TUJUH

41.4K 3K 29
                                    

"Nak Jendra," Jendra yang baru keluar dari mobilnya menoleh dan tersenyum pada ibu mertuanya yang sedang memperhatikannya, "Baru pulang?"

Jendra mengunci mobil dan mencium tangan mertuanya, "Iya bun, kok bunda ada disini?" ia balik bertanya dan memandang sekilas kesekeliling basement apartementnya, mencari-cari sosok Nita.

"Bunda mau ketemu Nita, perasaan bunda nggak enak dari tadi dan selalu kepikiran anak itu," Arini menekan remot ditangannya untuk mengunci mobilnya dan berjalan mengikuti Jendra memasuki lift.

Tak ada perbincangan yang terjadi dalam lift, Jendra menoleh ketentengan yang dibawa Arini dan ia menduga itu pasti makanan.

Lift sampai dilantai lima dan keduanya beriringan mencapai pintu apartement Jendra, tiba-tiba Jendra teringat peristiwa tadi pagi, apa perempuan itu masih tergolek ditempat semula? Jika iya bisa gawat nih! Dengan gugup Jendra membuka pintu apartement dan mempersilahkan mertuanya masuk.

"Masuk bun," ucapnya dan menutup pintu kemudian berjalan cepat menyusul mertuanya, tubuhnya menegang dan matanya terpaku pada sosok Nita yang tetap berada ditempatnya semula, jangan-jangan ia meninggal?

"Nita!!!! Astaga apa yang terjadi? Nita bangun sayang...!" Arini mengguncang tubuh anaknya tapi tubuh itu tak bergeming, mukanya pucat dan dingin membuat jantung Arini berhenti berdetak.

Jendra yang panik mendekat dan meraba nadi Nita, masih berdenyut berarti perempuan ini masih hidup. Dengan sigap diangkatnya tubuh ringkih itu dan ditidurkannya diranjangnya, bukan disofa tempat biasa perempuan itu tidur. Bisa mati berdiri mertuanya jika tau anaknya menempati sofa kecil diapartemen suaminya dan bisa terbongkar hubungan buruk mereka selama ini.

"Jendra panggil dokter!" jerit Arini membuat Jendra terkesiap, dengan gerakan cepat ia mengambil ponselnya dan mendial nomor dokter langganannya.

Arini mendekatkan bau-bauan kehidung Nita, perlahan kelopak mata itu terbuka dan mata sayunya menatap Arini, "Bunda, kok ada disini?" tanyanya dengan suara parau.

"Kamu kenapa? Kok bisa pingsan didepan kamar? Sudah berapa lama kamu pingsan nak?" tanya Arini bertubi-tubi.

Nita meringis merasakan pusing hebat yang menerjangnya, "Jam berapa sekarang Bun?"

Arini mengangkat pergelangan tangannya, "jam lima sore, kamu sakit kok nggak menghubungi bunda nak?"

Nita kembali meringis, jam lima sore? Ia pingsan sebelum Jendra berangkat kerja, berarti ia pingsan selama sepuluh jam? Dan laki-laki itu tak peduli sama sekali? Malah meninggalkannya yang semaput dilantai dan pulang seperti tak terjadi apa-apa?

"Pergelangan tanganmu kenapa?" Tanya Arini lagi memeriksa pergelangan Nita yang lebam membiru.

"Nggak apa-apa bun, ini keseleo dikit tapi udah baikan kok," elak Nita dan berharap bundanya tak menanyakan lebih lanjut, ia tak ingin bundanya tahu pergelangannya sakit akibat didorong Jendra kemaren.

Dokter masuk dan memeriksa kondisi Nita, "gimana keadaan anak saya dok?"

Pria berjas putih itu mengemasi peralatannya, "Nyonya Nita kelelahan dan banyak pikiran, itu yang membuat kondisinya drop. Selebihnya kondisinya baik hanya harus banyak istirahat, saya akan memberikan obat dan vitamin penguat daya tahan tubuhnya," dokter itu menuliskan resep dan menyerahkan kepada Jendra.

"Saya mau mengantar dokter Rahman keluar sekalian menebus obat bun," Jendra meninggalkan Arini dan Nita dikamar.

"Kamu makan dulu ya, kebetulan bunda tadi masakin kamu soto padang, kamu pasti suka."Arini membuka rantang yang dibawanya, mengambil nasi dan soto kemudian menyuapi anaknya penuh kasih. Saat hendak menjangkau gelas diatas nakas matanya tertumbuk pada bantal dan kain bali milik Nita yang tergeletak diatas sofa, sekilas pikiran buruk melintas dikepalanya dan ia paham seperti apa kondisi rumah tangga anaknya.

Replacement WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang