6

2.4K 289 22
                                    

Hati ini kuberikan kepadamu:
Yang cintanya memabukkan
seperti cola.
···

HARI ini Arkan, Deon, dan Dimas kompak bolos sekolah entah kemana. Sedangkan gue yang sudah berjanji ke papi untuk hari ini tidak membolos, hanya melongo bosan di kelas sendirian.

Tidak ada seorangpun yang bisa gue ajak mengobrol. Rasa gengsi gue mengalahkan rasa kesepian gue saat ini. Setelah menimbang beberapa saat, gue akhirnya keluar kelas dan berniat untuk ke kantin.

Banyak orang yang berlalu-lalang di koridor, mereka juga hendak pergi ke kantin, sama seperti gue.

Ketika sampai di kantin, gue membuka kulkas dan memilih sebotol air mineral, setelah membayarnya gue langsung memilih tempat duduk yang sepi.

Gue mengeluarkan hape gue dari saku celana, sebagai penghilang bosan. Setelah membuka password, notif chat dari sahabat-sahabat gue langsung menyerbu. Gue membalas sekenanya. Setelah itu gue membuka aplikasi Whatsapp, mencari kontak seseorang.

Me: Mi, kangen.

Ny. Haikura Yuki: oh, mami kira kenapa.

Gue menghela napas. Dia mungkin lupa untuk bilang:
Mami kangen kamu juga.

Me: pengen ketemu. Rumah mami dimana?

Lama sekali tidak ada jawaban yang masuk. Mami dan Papi sudah bercerai sejak tiga tahun yang lalu. Alasannya karena mereka berdua sama-sama workaholic. Tapi untuk menjaga nama baik keluarga dan relasi antar keluarga, Papi dan Mami tetap bertingkah seperti biasanya: mengadakan makan siang bersama di rumah Papi, pergi ke suatu acara bersamaan, dll. Tidak lain dan tidak bukan hanya supaya relasi antar keluarga yang begitu menguntungkan tidak hilang.

Ketika kepala gue masih menunduk, ada seseorang yang menarik kursi di depan gue dan duduk tanpa permisi.

Gue mendongak, dan mengangkat sebelah alis gue ketika melihat gadis aneh itu duduk di hadapan gue tanpa ijim.

Ia mengangkat bahu dan meletakan camilannya di atas meja. Matanya menatap gue cuek.

Sepertinya ia senasib dengan gue.

Lagi gak punya temen yang bisa diajak ke kantin bareng.

"Gue gak ada temen buat makan siang. Dan tempat lain penuh. Boleh kan?" tanyanya.

"Setidaknya kasih tau dulu dong nama lo siapa." desis gue.

"Penting?" ia melipat kedua tangannya di atas meja, tampak berpikir. "Gimana kalau kita temenan tanpa harus tau nama masing-masing?" tawarnya.

Gue membuka botol minum dan meneguknya. "Gak adil," kata gue sambil mengelap mulut gue yang basah dengan punggung tangan.

Siapa coba yang gak tau nama gue di sekolah ini? Sekolah sebelah aja tau persis kalau ada Saikal si anak konglomerat yang sekolah di GBS.

Ia memutar bola matanya, "oke, kita temenan tanpa perlu lo tau nama gue. Gimana?"

Gue mengibas tangan kanan gue ke udara. "Tetep gak adil." jawab gue singkat.

Dia menghela napas, menyender pada kursi. "Okelah."

"Then go or tell me your name." kata gue, tajam.

Dia menengadah, tampak menimbang. "Tapi janji gak akan ketawa, ya, denger nama gue?"

Gue menatapnya dengan senyuman miring, "emang kenapa?"

"Janji dulu kalo lo gak akan ketawa!" desisnya.

"Oke, janji." gue mengangkat kedua jari gue ke udara.

Dia mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah gue, menjadikan kedua tangannya sebagai tumpuan. "Ganda." bisiknya.

Gue mengangkat sebelah alis gue, "hah?"

Dia menatap gue heran, "kok gak ketawa?"

Sekarang gue malah jadi pusing. "Maksud lu apa sih? Ganda? Hah? Apanya yang ganda?" tanya gue.

Dia mendelik kesal, "ih!"

Sedetik kemudian gue mengangguk paham, lalu tersenyum simpul. "Oh, nama lo Ganda?"

Dia mengangguk malu.

"Nama panjangnya apa?" tanya gue, ikut melipat kedua tangan gue di atas meja.

"Gandarita Krishna Putri."

"Artinya?"

"Masa gak tau?" dia menatap gue.

"Orang tua lo ada faedah apa ngasih nama lo kaya gitu?"

Dia berhenti menatap gue, menunduk muram.

Eh? Tiba-tiba gue jadi salah tingkah. "Maaf, maaf. Gue tau semua nama pasti ada artinya. Gue gak ada maksud untuk menghina nama lu."

Dia menggeleng, "bukan. Yang ngasih nama gue itu nenek dan kakek gue."

Setelah itu gue sadar, ini sudah di luar kendali gue kalo gue juga menanyakan hal seperti ini ke dirinya.

Melihat gue diam, dia membuka bungkus keripik dan menyodorkannya ke arah gue.

Gue menggeleng. "Gue gak laper."

"Oh." dia mengangkat bahu dan mengunyah keripiknya.

Baru saja gue hendak menimpali, bel tanda istirahat sudah selesai berbunyi.

Ganda segera beranjak dari duduknya dan membersihkan roknya dari remah-remah keripik.

"Mau ke kelas?" tanya gue, ikut berdiri.

Dia mengangguk, masih sibuk membersihkan roknya.

"Ayo, gue anterin." gue lebih dulu berjalan.

Gadis itu mengekori gue dari belakang dengan canggung.

Informasi baru yang gue dapet adalah gadis itu kelas XI IPA 2. Oh, anak ipa ya.

"Gue duluan ya," katanya pelan.

Gue hanya mengangguk lalu berbalik.

"Eh," panggilnya. "Belajar yang bener. Jangan bolos." ia kelihatan gugup.

Gue mengangguk lagi, jelas keliatan bingung. Tapi entah kenapa gue merasakan pipi gue bersemu.

Tujuan gue sekarang bukanlah balik ke kantin atau tidur di UKS, gue malah berjalan ke kelas. Jelas ini bukan seperti Saikal biasanya.

Ekspresi teman gue kaget bukan main melihat gue duduk di bangku gue dan mengeluarkan buku, terlihat siap untuk belajar. Terlebih lagi ketika Pak Bambang, guru ekonomi masuk ke kelas, ia menatap gue tidak percaya.

Gue hanya balas menatap mereka dengan tatapan bingung.

A

uthor's note:
Akhirnya mereka ketemu gak berantem lagi yaaaa😱 akhirnyaaaaaa. Q sebagai authorzz senenkk ngeud.


Kepribadian GANDA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang