IX - Ma(th)d in love.

32 2 0
                                    

Hari itu Luna dan Dias duduk di salah satu meja di perpustakaan sekolah mereka. Alasannya tak lain karena Dias memang ingin banyak menghabiskan waktu dengan Luna, lagipula minggu depan Ujian Tengah Semester kok. Jadi ini bukan modus namanya! Ini belajar! Walaupun pake modus dikit.

Dan Luna pun mengiyakan.

Terlebih, Luna juga menikmati memperhatikan wajah frustasi Dias ketika soal-soal matematika wajib yang membuat laki-laki itu mumet sering kali menghampiri otaknya yang sudah terkontaminasi micin, itu kata Dias lho!

"Seriously? Emang ini bakal berguna banget apa di hidup gue nantinya?" Kata Dias sambil mengacak-acak rambutnya untuk kesekian kali.

Luna tertawa, tangannya terasa gatal ingin merapikan rambut coklat tua laki-laki di depannya ini yang entah berbentuk apa saat ini.

"Who knows? Kali aja lo perlu ajarin anak lo nanti tentang ginian." Kata Luna sambil menarik buku tulis Dias.

"Nope." Kata Dias sambil mengangkat kedua tangannya, "Lagian kan kamu pinter ya dia belajar sama kamu aja."

"Kan anak lo." Jawab Luna enteng sambil memutar matanya karena Dias menggunakan kata "aku" yang berarti dia sedang menggodanya.

"Loh emang bukan anak kamu?"

"Loh emang gue bilang gue mau nikah sama lo?"

"Loh emang aku bilang aku nikahnya sama kamu?"

"Loh masa anak gue tapi lo nikahnya ga sama gue?"

"Loh aku kan ga bilang itu anak kamu."

"IHHH!" kata Luna sambil menjitak kepala Dias membuat Dias mengaduh.

"Duh Lun kalo jitak pake sayang dong, sakit tau." Kata Dias sambil mengusap-usap kepalanya.

"Berisik."

"Emangnya gamau nikahnya sama aku?" Tanya Dias.

"Bawel."

"I promise I will take care of you for the rest of your life, masih ngga mau?"

Luna hanya diam, takut kalau dia menjawab dirinya malah jadi salah tingkah.

"Gausah blushing kalik, baru nanya belom ngelamar." Kata Dias sambil memusukkan jarinya ke pipi Luna yang bersemu.

"IHHHH--"

"JANGANNN JANGANNN DI JITAK LAGI SAKITT." Kata Dias sambil berusaha melepaskan tangan Luna dari kepalanya.

Dan yang tak disangka, Luna malah merapikan rambut Dias yang semula berantakan.

Dias terdiam, kehabisakan kata-kata ketika memperhatikan wajah Luna saat merapikan rambutnya dengan jarak sedekat ini. Ia tidak mengerti bagaimana Luna dapat tampak setenang itu ketika di lain sisi Dias berusaha keras untuk tidak memeluk Luna di perpustakaan yang lumayan ramai ini. Bisa-bisa sehabis itu dirinya direkrut jadi pemain sinetron. Hancur sudah dunia persilatan.

Luna agak kaget mendapati tangannya yang tengah merapikan rambut Dias sambil sesekali memainkannya. Aduh, sinetron abis sih lu!!!

Tuk.

Luna menghentikan aktivitasnya ketika mendapati telunjuk Dias yang menempel dengan pipi kanan Luna.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ephemeral.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang