Dalam hati aku menyesal mengabaikan peringatan Revan untuk tidak menembus hujan. Tapi, saat itu aku tidak punya pilihan lain.

     Aku cepat-cepat pergi dari halte, dan nekat menerobos hujan yang kembali membesar.

     Aku juga sempat mampir di sebuah danau dan duduk disana, air mataku menetes mengingat kenangan masa lalu, seakan seperti film yang sedang di putar ulang oleh benakku.

     Terbesit di benakku untuk mengakhirinya dengan melompat ke dalam danau tapi, seakan pikirkanku menghentikanku dengan mengingatkanku tentang sesososk cowok yang misterius menghampiriku waktu itu

     "Jangan pernah lari dari masalah karena masalah tidak akan selesai dengan sendirinya, hadapi dan jangan pernah lari"

    "Untuk apa aku mengakhiri hidup ini, so masalah tidak akan pernah selesai bahkan akan bertambah, belum lagi masalah di akhirat, dan bagaimana dengan mimpiku?" batinku yang akhirnya aku memutuskan untuk tidak melanjutkan niatku dan pergi pulang karena tubuhku terasa kedinginan.

HurtedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang