TENTH

460 30 2
                                    

Yang udah lupa alurnya, baca part sebelumnya ya. Entah ini update terakhir zaman apa😅

***
"Kak Ify kenapa? Kenapa bisa sakit sih kak?" Tanya Rio dengan rasa khawatir. Gabriel menatap Rio dengan menahan emosinya. Bagaimana bisa Rio berkata semudah itu? Tanpa tau bahwa penyebab semuanya adalah dirinya sendiri.

Ify tersenyum meskipun wajahnya masih terlihat pucat. "Aku enggak apa-apa kok Rio.." ujar Ify yang jelas sepenuhnya bohong. Keadaan hatinya tak tergambarkan lagi, melebihi sakit yang saat ini dirasakannya.

"Ify lo kenapa sih. Sivia sama temen-temen yang lain pada nyariin lo. " ucap Acha kawathir. Ify menoleh menatap Acha sembari menyunggingkan senyumnya.

"Gue enggak apa-apa kok Cha. Besok juga gue masuk. Pada kangen ya sama gue? Hehehe," Gabriel menatap Ify iba. Bahkan Ify masih bisa memasang senyum palsu nya  walaupun hatinya terasa sangat sakit. Dan Gabriel mengetahui akan hal itu.

Gabriel melirik nampan yang berisi makanan serta susu yang masih utuh berada diatas nakas. Nampaknya Ify sama sekali belum menyentuhnya. "Fy lo belum makan? "

"Ify lo harus makan. Lo belum makan sama sekali. Gue enggak mau lo makin sakit Fy. Kenapa lo bandel sih,"

Ify menatap Gabriel yang begitu perhatian kepadanya. "Maaf Yel, gue enggak pingin makan. Gue masih kenyang.."

"Kenyang dari mana nya? Udah gue suapin ya lo enggak boleh nolak. " Gabriel mengambil piring yang berada diatas nampan tersebut.

"Tapi Yel—"

"Fy jangan gitu. Lo harus makan,  biar cepet sembuh," sahut Acha yang kemudian disetujui oleh Rio.

"Kak Ify makan ya, jangan bikin orang-orang yang sayang sama kakak khawatir." Ify merasa miris, hatinya teriris. Apakah Rio juga khawatir padanya? Jika iya berarti Rio menyayanginya. Tapi bukankah itu hal yang wajar dalam artian rasa sayang layaknya adik dan kakak.

Kenapa Ify terjebak dalam hal sesulit ini? Sebisa mungkin gadis itu menelan kenyataan pahit yang menimpanya.

Ify membuka mulutnya, menerima makanan yang Gabriel berikan. Lalu mengunyahnya pelan, hambar. Tapi semakin lama mengapa rasanya pahit?

"Gimana pun rasanya entah itu pahit, asin ataupun hambar. Lo harus tetep makan Fy, biar perut lo keisi. Seperti hidup Fy, bagaimana pun yang terjadi. Lo harus tetep jalani bukan? Enggak mungkin kan lo nyerah gitu aja." Nasihat Gabriel panjang lebar sembari menyuapkan makanan yang tidak terasa perlahan habis.

Ify mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Gabriel. Memang benar yang dikatakan cowok itu. Hanya karena hal seperti ini kenapa dirinya begitu lemah?
Ify menertawakan dirinya sendiri.

Gadis itu menatap Gabriel yang begitu peduli padanya. Hati Ify terasa hangat,  senyuman tulus Ify terbit dibibir pucatnya. Dan saat itu juga Ify yakin bahwa kehadiran Gabriel akan membantunya menghapus perasaan yang salah itu. Menghunus cinta yang tak seharusnya ada.

Dan mulai detik ini juga. Ify berusaha melupakan Rio. Adiknya sendiri.

***
Malam itu Ify tampak lebih segar, gadis itu berniat untuk pulang kerumahnya. Lagi pula ia merasa tidak enak kepada orang tua Gabriel yang harus repot-repot mengurusnya. Bahkan Ify tidak tahu bagaimana harus mengucapkan terimakasih pada Gabriel dan keluarganya. Karena kata terimakasih saja sepertinya tidak cukup.

"Jadi pulang hari ini Fy? Kenapa enggak besok aja sih sekalian pas pulang sekolah gue anter. Lagi pula seragam lo kan disini, jadi besok bisa bareng gue pas sekolah. " Tanya Gabriel pada Ify yang sedang berada di balkon kamar Gabriel. Selama Ify menginap disini, Gabriel terpaksa harus tidur di sofa ruang tengah. Ify jadi merasa semakin tidak enak kepada Gabriel.

"Emm— enggak deh Yel, gue pulang hari ini aja ya. Gue bener-bener enggak enak sama lo."

"Enggak enak gimana? Biasa aja kali Fy, lagian Mama gue juga seneng ada lo disini. " ucap Gabriel tulus, entah kenapa cowok itu begitu ingin menjaga Ify. Ingin selalu memastikan bahwa gadisnya baik-baik saja.  Gadisnya? Ah Gabriel tampaknya sudah mengklaim bahwa Ify adalah gadisnya. Entah itu kapan Gabriel pasti akan mengungkapkan perasaan. Semoga saja.

"Kak Ify, disini aja dulu. Temenin Zeva." ujar  adik Gabriel yang masih berumur 4 tahun itu. Zeva mendekat kearah Ify, membuat Ify mensejajarkan tubuhnya.

Ify tersenyum menatap Zeva, tangan kanannya mengusap rambut gadis kecil itu. "Zeva, Kak Ify harus pulang. Besok kakak kan harus sekolah. "

"Tapi Zeva mau main sama Kak Ify.. "

"Besok kalo sempet, Kak Ify bakal kesini lagi. Kita beli Es Krim sama-sama. Zeva,  Kak Iyel dan Kak Ify. Zeva mau kan?" ucap Ify sembari menoel hidung Zeva lalu mencubit pipi chubby gadis kecil itu.

Mendengar hal itu mata Zeva berbinar lucu. "Beneran Kak? Mauuuu!!" Zeva tertawa bahagia, Gabriel yang melihatnya hanya menggelengkan kepala sembari tersenyum melihat tingkah adiknya.

"Tapi sekarang Kak Ify harus pulang dulu, "

"Yaudah deh, Kak Ify kalo pulang hati-hati. Besok jangan sampe lupa ya Kak! Zeva tunggu loh, hehehe"

"Siap laksanakan, " Ify tersenyum seraya mengangkat tangan kanannya dan menempelkan jarinya pada pelipis.

"Gue anter ya Fy?"

"Enggak usah deh Yel, gue bisa minta jemput Rio kok. " Ify mencoba menolak permintaan Gabriel. Bukan maksud apa-apa, Ify hanya merasa tidak enak dengan Gabriel yang begitu baik padanya.

"Gue anter aja, dari pada Rio ribet kesini kan. Udah Fy enggak perlu sungkan, gue santai-santai aja kok. Lagi pula gue juga seneng bisa mastiin kalo lo baik-baik aja sama gue." ujar Gabriel tanpa syarat, Ify menatap tepat ke manik mata Gabriel. Ada ketulusan disana, ya Ify dapat melihatnya.

Tak ingin membuat Gabriel kecewa, akhirnya Ify menerima permintaan Gabriel. "Beneran enggak apa-apa Yel?"

"Enggak apa-apa lah, yaudah lo ke bawah Mama didapur mungkin Fy, lo pamit gih. Gue ambil jaket dulu, " Mendengar ucapan Gabriel, Ify mengangguk lantas melangkah kan kakinya seraya mengajak Zeva.

Setelah berpamitan kepada Mama Gabriel, Ify pun melangkah kan kakinya keluar rumah megah ini. Tampaknya Gabriel sudah siap, cowok itu tengah duduk diatas sepedanya. Ketika Ify telah berada disamping Gabriel, cowok itu menyodorkan helm pada Ify. Gadis itu mengerutkan kening menatap helm bogo bergambar minion. 

Seolah mengerti apa yang ada dipikiran Ify,  Gabriel pun bersuara. "Pakai Fy, itu helm sepupu gue. Jarang dipake sih jadi maaf kalo agak berdebu," Cowok itu menunjukkan cengiran kudanya.

"Enggak apa-apa Yel, bersih kok ini." ujar Ify sembari memasang pelindung kepala itu. Namun tampaknya gadis itu kesulitan untuk menyatukan pengait yang terdapat pada helm tersebut. Gabriel mendekat kearah Ify,  tangannya terulur untuk meraih pengait itu. Agak sulit karena tampaknya alat tersebut sedikit lecet. Gabriel berusaha menutupi detak jantungnya yang tak normal, cowok itu takut Ify mendengarnya. Berdekatan dengan gadis itu membuat Gabriel kehilangan akalnya, dunia seolah berhenti untuk beberapa saat.

Sedangkan tangan Ify bergetar rasanya panas dingin, hembusan napas Gabriel terasa tepat di wajahnya. Pasalnya jarak mereka sangat dekat, kira-kira 7cm lagi wajah Gabriel mungkin akan bersentuhan dengan wajah Ify.

Mata Ify tepat menatap kearah manik mata Gabriel. Detik berikutnya gadis itu seolah terhanyut dalam dunia Gabriel, mata teduh itu seakan menghipnotisnya. Entah pertanda apakah ini. Ify berharap ini pertanda baik.

Pertanda rasa cintanya pada Rio telah sirna, dan berlabuh pada hati Gabriel. Semoga saja.

***
1122 words, alhamdulillah..
Mungkin banyak yg lupa sama cerita ini, tapi gpp lah. Makasih banyak buat yg masih dan selalu nunggu cerita ini dilanjut(?)

Dannn jangan lupa vote, komen, dan share yaa manteman.. Biar semangat nulisnya😅

Jadi kamu team apa?
#TeamIfyRio
#TeamIfyGabriel
Atau #TeamApdetCepat 😅

Arigatou
17052018

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang