NINETH

324 37 18
                                    

Acha berdiri dari kursi berwarna putih itu, gadis itu berjalan ke arah lemari yang berada di sudut ruangan. Tangannya terulur membuka lemari itu dan menaruh kotak P3K yang dibawanya, lalu menutup kembali lemari.

Acha melangkahkan kakinya menuju Rio yang kini tengah duduk di ranjang UKS, Acha baru saja mengobati pipi Rio yang lebam terkena pukulan Gabriel tadi.

Gadis itu menarik kursi yang didudukinya tadi lebih dekat kearah Rio, kemudian ia mendaratkan tubuhnya diatas kursi bercat putih itu.

Hening.

Sesaat keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Rio dengan rasa yang merupakan gabungan dari rasa khawatir dan rasa bersalah yang baru saja muncul. Sedangkan Acha dengan perasaan, –entahlah. Bahkan Acha sendiri tidak tau apa yang tengah dirasakannya kini.

"Rio, kamu mau aku beliin minum nggak? " ucap Acha pada akhirnya,  gadis itu tampaknya ingin menyudahi keheningan yang terjadi.

Rio tersadar dari lamunannya. Kemudian menatap Acha yang ada di depannya. "Enggak usah,  Cha. "

"Beneran?"

"Iya." jawab Rio singkat. Pikiran Rio berkecamuk, semua yang terjadi seakam menamparnya keras-keras. Hingga membuatnya tersadar jika apa yang telah dilakukannya ini salah.

***
Bel pulang  berbunyi sekitar lima menit yang lalu, Rio segera keluar dari kelasnya. Tadi pemuda memilih kembali ke kelas tidak lama setelah Acha mengobati lukanya, dan sedikit membuatnya berdebat dengan Acha yang menyuruhnya untuk tetap di UKS.

Rio melangkahkan kakinya menuju kelas yang sangat dihafalnya. Kelas Acha–atau juga bisa disebut kelas kakaknya.

Setelah sampai Rio memasuki ruang yang kini terdapat beberapa siswa yang bersiap untuk pulang. Pemuda berkulit sawo matang itu berjalan menunju Acha yang saat ini tengah merapikan bukunya.

Sambil menunggu Acha, Rio mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. Hingga pandangannya mengarah pada Gabriel yang kini juga menatapnya.

Gabriel tampaknya berbicara sesuatu dengan Sivia yang ada di depannya, kemudian membuat Sivia menatap Rio sesaat. Setelah itu Sivia pamit dan akhirnya menginggalkan ruang kelas.

Gabriel menyampirkan tas ranselnya di bahu sebelah kanan. Kemudian berjalan menghampiri Rio.

"Gue perlu ngomong sama lo." ujar Gabriel ketika telah berada di hadapan Rio. "Cuma berdua," Gabriel melirik Acha yang saat ini tengah menatap Gabriel was-was.

Rio yang mengerti pun akhirnya bersuara, "Kamu duluan ke parkiran ya, nanti aku nyusul."

Dengan berat hati Acha mengangguk, walaupun sebenarnya gadis itu khawatir apabila hal seperti tadi bisa saja terjadi.

"Aku duluan ya." pamitnya, setelah mendapat anggukan dari Rio. Acha pun pergi keluar kelas.

"Gue rasa lo masih peduli sama Ify. Dan gue harap lo jenguk dia sekarang,–" Gabriel memberi jeda pada ucapannya. "Gue nggak maksa lo, gue cuma pengen kesadaran lo sebagai adik yang baik." pemuda itu memberi penekanan pada tiga kata terakhir.

Setelah selesai berucap, Gabriel berbalik dan berjalan keluar kelas. Namun langkahnya terhenti kemudian menoleh menatap Rio yang ada di belakangnya. "Kalo lo mau jenguk Ify, usahain jangan bawa Acha ke sana."

Gabriel melanjutkan langkahnya, meninggalkan Rio yang kini terdiam.

***
Rio melangkahkan kakinya menuju parkiran, kali ini pemuda itu dilanda kebingungan. Rio ingin sekali menemui Ify, tetapi bagaimana dengan Acha? Gabriel bilang jika menjenguk ify, ia tidak boleh mengajak Acha. Lalu bagaimana dengan gadis itu nanti?

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang