nine

14 1 0
                                    

    Revan yang harus kembali lagi ke kampusnya karena ada jam tambahan yang membuat dia harus mengikutinya.

     Walaupun tubuhnya berada di kelas tapi pikirannya akhir-akhir ini tidak bersamanya, kepikiran Ana terus menerus sampai Revan tidak konsen mendengarkan penjelasan dosen yang ada di depannya.

     "Bro, loe masih mikirin si Ana? Udah lah bro, daripada loe seperti ini lebih baik loe datang saja ke rumah nya, jelaskan semua yang ada dipikir loe saat ini. " nasehat Brayen sahabat Revan yang tau pasti seperti apa sebenarnya dia.

     "Tapi, terakhir gue ketemu sama Ana, dia menghindari gue!" jawab Revan frustasi.

     "Gue dengar Ian kembaran Ana udah balik dari Amrik, bagaimana kalau loe jelaskan saja sama dia. Mana tau dia bisa mencari jalan keluar nya. "

     " Apa yang telah terjadi selama 5 tahun ini Na? Kenapa? Seakan loe menghindar dari gue Na? Apa salah gue Na? Kenapa loe menjauhi gue, Na? Benar kata Brayen, gue harus menyelesaikan masalah ini sebelum loe pergi lebih jauh lagi!!! " batin Revan yang kembali bersemangat. "Thanks buat solusinya bro, loe memang sahabat sejati gue. " ujarnya sambil menepuk-nepuk bahu Brayen dan kembali mendengarkan penjelasan dosen yang sempat tertunda oleh pikirkan nya.

***

    Ian yang membukakan pintu rumahnya sendiri karena bi Ina sedang keluar dan betapa terkejutnya dia melihat siapa tamunya kali ini...

     "Cari siapa ya? " tanya Ian yang pura-pura tidak mengenali tamunya kali ini. memang benar Ian belum pernah melihat tamunya ini kecuali di dalam foto yang ada di kamar Ana.

     "Ma'af, bisa saya bertemu dengan Ana? Saya Revan temannya... " jawab Revan yang sedikit canggung karena melihat seorang cowok yang ada di rumah Ana, "siapa dia? Kenapa bukan bi Ina yang membukanya? Apa dia pacarnya Ana? Oh iya gue baru ingat kata Brayen kalau Ana punya kembaran, apa mungkin ini?" batinnya bertanya-tanya.

     "Oh, jadi loe yang namanya Revan? Untuk apa loe datang ke sini lagi? Belum puas buat adek gue menderita? " tanya Ian yang mulai terbawa emosi mendengar siapa tamunya kali ini yang ternyata dugaannya benar.

     "Ma'af, mungkin loe salah paham disini, gue kesini untuk menyelesaikan masalah bukan menambah masalah. Izinkan gue menemuinya sebentar saja. " mohon Revan agar Ian mau mendengarkan penjelasan dari dirinya.

     "Ma'af, saat ini Ana belum bisa ditemui oleh siapapun, oh iya, betapa berdosanya gue sampai lupa membawa seorang tamu masuk ke dalam, silahkan! tamu adalah Raja. " kata Ian yang baru menyadari kalau dia masih di depan pintu tanpa mempersilahkan tamunya masuk.

    Revan kembali dibuat bingung oleh sifat nya yang tadi begitu marah mendengar namanya dan sekarang begitu ramah mempersilahkan dia masuk kerumah setelah mendengar penjelasannya. Mungkin punya kepribadian ganda kali ya...

     "Jadi, saya ke sini ingin menjelaskan kesalahan pahaman yang membuat Ana ..." belum selesai Revan mengatakannya, Ian sudah duluan memotong percakapan Revan.

     "Tenang dulu bro, kita sebelumnya belum kenal, perkenalkan nama gue Alrian Dafha Mizha, loe bisa panggil gue Ian atau apalah bro dan satu lagi, loe gak usah pakai bahasa formal segala. " jelas Ian kepada Revan membuat Revan bingung dengan keadaan yang sekarang ini, seakan Ian sudah begitu lama mengenalnya.

     "Aneh, kenapa Ian begitu ramah pada gue? Padahal gue kan orang baru yang di kenalnya? Oh ya, dia kan kembaran nya Ana, so pasti sifat nya sama seperti Ana dulu waktu gue pertama masuk sekolah baru." batin Revan yang tersenyum menyadari sesuatu kalau dia lupa mengenalkan dirinya pada Ian.

     "Ma'af, gue melamun tadi, nama gue Revan Al- Gazali, loe bisa panggil gue Revan atau apalah yang enak didengar, dan gue teman SMA nya Ana. Salam kenal... "Balas Revan sambil menyambut uluran tangan Ian.

     "Teman SMAnya Ana? Perasaan gue gak pernah lihat loe lah di sekolah dulu, waktu gue masih di sana! Apa loe anak baru yang menggantikan posisi gue di sana? Jadi loe! Revan yang itu?" tanya Ian menunda percakapan mereka yang membahas tentang Ana sebelumnya.

    "Eh, bukan maksud gue menggantikan posisi lo karena lo lebih dari gue kira selama ini, lo tau dari mana? Ana yang cerita?" tanya Revan antusias mendengarkannya karena ia tau kalau orang yang dihadapannya adalah orang yang selama ini ingin ia temui setelah mendengar banyak cerita dari temannya dan gurunya di sekolah dulu tentang orang ini yang ternyata lebih hebat daripada cerita yang ia dengar.

     Melihat langsung sosok yang selama ini ia kagumi walaupun hanya sebatas mendengar cerita membuatnya ingin melebihi orang itu, tapi akhirnya ia tau kalau orang yang aslinya ternyata lebih hebat dari pada cerita yang ia dengar, membuat nya hanya bisa mencoba menjadi sahabatnya saja sudah cukup baginya. Cuma hanya dengan melihatnya berbicara saja membuatnya iri dengannya.

    "Gue iri sama lo Ian, ternyata loe lebih dari apa yang gue bayangkan hanya dengan melihat loe berbicara di depan gue saja, gue merasa tenang berada di dekat lo walaupun gue baru pertama kali bertemu dengan lo, apalagi pacar loe yang udah lama kenal sama lo mungkin sudah betah lama-lama dekat dengan lo dan tau pasti seperti apa loe sebenarnya... " batin Revan yang diam-diam merasa iri dengan Ian orang yang untuk pertama kali bertemu sampai ia lupa tujuan awalnya datang kerumah Ana.

     Mendengar kata " Ana yang cerita" membuat Ian kembali teringat akan masa lalunya bersama Ana dulu. Ana yang selalu cerita apapun yang terjadi walaupun Ian melihat dengan sendirinya kejadian itu, tapi Ana tetap cerita semuanya tanpa harus ada yang di tutupi satu sama lainnya.

     "Hm, Ana gak pernah cerita tentang loe Van, dan lagi selama gue di Amrik, gue gak pernah komunikasi sama Ana," jawab Ian yang nada bicaranya sedikit berubah, "lagian loe kan tau, teman gue kan banyak jadi bisa taulah perkembangan di sekolah lama gue" lanjut Ian yang sempat menghentikan pembicaraannya.

     Melihat raut wajah Ian yang sempat sedih dan kembali lagi seperti semula, membuat Revan merasa bersalah akan perkataannya barusan.

     Membuat suasana menjadi canggung, tapi bukan Ian namanya kalau tidak bisa mencairkan suasana.

     "Loe kuliah di mana?" Tanya Ian
     "Hm, gue kuliah di Trisakti, jurusan arsitektur bangunan"

     "Berarti loe kenal donk sama Brayen? Jangan bilang kalau loe sahabat baiknya Brayen?

     "Hm, kenapa loe bisa tahu?

   Jangan pernah ragukan seorang Alrian Daffa Mizha, seorang yang bisa tahu banyak hal tentang apapun itu bukan karena dia indigo yang bisa mendengar isi hati orang lain, tapi karena dia adalah orang yang aktif dimana pun dia berada kecuali masalah Ana yang sampai saat ini dia belum bisa memecahkan teka-teki tersebut.

     "Revan, Revan... Jangan pernah ragukan informasi dari gue, Brayen itukan dulunya teman gue. "

     "Oh iya, gue lupa, kirain loe gak pernah komunikasi lagi sama teman lama loe... "

      "Memang gak bisa diragukan lagi kehebatan ne anak" batin Revan

     "Kalau begitu, loe tahu donk masalah yang sedang di hadapi Ana sekarang? " tanya Revan spontan tanpa berpikir dahulu

    " Hahahahahaha, Revan loe pikir gue psikologi yang bisa tahu semua tentang pribadi orang lain? Gue cuma tahu orang-orang yang mau berbagi masalah dengan gue sedangkan Ana, setelah gue pulang dari amric, jangankan curhat sama gue, cerita aja gak pernah lagi, mana gue bisa tahu masalahnya dan gue tanya dengan orang terdekatnya dulu pada gak ada yang tahu masalah Ana... " jelas Ian yang berusaha tersenyum di depan Revan dan menyembunyikan kesedihannya tentang Ana.

    ***
Maaf yang menunggu lama atas kelanjutan cerita ini, walaupun author tau diri sih...
Selamat membaca...
Semoga kalian bisa menikmati jalan ceritanya yang bisa di katakan jauh dari kata bagus...

Jangan lupa vote + comment ya...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HurtedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang