CHOICE #7

1.3K 64 0
                                    

Justin McCann.
          Aku masih terus kesal dan berdiam diri seharian ini dengan Michael, sialan. Bajingan kecil itu memang selalu bisa membuatku kesal. 
          "Jadi, kapan dad bisa melamar Annie?" tanya Dad membuka pembicaraan kami, aku meletakkan garpu dan sendok yang ada ditanganku dan menghentikan aktifitasku sejenak. Aku berdehem dan menatap dad serius.
          "Kapanpun yang daddy mau, aku siap." ujarku membuat Michael menoleh, namun dia malah tersenyum geli.
          "Benarkah?" tanya mom ku antusias, aku menganguk lalu melanjutkan acara makanku yang sempat terhenti.
          "Ya, kalian bisa melamar Annie secepatnya, dengan begitu aku tidak akan tersisihkan oleh pria lain" aku menatap adikku dan menekan kalimatku, Dad melirikku dan Michael bergantian membuatku langsung mengubah ekspresiku. "Dengan begitu Michael punya teman untuk diajak bercanda bukan?" tanya Dad menggoda Michael, aku tersedak dan meminum air putih yang disediakan diatas meja dengan cepat.
          "Never, aku akan langsung membawa Annie ke apartemenku." ujarku, mom tersenyum sumringah.
          "Apa kalian akan berencana mempunyai little McCann dalam waktu dekat?" Aku hampir tersedak saat mom mengucapkan hal konyol seperti itu. Hell, tentu saja tidak. Aku akan membawa Annie jauh-jauh dari setan kecil ini, Michael maksudku. Aku hanya tersenyum tipis membuat mom ku makin histeris senang, oh Tuhan!!
          "Kurasa aku butuh bicara dengan Annie." jelas Dad, aku menatapnya bingung. "Bicara?" tanyaku, dia menganguk cepat.
          "Bukankah aku harus menyakinkannya untuk mau menerimamu? Secara Annie itu gadis yang baik dan anak paling terkecil dari tiga bersaudara, dijodohkan seperti ini bisa membuatnya kurang nyaman bukan?" Aku menganguk setuju, ah kenapa setiap perkataan dad itu selalu ada benarnya?! Bagaimana jika Annie tidak mau menerimaku? Ck, matilah aku. Apa yang harus kulakukan sekarang? 
          "Annie akan menerimanya dad, percayalah." suara Michael membuatku menoleh kearahnya, ck.
          "Apa kau yakin?" tanya dad, Michael menganguk dan tersenyum manis kearahku. Aku terhenyak.
          "Annie mencintainya, sangat. Tidak ada alasan untuk menolaknya dad."  Serasa dihantam ribuan jarum, aku merasa sesak yang luar biasa. Annie mencintainya.
          Annie mencintainya.
          Annie mencintainya.

          Astaga, Annie mencintaiku? Lantas apa yang harus kulakukan sekarang? Tanpa disadari aku mendesah berat dan kembali memakan jatah makan malamku tanpa terfokus dengan obrolan keluargaku ini.  Apa peduliku? Ingat, Justin. Kau hanya butuh Annie sebagai alat untuk mencapai ambisimu, bukan untuk yang lain. 




=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=


          Justin menekan bel rumah keluarga Deppra dengan sabar dan menunggu jawaban, Justin terlihat tampan dengan jeans dan kaos biasanya yang santai. Hari ini hari libur, jadi pria itu tidak perlu berkutat dengan lembaran dokumen-dokumen dan segala hal berbaur pekerjaan. Justin mendesah berat dan hendak menekan bel rumah lagi, namun pintu terkuak membuat pria itu mengurungkan niatnya. 
          "Selamat pagi Mrs. McCann." sapa Justin. Annie yang baru bangun tidur hanya menganguk dan kembali masuk kedalam rumahnya, Justin terkekeh kecil dan mengikuti langkah gadis itu.
          "Dimana paman dan aunty?" tanya Justin.
          "Mereka pergi keluar bersama tadi, dan akan kembali nanti sore." 
          "Leon?"
          "Menginap dirumah temannya." Ujar Annie yang belum sepenuhnya sadar bahwa itu adalah Justin, wanita itu duduk diatas sofa dan kembali berbaring dengan mata terpejam. Justin terkekeh melihat wanita itu, "Kenapa kau kembali tidur hm?"
          "Aku mengantuk."
          "Apa berkencan dengan Michael membuatmu melupakanku babe?" saat itu juga Annie membuka matanya dan melihat Justin berdiri dihadapannya dengan wajah yang ditekuk, manyun juga cemberut karena merasa diabaikan. Annie tersentak kaget dan langsung terduduk diatas sofa.
          "Justin?! Sejak kapan kau disini?!" pekik wanit aitu kaget, Justin mendesah berat dan duduk disamping Annie,
          "Sejak, kau membukakan pintu." jawab pria itu lalu mengecup pipi Annie, wanita itu tersipu dan merasakan pipinya benar-benar memerah seperti tomat sekarang. 
          "Selamat pagi sayang. Ah aku benar-benar merindukanmu." jelas Justin lalu menarik wanita itu kedalam pelukannya, Annie tertawa kecil lalu meletakkan kepalanya didada bdiang Justin yang membuatnya benar-benar nyaman.
          "Aku juga, ponselmu selalu sibuk dari kemarin."
          "Maaf." ujar Justin lalu melepaskan pelukannya namun tetap membiarkan Annie yang masih setia menyenderkan kepalanya didada bidangnya.
          "Apa kau mencintaiku?"
          "Kenapa kau bertanya seperti itu?"
          "Aku hanya ingin memastikan saja,"
          "Aku memang mencintaimu Justin."
          "Aku juga."
          "Apa?! Aku tidak dengar."
          "Aku juga tidak bilang apa-apa." Annie mendengus dan memanyunkan bibirnya. Justin terkekeh. "Kau minta dicium ya?" goda Justin sambil memajukan wajahnya. Annie terhenyak dan menjauh dari pria itu, namun dengan cepat Justin menahan pinggul wanita itu untuk berada didekatnya.
          "Berusaha kabur eh?" 
          "T-Tidak." jawab Annie gugup. Justin tersenyum menggoda dan menghentikan aksinya namun tidak menjauhkan wajahnya dari wajah Annie. 
          "Katakan, siapa saja yang sudah pernah menciummu."
          "Apa itu penting?"
          "Tentu saja. Sangat penting."
          "Hanya kau." Justin sedikit tersentak kaget namun dia bisa melihat dengan jelas kejujuran dimata Annie.
          "Aku serius Justin, hanya kau." Pria itu meneguk ludahnya dan merasakan ulu hatinya benar-benar dikuras sekarang. Pria itu tersenyum untuk menutupi segalanya dan mencium gadis dihadapannya dengan lembut, membiarkan segala egonya meredup seketika dan merasakan kehangatan yang menjalari setiap inch kulitnya. 
          "Annie."
          "Uhm-hm?"
          "Will you marry me?"


=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=


Annie Deppra.
          Aku memoles bibirku dengan lip gloss yang biasa aku kenakan dan tersenyum geli saat mengetahui bahwa Justin benar-benar menciumku tadi, memang itu bukan yang pertama. Tapi itu ciuman yang paling tulus yang pernah aku dapatkan. Aku masih sibuk sendiri sampai sebuah ketukan dipintu kamarku terdengar. 
          "Sayang, kau sudah selesai?" tanya Justin dari luar. Aku tersenyum mendengar suaranya dan berdehem.
          "Aku akan keluar Justin, sebentar lagi." jawabku, dan mendengar suara derap langkah yang menjauh.
          Aku akan menemui paman Daniel sekarang, entahlah Justin bilang paman hanya ingin bertemu dan berbicara denganku. Aku mengambil tasku dan mematikan lampu sebelum akhirnya keluar dari kamar dan menutup pintu kamar.
          "Astaga Justin! Kau membuatku kaget!" pekikku saat melihatnya sudah berada dihadapanku, dia tersenyum geli lalu berniat menciumku lagi namun tanganku langsung menahan dadanya.
          "Kenapa?" tanyanya sedikit jengkel, aku memutar kedua bola mataku dan menatapnya serius.
          "Jangan rusak dandananku Justin, aku akan bertemu ayahmu." tuturku, dia tertawa geli dan mencolek daguku genit.
          "Oh manis sekali, apakah jika aku menjadi suamimu kau akan berdandan untukku setiap malamnya hm?" dia mengerling, aku mendengus dan menginjak kakinya. Dia meringis.
          "Jangan harap." jawabku. Dia tertawa lalu menyusul langkahku yang sudah lebih dulu mendahuluinya. 
          "Babe..."
          "Hm?"
          "Aku punya sesuatu untukmu." Aku mengernyit heran dan memperhatikan tangannya yang ia sembunyikan dibelakang.
          "Apa itu?"
          "Taraaaa..." Aku tertawa geli lalu menerima sebuket bunga Lily yang manis ini, "Kau suka?"
          "Aku suka si pemberinya, bukan bunganya." jawabku cepat, dia mengacak poniku gemas dan membukakan pintu mobil untukku.
          "Silahkan masuk my princess." 
          "Thanks Prince." ujarku, namun sebelum masuk aku mengecup pipinya terlebih dahulu. Dia tersenyum manis lalu berbisik ditelingaku.





          "Pastikan kau memberikanku lebih banyak kecupan dimalam pertama nanti babe."

CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang