VII - Nadi

67 8 0
                                    

Kalau Luna bisa menolak untuk menghadiri sesuatu, hal yang paling pertama akan Luna tolak adalah menghadiri realita hidupnya. Yang akan lebih Luna tolak lagi, kalau gaada Dias disana. Dias, Dias, Dias mulu! Luna juga capek inget Dias mulu! Luna juga capek ngurusin hidupnya yang terus bergelung di masalah percintaannya kaya gini, kaya ngga ada masalah lain aja.

Tapi yang lebih Luna yakin, masalah yang lain bakal selesai kalo masalah dengan Dias selesai. At least Luna ga akan ngerasa seberat ini. Toh masalah yang lain juga ada karena Luna yang makin ga fokus dan gampang kesel kalo udah keinget Dias, kaya sekarang, dan kemaren, dan kemarennya lagi, kemarennya juga, emang kapan sih Luna ngga inget Dias?

Huh.

Luna sekarang sedang menatap lapangan sekolahnya, entahlah, lebih kepada ia ingin dan tidak ingin menemukan Dias disana seperti hari-hari sebelumnya saat mereka masih baik-baik saja.

Sudah berapa bulan sih? 2? 3? Dias emang master deh ngejauhin Luna!

Luna tau menemukan Dias bukanlah hal yang sulit, sama seperti 6 bulan lalu, di lapangan yang sama.

Hari itu adalah classmeet tahunan sekolahnya, ga berefek apa-apa sih buat Luna sampai tiba-tiba ada sebuah notifikasi LINE yang masuk ke handphone-nya.

Dias🐛: Luna! Nonton Dias main futsal yaah, gaboleh engga!😚

Luna tertawa membacanya, gamau ah!

Laluna Diandra: gamau ah

Ngga lama setelah Luna mengirim pesan itu, ada suara desahan kecewa dari orang di sebelahnya.

"Kok gamau?!" Pekik Dias mengagetkan Luna, sejak kapan Dias disitu? Kei kemana?

"Ish ngagetin aja!" Seru Luna sambil memukul lengan Dias, "Kei mana?" Tanyanya masih dengan intonasi yang sama.

"Abis mukul-mukul yang dicariin kok Kei sih?"

"Bodo! Males sama lu." Kata Luna berlalu.

"Ih! Jangan pergi! Nonton ya nonton dong, ga liat apa nih jersey-ku udah 'NADI'" kata Dias sambil menunjukkan bagian belakang jersey futsalnya.

"Nadi?" Tanya Luna.

"Luna-Dias." Kata Dias sambil nyengir tidak bersalah.

Luna tertawa, selalu saja, "Apaansih! Bilang aja nama cewenya emang Nadi." Kata Luna.

"Ya ampun, apa perlu nanti aku teriakin Luna di lapangan? Padahal ada maksud terselubung juga, biar kita beneran sedekat nadi."

"Eh jangan! Norak banget sih!" Kata Luna.

Luna tidak habis pikir jika Dias melakukan itu, meneriakinya dari lapangan. Bisa-bisa setelah hari ini keberadaan Luna sudah tidak aman lagi. Didn't i told you before kalau Dias bukan termasuk yang biasa-biasa aja disini? He's just somehow become one of the most wanted guy in here, ga somehow sih, ya emang dia keren.

Dias some kind of guy you think you can reach, but you actually can't. Dia asik sama semuanya, friendly ke semuanya dan hal itu yang sempet ngebuat Luna berpikir kalau ya Luna cuma termasuk mereka-mereka yang di-friendly-in sebagai temen sama Dias, ga lebih.

"Gue emang baik ke semuanya sih Lun, tapi gue engga manggilin semua cewe dari luar kelas mereka bahkan sebelum kita resmi kenalan. Cuma ke lo kok. That's how you know you're more than other girls for me." Kata Dias waktu itu.

"Lun! Kok emoji di display name LINE gue ulet sih?" Tanya Dias sambil menscroll hp Luna.

"Soalnya lo gatel sih, siniin hp gue." Kata Luna sambil berusaha meraih handphone-nya, yang tentunya tidak berhasil.

"Nonton gue ya, please, sekali aja liat gue." Kata Dias.

Yang Dias tidak tau, Luna selalu melihatnya.

"Iya iya bawel, udah sana tuh kelas lo udah pada di lapangan." Kata Luna sambil menerima handphonenya dari Dias.

Dias tersenyum senang dan segera berlari ke lapangan, membuat Luna menatap punggung laki-laki itu yang bertuliskan 'NADI' disana. Apakah Dias benar-benar mau mereka sedekat nadi? Pikir Luna sambil berjalan ke sisi lapangan bersama Kei yang sudah kembali dari mana tau.

Luna dan Kei bisa dibilang mendapatkan spot yang cukup enak buat nonton ke lapangan dari lantai 1 tanpa kehalangan apa-apa. Luna juga jauh dari teriakan perempuan-perempuan seangakatannya yang dari tadi neriakin El atau Dias atau anak-anak ganteng lainnya yang lagi main futsal sekarang.

"Kok nama jersey nya Dias 'NADI' sih Lun?" Tanya Kei sambil mengambil kentang goreng di tangan Luna.

"Gatau, sok-sok IPA banget." Kata Luna berbohong, ya masa dia mau bilang 'itu artinya Luna-Dias kei' duh, bisa-bisa dia dibully abis-abisan sama Kei!

"Gaje banget emang Dias." Kata Kei, "Kenapa ya El jadi mendadak ganteng gini." Lanjut Kei.

"Hah?" Luna bertanya karena tidak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya.

"Ah males gaada pengulangan." Jawab Kei.

"Kata lo El ganteng?"

"Ga, ga!"

"Gue kira lo ga suka sama cowo Kei."

"Gue gabilang gue suka sama El elah!" Kata Kei.

"Gue juga ga bilang lo suka sama El." Kata Luna sambil menggoda seorang Keira Tsamara.

"Udah brisik ah lo! Nontonin Dias aja tuh daritadi udah senyam-senyum mulu kesini."

Yang terjadi adalah Luna langsung menurut, melihat ke lapangan dan mendapati Dias yang sudah sadar sedari tadi di spot mana Luna berada. Dias tersenyum sambil terus menggiring bola yang tak lama menghasilkan point untuk tim kelas nya.

Dias mengucapkan sesuatu yang Luna dapati seperti 'gue teriakin lo ya', namun tidak dapat Luna pahami maksudnya apa sampai kemudian Dias menghampiri mc classmeet dan mengucapkan sesuatu di microphone seperti,

"LALUNA DIANDRA, ITU BUAT LO YA!"

Aduh.

Norak.

Mati gue.

Luna bersumpah ingin segera menyeret Dias dari lapangan saat itu juga. Ingin membuang mukanya jauh-jauh yang kini sudah memerah entah separah apa karena beberapa orang yang mengetahui Luna sekarang sedang melihatnya dengan tatapan yang tidak bisa Luna artikan, dan beberapa lagi berbisik-bisik ingin mengetahui siapa seorang Laluna Diandra yang Dias maksud.

"HAHHAAH ANJEEENGG si Dias ya emang bener-bener, bener-bener gapunya urat malu!" Kata Kei puas tertawa. "Aduh ga ngerti lagi deh gue gimana bisa orang kaya dia tiba-tiba mengetahui keberadaan lo yang sependiem ini." Lanjutnya.

Luna masih diam, aduh malu-maluin banget sih dasar Dias norak!

Dan saat itu, yang Luna tau juga bahwa hidup seorang Laluna Diandra yang pendiam dan tidak kenal banyak orang, mulai berubah.

Luna tertawa getir mengingat hari itu, seperti semua masa lalu tentang Dias kembali menimpanya di lorong yang sepi tempat ia berdiri sekarang ini. Bahkan sebelum sejauh matahari, Luna tidak yakin bahwa dirinya pernah benar-benar sedekat nadi dengan Dias.

Rasanya Dias hanya seperti fatamorgana. Terlihat, namun tidak pernah benar-benar ada.

Ephemeral.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang