Dua malam tidur meringkuk dan kedinginan diatas sofa membuat tubuh Nita remuk redam, kepalanya pusing dan keringat dingin mengucur membasahi pakaiannya, ditambah lagi meriang dan rasa sakit yang menyerang sendi-sendinya.
Nita memaksakan diri untuk bangun dan melangkah pelan menuju dapur, tenggorokannya sakit dan ia berniat membuat secangkir susu hangat untuk mengisi perutnya yang mual. Baru mencapai pintu kamar langkahnya limbung dan tubuh Nita terhempas kelantai dengan suara yang cukup keras. GUBRAK!!!!
Jendra yang sedang memasang kancing kemejanya hanya menoleh sekilas dan kembali sibuk dengan aktivitasnya, ia tak mempedulikan Nita yang tergolek didepan pintu kamar. Selesai memakai dasi lelaki itu menyambar jas dan tas kerjanya dan berjalan keluar kamar, ia bahkan melangkahi tubuh Nita yang tergolek diam dilantai dengan sikap masa bodo malah ia tak peduli meski wanita itu meregang nyawa didepannya.
Dengan santai seolah tak terjadi apa-apa Jendra menikmati sarapannya didapur dan berlalu kepintu setelah menyelesaikan ritual paginya dimeja makan, ekor matanya melirik sekilas kedepan pintu kamar dan wanita itu masih dalam posisinya semula.
Jendra memacu mobilnya menuju kantor, ini hari pertama ia bekerja setelah cuti beberapa hari karena pernikahannya yang tak sesuai harapannya. Ia memang tak memberi tahu bawahannya kalau ia menikah, semula ia hanya iseng melakukannya tapi saat ini ia bersyukur karena pernikahan tak sesuai targetnya tak tersebar dikantor.
"Pagi pak," sapa para karyawan saat Jendra melangkah memasuki loby, ia hanya mengangguk sekilas dan bergegas mencapai lift khusus yang disediakan untuknya dan petinggi perusahaan. Jendra memegang jabatan sangat penting dikantor ini sebagai wakil direktur sedangkan jabatan direktur dipegang oleh orang kepercayaan ayahnya sebelum jabatan itu jatuh ketangan Jendra.
"Pagi pak," sapa Nora dengan senyum sumringah, ia kelihatan sangat bahagia boss tampannya telah kembali masuk kantor, meski terkesan dingin dan arogan tapi Jendra merupakan bos yang digilai banyak wanita tak terkecuali Nora.
"Bagikan ini pada teman-temanmu," ucap Jendra sambil menyerahkan paperbag yang ditentengnya, rupanya ia tak main-main dengan oleh-oleh yang pernah dijanjikannya. Entah darimana pria itu mendapatkan paperbag itu padahal ia tak keluar negeri seperti yang dikatakannya pada Nora kemarin.
Nora menyambutnya dengan gembira dan segera dirubungi teman-temannya memperebutkan oleh-oleh sang bos.
***
Pintu ruangan terbuka tanpa diketuk membuat Jendra mengangkat wajah dari lembaran dokumen yang sedari tadi dipelototinya, Jendra kesal dengan orang yang masuk keruangannya tanpa ijin.
"Kalau mau masuk ketuk...."perkataannya terputus begitu mendapati wajah familiar yang memasang senyum manis didepan mejanya, "Alvin, ini beneran lo!! Kapan balik bro!! Wuah kirain lo udah lupa sama Jakarta saking lamanya di Amsterdam." Direntangkannya tangannya menyambut pria tampan yang kini terkekeh didepannya, mereka berpelukan ala lelaki dan duduk disofa hitam disudut ruangan.
"Gue baru nyampe kemaren, wah ruangan lo boleh juga ya," Alvin mengawasi ruangan kantor milik Jendra dengan tatapan kagum, mereka berdua sepupu karena Alvin adalah anak dari adik mamanya Jendra, usia yang terpaut tiga tahun tak membuat hubungan mereka menjadi kaku bahkan Jendra yang saat ini berumur 25 tahun tak tersinggung adik sepupunya ini tak memanggilnya dengan embel-embel abang. Diantara saudara-saudara yang lain keduanya lebih dekat dan akrab layaknya sahabat.
"Gimana keadaan lo, selama di Amsterdam apa lo udah bisa move on dari mantan gebetan lo itu?" tanya Jendra seraya meninju lengan Alvin.
Alvin memang sengaja berangkat ke Amsterdam untuk menghilangkan patah hatinya, cewek teman SMU yang selama ini diam-diam disukainya tiba-tiba menghilang seperti ditelan bumi. Ya, Alvin terserang friendzone pada sahabatnya sendiri, dan berencana mengungkapkan perasaannya pada cewek itu diacara perpisahan sekolah, tapi itu semua gagal karena cewek itu menghilang seminggu menjelang UN dilaksanakan dan tak terdengar lagi kabarnya. Bahkan keluarganya seolah menutupi tentang gadis itu membuat Alvin kian frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Replacement Wife
RomanceREVISI (BEBERAPA PART DIHAPUS) Jenita hanya mengernyit tak mengerti kenapa ia harus memakai pakaian seperti itu. Harusnya ia memakai pakaian yang sama seperti yang dipakai bundanya karena ia adiknya mempelai perempuan, tapi kenapa ini beda? Belum l...