005|| BAB 9

529 52 0
                                    

Bohong kalau gue bilang gue baik-baik aja. Karena saat gue memutuskan buat jatuh hati sama lo gue sadar, sejak saat itu hati gue nggak akan pernah baik-baik aja.

[.]

Vanya segera mengejar Ann yang kini berlari ke toilet. Ia melihat Ann memasuki salah satu bilik toilet dengan wajah kacau.

"Ann buka! Lo nggak bisa gini terus."

"Pergi! Gue mau sendiri, Van!"

"Ya tapi lo lagi nggak dalam keadaan baik," Vanya kembali berteriak. Tidak ada respon. Hingga isakan pelan dari dalam sana terdengar sebagai jawaban.

Vanya kembali menggedor bilik toilet itu. Memaksa sahabatnya keluar. "Ann, gue mohon... biarin gue ngehibur lo."

Di dalam bilik, Ann membungkam mulutnya dengan lengan. Ia tidak mau isakannnya terdengar kencang oleh Vanya. Air mata terus lolos begitu saja. Bahkan Ann yakin bila sebentar lagi mata belonya akan menyipit.

"Maaf, Van... gue mau sendiri."

Vanya menyerah. Ia bisa merasakan kesedihan sahabatnya. Memberi ruang dan waktu untuk Ann merenungkan segala hal, Vanya pun memilih keluar toilet.

Dan pecah lah tangis Ann. Ia kembali memukuli dada agar tidak terasa sesak. Ann tidak bisa melupakan kejadian barusan.

Kalva si pendiam yang ia kagumi sejak kelas sepuluh, menjadi berani dengan menyatakan perasaan pada orang yang ia suka.

Yang bikin hati perih, bukan Ann sendiri yang melihat sisi lain Kalva, sisi berani.

"Vanya bilang, kalau gue suka sama lo kurang dari empat bulan namanya kagum, kalau lebih dari itu berarti gue benar-benar jatuh cinta." Ann menutup matanya sejenak, yang malah membuat air mata di pelupuk berjatuhan dengan cepat.

"Dan ini udah hampir tiga tahun, Kalv? Apa lo pikir gue masih kagum? Penganggum, nggak akan sakit hati waktu ngelihat lo lebih bahagia sama yang lain."

Ann menjambak rambutnya yang baru dipotong sebahu. Beberapa hari yang lalu ia mengajak Vanya ke salon untuk mengubah penampilan.

Ia tidak munafik bila penampilan barunya agar bisa dilihat oleh Kalva. Tapi melihat apa yang baru terjadi, rasanya sayang membuang tabungannya untuk berjam-jam di salon.

"Munafik kalau gue senang lihat lo bahagia sama yang lain. Karena pada dasarnya, kebahagiaan lo dengan orang lain, adalah satu luka yang nggak bisa gue sembuhin, Kalv."

"Lo udah kasih satu alasan buat gue benci sama lo," lirih Ann.

"Gimana keadaan, Chessa?" tanya Genta saat melihat Vanya keluar dari toilet. Wajahnya juga terlihat bingung.

Vanya menggelengkan kepala lemah. "Kacau."

"Kalva brengsek!" umpat Genta, sambil meninjukan tangan ke dinding.

"Emang lo nggak tahu apa-apa tentang Kalva yang deket sama Nindy?" Vanya menyipitkan mata saat bertanya.

Kini giliran Genta yang menggelengkan kepala. "Gue tahunya waktu gosip itu nyebar."

Vanya mendengus keras. "Apa sih yang ada di pikiran lo? Lo tahu kalau Ann suka sama Kalva, lo sebagai sahabat kenapa nggak usaha deketin mereka sih?"

"Lo pikir hati gue sanggup, Van?! Walaupun gue bisa, gue tetep nggak rela kalau Chessa deket sama Kalva."

"Itu yang nggak gue suka, lo egois!" Oktaf suara Vanya meninggi. "Lo cuman mentingin gimana caranya balikan sama Ann. Kalian berdua itu egois! Lo tahu kalau Ann nggak mau balikan sama lo, tapi lo malah nyiksa diri dengan terus-terusan berusaha.

Sepai [10/10 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang