CHOICE #10

1.5K 67 0
                                    

          Justin menepikan mobilnya didepan kantor Annie dan menunggu dengan sabar wanita yang menjadi istrinya itu untuk muncul. Justin mendesah berat, dan memejamkan matanya sambil menunggu Annie. Pria itu benar-benar seperti keledai bodoh sekarang. Tidak peka. Ceroboh. Bodoh. Tolol. Idiot. Semuanya tercampur aduk dengan mudahnya.

          "Maaf membuatmu menunggu, apa sudah lama?" tanya Annie sambil masuk kedalam mobil, Justin menghela nafasnya dan tersenyum ramah, padahal dalam hati dia sudah mendongkol habis-habisan karena sifat Annie.

          "Belum. Aku belum lama. Kau sudah selesai?" tanya Justin, Annie menganguk lalu kembali terdiam.

          "Tidak ada yang perlu diurus lagi bukan?" tanya Justin sedikit menyindir, Annie menganguk malas berdebat dan mengedarkan pandangannya keluar jendela seolah-olah pria disampingnya sama sekali tidak menarik dimatanya. Justin mengumpat dalam hati dan berusaha menarik perhatian Annie.

          "Aku hanya menunda keberangkatan kita, kita tetap ke bahamas."

          "Tapi Just-"

          "Oh babe, please. Mengertilah, ini penting." tegas Justin, Annie akhirnya memillih diam dan menuruti perintah pria itu. Justin mengarahkan mobilnya kearah sebuah menara milik perusahaannya dan menghentikan mobil tepat dibawah menara tersebut. Justin keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Annie.

          Annie menerima uluran tangan Justin membuat pria itu tersenyum lebar, seseorang menghampiri mereka. "Selamat datang Mr dan Mrs McCann," ujar pria itu ramah, Justin hanya berdehem sementara Annie tersenyum manis.

          "Dimana helikopternya?" tanya Justin dengan wibawanya, Annie mengernyit tak mengerti dan sibuk berspekulasi sendiri.

          "Akan sampai dalam lima belas menit lagi Sir." ujar pria itu, Justin menganguk. "Ah, ya antarkan barang-barang yang ada didalam bagasi mobilku ke tempat aku pergi, mengerti?" Annie menatap Justin tanpa berkedip, itu sebuah perintah tapi tidak ada kalimat tolong yang terucap. Apa semua suruhan Justin merasa tidak tersinggung dengan sikap pria itu?

          "Baik, sir." ujar pria itu, Justin menganguk lalu mengeratkan pegangannya dijemari istrinya dan helikopter yang dimaksud pria tadi datang, Justin merangkul bahu Annie dan bergegas membawa wanita itu masuk kedalam Helikopter yang mendarat diatas helipat nya. Angin mendadak ganas saat helikopter itu mendarat, membuat helaian rambut Annie berkibar bebas tanpa bisa dicegah. Annie mengikuti langkah Justin dengan hati-hati dan naik terlebih dahulu kedalam helikopter, dan setelah Justin baru naik.

          "Apa helikopter ini milikmu?" tanya Annie, Justin tersenyum manis lalu menjawab pertanyaan wanita itu. "Lebih tepatnya milik perusahaan sayang." Annie tersipu sesaat, perubahan sikap Justin menjadi tanda tanya yang besar untuknya, Annie mnedesah berat dan alam sadarnya berteriak memperingatinya dengan keras.

          "Pakai sabuk pengamanmu, kita akan terbang." perintah Justin, Annie tersadar dan terkesiap saat Justin memakaikan sabuk pengaman yang melingkar dipinggangnya.

          "Thanks."

          "Anytime, mrs." 

          Lalu halikopter yang mereka tumpangi mulai bergerak naik keatas, melawan gaya gravitasi bumi dan terbang dengan bebas. Mengantarkan Justin ketempat tujuannya dengan gesit, tanpa hambatan apapun. Annie berdecak kagum dalam hati, pastilah Keluarga McCann sangatlah kaya, mengingat mereka memang punya andil besar didalam dunia perbisnisan eropa. Lagi-lagi alam bawah sadar Annie berteriak menyadarkannya, kau harus mencari tahu kebenaran terlebih dahulu Ann, bisik hatinya.

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=

Justin Bieber.

          Aku dan Annie sampai disalah satu hotel terbaik yang ada di sekitar bahamas. Sedari tadi aku tidak melepaskan genggamanku dijemarinya yang hangat. Biarkan saja, aku harus membuatnya merasa spesial hari ini. Menebus kesalahanku semalam yang benar-benar fatal.

          "Ini kamar kita," aku membuka pintu dan menyalakan lampu ruangan suite hotel dengan fasilitas terbaiknya, Annie hanay tersenyum biasa saja. Hell, padahal aku berharap sekali dia akan tersenyum lebar dan memekik senang. Nyatanya tidak, pradugaku salah besar. Annie meletakkan tasnya diatas sofa didepan ranjang dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang benar-benar besar ini. Aku tersenyum puas, setidaknya dia tidak sedingin tadi.

          Aku masih terus memperhatikannya sampai akhirnya dia disbukkan oleh ponselnya, sialan benda pipih itu. Aku melepaskan sepatuku dan mantel yang aku kenakan dan bergerak untuk duduk disampingnya.

          "Maafkan aku Ann." ujarku sok tulus, dia mengangkat wajahnya dari layar ponselnya dan menganguk sambil tersenyum tipis. "Tidak ada yang perlu dimaafkan Justin." ujarnya. "Tidak ada yang bersalah," lanjutnya lagi, aku tersenyum simpul lalu merebut ponselnya.

          "Hei! Ponselku!" pekiknya berusaha mengambil ponselnya, aku tidak akan benda jelek ini mengganggu rencanaku. Aku menjauhkan ponsel ini dari jangkauannya.

          "Aku tidak suka kau lebih sibuk dengan ponselmu ketimbang dengan suamimu ini." tegasku, dia masih terus merebut ponselnya dan akhirnya kami terjatuh dengan posisi aku berada dibawahnya. Wajahnya memerah seketika, aku menyeringai dan menahan pinggulnya dengan tangan kananku, aku mencium bibirnya.

           Kena!

           Dia terlihat merona lagi, "Dengar Ann, aku minta maaf soal kejadian semalam dan aku minta kau melupakan ponselmu yang jelek ini dan fokus dengan bulan madu kita." tegasku sambil menatapnya lembut, pancaran matanya benar-benar indah dan hangat. Dia menganguk dan aku tahu bahwa gadis ini sudah bertekuk lutut dihadapanku. Aku mendekatkan wajahku kearah wajahnya dan mencium bibirnya lembut bahkan kelewat lembut.

          Dia tersentak kaget dan terdiam, aku merengkuh wajahnya dan memperdalam ciuman kami. Ingat, aku sedang tidak mencium gadis dibawah umur. Aku terus melumat bibirnya sampai akhirnya dia membalas ciumanku, aku tersenyum diam-diam. Ini seperti sebuah perasaan yang berbeda sebelumnya. Tanganku bergerak mengelus punggungnya dan aku bahkan sudah lupa kemana ponsel Annie aku letakkan.

          Aku mengubah posisiku menjadi diatasnya dan menggendongnya keatas tempat  tidur dengan hati-hati tanpa melepaskan bibirku dari bibirnya, Gosh, aku merasakan jiwaku benar-benar menyatu dengan jiwanya sekarang. Aku hilang kendali dan alam bawah sadarku meminta lebih. Aku hanya mengikuti naluriku. Aku menarik bibirku dari bibirnya dan melihat pipinya merona dengan nafas yang sediit tersenggal. Aku mencium lehernya membuatnya mendesah berat dan meninggalkan kissmark disana.

          "Aku akan melakukannya dengan hati-hati." ujarku sampai akhirnya membawanya masuk kedalam permainanku sendiri.

=-=-=-=-=-=-=-=-==

          Justin benar-benar membuat kondisi Annie membaik dengan perasaan bahagia malamitu juga, mereka melakukan hubungan yang memang seharusnya dilakuakan pasangan suami-istri, Annie dimabukka malam itu juga. Justin membuatnya benar-benar merasa diinginkan dan memiliki pria itu seutuhnya. Sedangkan Justin hanya merutukki dirinya sendiri saat mengetahui bahwa Annie masih menjaga miliknya selama 24 tahun belakangan, yaitu keperawanan. Annie masih perawan dan itu membuat Justin makin bersalah, wanita itu mengatakan dia hanya akan memberikannya kepada seseorang yang kelak menjadi suaminya, bukan orang lain yang tidak mempunyai hak untuk menyentuhnya dan bukan semata-mata berlaku sok suci atau apapun itu. Justin membelai rambut Annie yang jatuh terurai pria itu masih tidak bisa tertidur sementara Annie sudah pulas terlelep dilengannya.

          Justin mendesah berat dan melirik wanita itu. "Seandainya saja dia tahu bahwa pria itu bisa bercinta tanpa perasaan cinta." desis Justin yang tentunya tidak bisa didengar Annie.

          "Maaf." gumam Justin lagi sambil mengecup puncak kepala Annie dan merapikan selimut untuk menutupi tubuh istrinya tersebut.

          "Aku akan membayar semua yang telah kau berikan, maafkan aku."

CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang