Akhirnya, masa UAS semester I udah kelar. Serasa semilir angin surga berhembus menenangkan jiwa. Semua aura kegelapan 9 setan udah berakhir!
"Capeknya..." Gue yakin, ini masa paling berat buat Muh. Mengingat otaknya yang berfungsi cuma 1%.
Arma nyautin, "Alhamdulillaaaah..."
Wah! Siaga satu.
"Udah diberi kelancaran sama Allah ta'ala."
Siaga dua.
"Al-fatihaaaah.." jerit Arma.
Tuh kan!
Mendengar komandonya, semua anak langsung komat-kamit sambil ngangkat tangan. Gue ngakak dalam hati, terkadang setan emang bisa jadi malaikat dan masuk surga. Kalau ada Arma sih, kalau gak ada ya...gak tau.
"Betewe, gak ada yang ke kantin?" tanya Fuad, tak lupa pasang puppy eyes-nya.
Seketika itu, mata gue langsung katarak. "Lo bisa gak sih gak pakai gaya begituan? Mirip anjing tetangga gue yang sekarat tau gak," balas gue sewot.
Bukannya sadar, si Fuad malah goyangin pantatnya di depan mata gue. Sialan. Minta disodomi emang nih anak!
"Udah ah, ke taman yuk?" potong Lola, menghentikan perang dunia ke-3 antara gue sama si Bencis.
"Ngapain, Lol?" Aldo tanya balik.
Tanpa rasa berdosa Lola nyengir, "nyari undur-undur."
Wa-de-fak.
"Kenapa gue gak pernah berteman sama orang normal sih?" rengek gue, mulai nyerah ngadepin 9 setan. Bikin gila.
"Haha. Udah ah, nyet. Ke kantin yuk, coys?" Yudhan ngrangkul bahu gue erat (baca: nyekik). Gue pasang tampang 'lo ngabisin oksigen gue!'. Yudhan ketawa sekilas, kemudian ganti nyampirin tangannya ke pinggang gue.
Kalo lo jadi gue, gimana perasaan lo? Illfeel kan?
"Wuuuh, so homo~" Kalau bukan Muh, siapa lagi—yang mau jadi sukarelawan—provokator hal porno kek beginian.
"Yang, gue juga mau digituin."
Semua langsung berhenti berjalan, diam di tempat. Kayak sinetron horror, ke-7 orang selain tersangka mutar lehernya dramatis ke baris paling belakang.
Udah jadi suratan takdir, ketujuh orang tersebut nanya bergantian. Tertib, aman, dan terkendali.
"Apa lo bilang, Do?" gue yang pertama dapat jatah.
"Yang?" lanjut Bencis.
"Buat siapa?" trus Lola.
"...Aldi?" next, Yudhan.
"Apa..." Diandra sengaja menggantung omongannya.
"...kalian pacaran?!" Muh langsung paham hal begituan.
"Ya Gusti!" Finally, Arma memekik pelan. Sesi pertanyaan selesai.
Wajah Aldi memerah, dan Aldo...udah hijau kayak Hulk. Tapi cuma sepersekian detik. Setelahnya, mereka pasang tampang datar—seperti biasa.
"Kamu yang jawab apa aku, yang?" Aldo tanya ke Aldi.
"Hm...enaknya gimana, Bee?" balas Aldi. Kita masih nunggu. Sambil tetep berusaha positive thinking.
"Gimana ya, yang? Aku bingung." Fix, gue ikutan bingung—dan gue yakin yang lain juga sama. Gue gak habis pikir, ngapain mereka berdua beralih pakai bahasa menye-menye gitu!?!
"Batu-kertas-gunting aja deh, Bee." Mereka mulai suit.
Kami bertujuh tetep diam, gak mengambil tindakan sama sekali.
Anehnya, suit mereka 3x berturut-turut selalu sama.
"Kita jodoh nih. Hehe." Gombal Aldi, merangkul pundak Aldo mesra.
"Jangan gitu, Yang. Malu diliatin yang lain." Meski bilang begitu, ekspresi Aldo lah yang paling terlihat sumringah. Ini nih, contoh ucapan berseberangan sama perbuatan.
Cukup.
Kami bertujuh saling lirik satu-sama lain. Semua udah jelas. Kabar yang sangat unbelievable. Bahkan Muh yang biasanya mikir kotor, sekarang udah mirip boneka berjalan dengan tatapan kosong dan mulut menganga.
"Kita perlu sholat tasbih berjamaah deh kayaknya," bisik Arma. Kami mengangguk. Seperti zombie, kami berjalan putar balik ke arah mushollah.
Bukan apa-apa, kami cuma shock.
Apa udah jamannya ya cowok ganteng suka cowok ganteng?
Mengingat, gue juga sama.
Nb. Cuma Diandra yang kelihatan biasa.
###
Ekspresi saya seandainya Aldo-Aldi ada di dunia nyata
⁄(⁄ ⁄•⁄ω⁄•⁄ ⁄)⁄
Oke, just for fun..
KAMU SEDANG MEMBACA
Satan
Random[Boyslove] Pepatah bijak mengatakan : "Jika kamu ingin tau mana teman sejati, ajak dia ke gunung". Begitu pula Panji. Dia ingin membuktikan apakah pepatah itu berlaku secara universal-dia dan kedelapan sahabatnya? Motif lain, dia ingin meneguhkan h...