Mine-03

82 20 8
                                    

""Maudi, lo harus terima gue kali ini. Lo mau kan jadi pacar gue?"

Shit. Apa-apaan? Divran lama-lama semakin ilang akal, dia masih punya harga diri bukan? Kenapa dia nekad menembak maudi, lagi?

Maudi tidak berani menjawab apa-apa. Ia mematung di tempat dan kemudian menatap sekitar.

Suasana kali ini benar-benar hening, sangat berbeda dengan suasana sebelumnya yang ricuh, seluruh makhluk menatapnya tajam seolah ingin menerkamnya, dia tahu bahwa seluruhnya menunggu jawaban.

"Enggak." Ketus maudi.

Sumpah, kata-kata itu terlontar dengan sendiri dari mulutnya, bahkan ia tidak sadar bahwa dirinya ternyata menolak divran,

Lagi.

Sementara itu, seluruh siswa dan siswi yang berada di tengah lapangan sedang ber-huh-ria dsb, mereka kesal dengan maudi kenapa maudi menolak divran? Fix. Maudi sedang dianggap sok jual mahal dan numpang tenar.

Namun, tidak. Maudi tidak seperti itu ia memang tidak suka dengan kejadian seperti ini. Menurutnya, ini berlebihan alias lebay. Untuk apa divran memperlakukan maudi seperti ini? Tidak, jangan pikirkan lagi itu akan membuat pikirannya semakin kacau.

Karena tidak tahan berlama-lama disitu cewek itu hendak melangkah pergi. Namun,

Hup!

Kini maudi berada dalam dekapan divran, suasana semakin kacau seketika.

Divran memegang rambut maudi dan kemudian menghirup aroma rambutnya, dan maudi dapat menghirup khas aroma tubuh divran.

Seandainya dekapan divran tidak erat, maudi pasti sudah merenggang lalu menampar cowok di depannya ini. Sungguh dia sangat emosi, darahnya memuncak. Dirinya tidak pernah dipeluk satu cowok pun, namun divran? Ah. Jangan ragukan dia!

"Lo liat sendiri kan, gimana reaksi fans-fans gue dibawah?" Ujar divran berbisik tepat di telinganya bahkan maudi dapat merasakan hembusan hangat nafas divran.

"lepasin gue atau lo gue tonjok sekarang juga." Celetuk maudi emosi.

"Tonjok aja kalau lo udah siap bonyok dari fans-fans gue." Ujar divran sambil tersenyum licik.

Maudi memasrahkan diri dan memutuskan untuk diam, jika ia tidak diam maka divran akan semakin menjadi-jadi.

"Kok diem?" Tanya divran masih dalam posisi memeluk maudi.

Cewek itu memutar bola mata malas "Sampe kapan lo mau meluk gue kak? Nyaman banget kayaknya."

Divran menggeleng. "Gue yang nyaman, atau lo yang nyaman?"

"Lama banget sih, diabetes nih gue liatnya." Ujar aldrin -adik divran- dengan jahilnya.

"Tenang drin, kakak lo gak bakal puas kalo belum diterima." Sahut Edo dengan alis yang ia naik turunkan.

"Lo berdua diem dah, ini anak orang mau gue jadiin bini jadi diem." Ujar divran tanpa malu.

Maudi menyubit perut divran, desir darahnya semakin mengalir hingga ke otak setidaknya itu yang dapat ia lakukan bukan? Karena dia dibuat tidak bisa melakukan apa-apa divran memeluknya terlalu erat. "Lepasin gue, atau gue teriakin lo bajingan disini."

Akhirnya divran merenggangkan dekapan demi pencitraannya. "Trima gue atau lo bakal liat nanti akibatnya."

Maudi tetap bersikeras dan menggeleng. "Enggak." Katanya. Tolong jangan maksa. Lo gak malu kak? Gue pacarnya kak arthur." Lanjutnya lagi.

Emosi divran seperti sedang tidak bisa di ajak berkompromi, divran merasa bahwa yang dikatakan arthur itu adalah bohong, namun karena sudah keluar sendiri dari mulut maudi, akhirnya divran mempercayai itu. "Ternyata bener, lo pacaran sama arthur? Kenapa lo nolak gue lalu trima dia?" Suara cowok itu mendingin.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang