THIRD

555 160 24
                                    

Rio merebahkan dirinya diatas kasur, hatinya seakan terbakar melihat kakaknya tertawa dengan orang lain. Namun ia tidak tahu, apa salahnya jika kakaknya bahagia dengan orang lain? Lalu kenapa ia merasa ingin segera melenyapkan orang tersebut dari muka bumi?

Rio menghembuskan napasnya kasar. Lalu ia mendudukkan tubuhnya. "Huh! Gue kenapa sihhh!" Ucap Rio pada dirinya sendiri sembari mengacak rambutnya.

"Mending gue ke rumah alvin aja kali ya" pikirnya. Rio memiliki pikiran untuk ke rumah Alvin-- satu-satunya sahabat yang ia miliki, namun Alvin tidak pernah pergi ke kantin bersama Rio karena Alvin tidak suka keramaian dan ia lebih memilih membaca buku dikelasnya.

Rio mengambil jaket didalam lemari, lalu memakainya. Kemudian tangan kanannya mengambil kunci sepeda motornya yang berada di atas meja. Setelah itu ia berjalan keluar kamarnya menuju ke garasi, namun ketika berada di ruang tengah Rio mendapati Ify sedang menatapnya.

"Mau kemana Yo?" Tanya Ify. Sebelum menjawab mata Rio melirik ke arah ruang tamu dan tidak ada orang disana. Mungkin udah pulang, pikir Rio. Entah hatinya sedikit lega ketika melihat Gabriel tidak lagi dirumahnya bersama kakaknya.

"Mau ke rumah Alvin Kak"

"Jangan lama-lama ya Yo" pesan Ify. Rio mengangguk sembari berkata "Iya kak." Setelah itu Rio langsung menuju garasi dan menaiki motornya kemudian ia pun menjalankan motornya menuju rumah Alvin.
***
Rio berjalan menuju halaman belakang rumah Alvin setelah seorang wanita paruh baya yang ia ketahui sebagai pembantu Alvin menyuruhnya ke halaman belakang.
Pandangan mata Rio menyapu luasnya halaman yang ditumbuhi beberapa pepohonan dan tak lupa sebuah kolam. Diujung kanan halaman terdapat sebuah ring basket.

Rio mendapati Alvin tengah duduk dengan membaca komik kedua kakinya dibiarkan terendam pada air kolam. Tangan kanan Rio terulur untuk menepuk pundak Alvin. Alvin langsung menoleh menatap Rio.

"Vin, lo nggak pengen keluar rumah?" Tanya Rio sembari mendudukkan tubuhnya disamping Alvin, tanpa menceburkan kakinya pada kolam.

Kening Alvin berkerut sejenak. "Enggak." Jawabnya singkat. Kemudian Alvin kembali pada kegiatannya sebelumnya, membaca komik.
Rio menghembuskan napasnya. Lalu ia bangkit dan berjalan menuju pojok kanan halaman belakang rumah Alvin. Diambilnya bola basket yang tergeletak dibawah pohon. Lalu ia mendribble bola berwarna oranye itu, Rio berlari seakan-akan ada lawan didepannya. Setelah itu Rio melakukan shoot, dan bola bundar itu berhasil masuk ke dalam ring.
Rio mengambil kembali bola itu dan memantulkannya. "Vin, gue pengen cerita" ucapnya disela-sela permainannya.

"Ya udah cerita aja." Jawab Alvin tanpa mengalihkan pandangannya dari komik yang dipegangnya.

"Gue nggak ngerti sama diri gue sendiri, kenapa kadang gue tiba-tiba ngerasa kesel terus tiba-tiba seneng. Perasaan gue nggak menentu" ujar Rio tangannya mendribble bola basket. Dengan sekali gerakan Rio langsung menshoot bola itu melampiaskan kekesalannya tadi. Namun bola bundar berwarna oranye itu tidak masuk ke dalam ring.

"Jantung gue rasanya berdetak lebih cepat." Alvin mengerutkan keningnya sejenak lalu ia menghentikan kegiatan membacanya. Alvin menatap Rio.

"Lo sedang jatuh cinta"

"Hah?" langkah Rio terhenti ketika ia ingin mengambil bola basket. Rio membalikkan tubuhnya, menatap Alvin. "Mak-maksud lo, gue jatuh cinta?" Tanya Rio, namun Alvin hanya berdehem untuk menjawab pertanyaan Rio karena ia kembali membaca komiknya.

"Ish.. Alvin, maksud lo gue jatuh cinta gitu? Sama siapa?" Kesal Rio karena tidak puas dengan jawaban Alvin.

Alvin menatap Rio malas. "Jangan tanya gue, yang ngerasain itu elo" ucap Alvin membuat Rio berdecak. Susah memang curhat dengan orang yang cuek, pikirnya.

"Tau ah, mending gue pulang"

"Jangan lupa, kerjain tugas dari Pak Eko" ucap Alvin ketika Rio baru saja melangkahkan kakinya untuk pulang. Rio menatap Alvin malas.

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang