III - Begin Again.

70 9 0
                                    

Ini terjadi 8 bulan lalu, seingat Luna. Luna ingin mengingat setiap hal tentang laki-laki itu dari awal. Dari pertama kali mereka berbicara. Saat itu hujan turun dengan derasnya membasahi setiap hal dimuka bumi ini, termasuk dirinya jika ia berani berlari menembus hujan sederas ini. Ada sedikit—atau banyak—penyesalan dalam batinnya karena ia malah mengeluarkan payungnya dari tasnya tadi pagi. Kalau engga kan—

"Luna ya?"

--kalau engga dia tidak akan berlama-lama menunggu hujan reda. Kalau engga dia tidak akan bertemu laki-laki ini.

Luna hanya menatap laki-laki itu, sedikit kaget.

Ini bukannya Dias ya? Tanyanya dalam hati.

Tiba-tiba, laki-laki ini tertawa, Luna berani bersumpah dirinya lebih terkejut saat melihat tawa laki-laki ini, karena ya, sedikit mempesona, cuma sedikit(!!).

"Iya gue Dias. Yang sering manggilin lo di kelas tiap hari." Kata Dias seperti bisa menjawab pikiran Luna. "Kenapa masih di sekolah?" tanyanya.

"Nunggu hujan." Jawab Luna sambil menunjuk si hujan dengan dagunya.

Dias hanya mengangguk-ngangguk sendiri.

Kemudian yang seterusnya terjadi hanya keheningan, Luna tidak suka, dia suka keheningan tapi bukan keheningan dengan Dias.

"Kenapa belom balik?" tanya Luna akhirnya.

"Gue? Nunggu hujan." Jawab Dias sambil menunjuk hujan dengan dagunya, mengimitasi gerakan Luna tadi.

Luna menautkan alisnya, merasa tidak suka karena merasa Dias baru saja meledeknya.

"Hahahah kok lo lucu banget sih." kata Dias sambil berdiri dari tempatnya duduk, menghampiri Luna.

Eh? Mau ngapain?

"Gue jadi seneng deh nunggu ujan." Lanjut Dias ketika dirinya tepat berada di sebelah Luna.

"Gue ngga, gue mau pulang." Kata Luna setengah kesal.

Dias hanya tersenyum melihat tingkah Luna, "Maaf ya." Kata Dias, membuat Luna menengok bingung, "Lain kali gue bawa mobil supaya lo gausah nunggu hujan reda lama-lama." Jelasnya.

"Apasih? Kita kan gakenal kenapa juga lo mau nganterin gue pulang." Kata Luna tambah kesal, kok ini orang gajelas banget sih!

"Yaudah kenalin, gue Dias." Kata Dias sambil menjulurkan tangannya.

"Udah tau." Kata Luna tanpa menjawab tangan Dias.

"Kalau lo siapa?"

Luna mengerutkan keningnya seperti jelas-jelas bertanya kepada laki-laki di depannya ini 'lo lagi ngapain sih' namun yang keluar malahan, "Luna."

"Gue juga udah tau." Kata Dias.

"Trus kenapa masih nanya?"

"Gue suka denger lo ngomong."

He did not just say that.

Hujan sudah berhenti, akhirnya, dan pada saat itu juga Luna bergegas meninggalkan Dias dan segala ucapan aneh laki-laki itu.

"Lun! Jangan marah ya gue gangguin, karena gue masih mau gangguin lo sampe besok besok besok seterusnya lagi." Teriak Dias.

Gila.

Keesokan harinya, setelah akhirnya Luna menyelesaikan ulangan fisika susulan dalam waktu 2 jam, Luna bisa menjauhi dirinya dari aroma tidak sedap soal-soal fisika tadi. Dan seperti yang telah Luna duga, sekarang pun hujan lagi. Tapi hari ini Luna bawa payung!!

"Luna? Udah selesai?" tanya suara seorang laki-laki dari belakang, Dias.

"Ngapain lo disini?" tanya Luna bingung.

"Nungguin lo, lama juga ya 2 jam." Kata Dias sambil melihat jam tangannya.

Dias udah menunggu 2 jam?

"Kan gue ga nyuruh lo buat nungguin gue." kata Luna acuh tak acuh.

"Tanpa disuruh juga gue bakal nunggu lo." jawab Dias kelewat tenang.

Tapi tidak dengan Luna, dia yang sekarang mulai tak tenang.

"Yuk pulang." Ajak Dias enteng, seperti hal tersebut merupakan kebiasaan mereka berdua.

Luna hanya diam menatap Dias heran.

"Kenapa?" tanya Dias.

"Lu yang kenapa, you say it like it is something we usually do." Kata Luna.

"Siapa yang tau?" kata Dias sambil mengangkat bahunya. "Sekarang juga ujan gede Lun, lo pake payung juga tetep bakal basah." Lanjutnya.

"Ya gue tinggal nunggu redaan dikit."

"Gue kan bilang kemaren gue bakalan bawa mobil supaya lo gaperlu lama-lama nunggu hujan reda, gue lagi nepatin omongan gue. Lo juga mau cepet-cepet pulang kan?" kata Dias.

"Yaudah." Jawab Luna setelah berpikir cukup lama, "Tapi langsung pulang ya gapake mampir-mampir." Lanjutnya.

"Siap Kanjeng!" kata Dias kelewat senang sampai dirinya tidak sadar tangannya menarik tangan Luna untuk mulai berjalan.

Berjalan menuju parkiran, atau

Berjalan menuju level kedekatan yang lain?

"Lun jadinya belok kanan apa kiri sih?" tanya Dias setelah mereka memasuki komplek perumahan Luna.

"Eh berenti disini aja deh!" seru Luna tiba-tiba membuat Dias reflek ngerem mendadak.

"Kenapa?"

"Gue ga pengen lo tau rumah gue."

Dia menatap Luna tidak percaya, jarak mereka mungkin tinggal beberapa meter lagi hingga tiba di depan rumah Luna dan Dias tidak percaya Luna masih sempat merubah pikirannya saat ini.

"Ya ampun gue ga bakal neror lo." kata Dias frustasi.

"Gue kan ga maksa lo buat kaya gini kalo ini bikin lo frustasi."

"Gue frustasi karena lo gapercaya sama gue."

"Kenapa sih lo? Gue aja baru kenal lo kemaren. Lo tuh daritadi kaya maksain sesuatu yang gue gatau ujungnya apa."

"Yaudah gue minta maaf, gue juga bingung Lun gue kaya freak out daritadi jadi gue aneh banget." Kata Dias.

"Kenapa? Kan cuma ada gue."

"Ya justru karena cuma ada lo."

"Lama-lama lo ngomongnya makin ngawur deh udah jalan lagi aja itu 3 rumah lagi."

"Yaelah ini orang mau tadi lo minta gue turunin disini juga gue tetep bakal tau rumah lo kalo tinggal 3 rumah lagi."

"Ya biarin kenapa sih."

"Iyaiya maaf ya kanjeng!!"

"IH DIAS JANGAN KAYA GITU!" teriak Luna.

"Kaya gitu apa?" tanya Dias sambil menengok.

"Jangan manggil kanjeng!!"

"Trus apa? Ibu Negara?" tanya Dias.

"Ko ibu Negara sih?" Luna malah balik bertanya.

"Soalnya ibu Negara penting."

Luna hanya diam sambil melihat ke arah Dias, entah kenapa disaat Dias menggodanya dengan kata-kata aneh seperti tadi selalu membuat Luna kehilangan suaranya, "Udah ah ngaco, gue turun aja." Kata Luna.

"Ya turun lah kan udah sampe." Kata Dias sambil tertawa, menyadari Luna yang sedang salah tingkah.

"Ya ini makanya mau turun!!"

"Iyaaaa ibu Negara."

Luna hanya mendengus pelan sambil berjalan menuju rumahnya.

"Sama-sama ya Ibu Negara." Kata Dias.

"Dias!!" teriak Luna sambil menengok dengan wajah kesal yang membuat Dias tidak bisa menahan tawa.

Ephemeral.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang