EIGHTH

738 77 14
                                    

Gabriel berlari dengan tangan kanannya memegang gagang payung. Hujan belum reda namun hal itu tak membuat ia menyerah mencari gadis yang namanya telah terpatri di hatinya. Pandangan matanya menyapu seluruh tempat, rasa khawatir menelusup ke dalam hatinya. Sungguh ia tak pernah merasa se-khawatir ini pada seorang gadis.

Langkah Gabriel tiba-tiba terhenti ketika kedua matanya menangkap seorang gadis yang tengah duduk dibawah pohon dengan memeluk lutut dan menangkupkan wajahnya di atas lipatan tangannya. Gabriel seratus persen yakin, bahwa gadis itu adalah sosok yang dicarinya.

Dengan kesadarannya Gabriel berteriak, "Ify!!!" Suara teriakan itu memecah derasnya hujan. Dengan langkah yang pasti, Gabriel berjalan mendekat.

Ify mendongak, kedua matanya sembab dengan air mata yang masih mengalir di pipi putihnya. Gabriel menghampirinya dan langsung memeluk tubuh gadis itu yang basah. Persetan dengan tubuhnya yang juga ikut basah.

"Gabriel..." ucap Ify lirih. Kini gadis itu menyandarkan tubuhnya pada bahu Gabriel dan menangis disana.

"Sshhh, keluarin semua airmata lo. Setelah itu janji sama gue buat nggak nangis lagi." Gabriel mengusap rambut Ify, mencoba memberikan ketenangan pada gadis yang mampu memporak-porandakan hatinya itu.

Dalam dekapan Gabriel, Ify mengangguk kecil untuk menjawab perkataan Gabriel.

Gabriel terus mengusap rambut Ify, menenangkan gadis itu meskipun ia tak tahu apa yang membuat Ify seperti ini. Dan Gabriel mengerti bahwa bukannya Ify tidak mau menceritakan masalahnya kepada Gabriel, karena Gabriel yakin bahwa gadis itu akan bercerita bukan sekarang tapi nanti.

Tiba-tiba Ify menegakkan tubuhnya, melepas pelukan Gabriel. Membuat Gabriel mengernyitkan keningnya.

"Yel, setelah ini lo bisa jauhin gue. Lo bisa benci gue, lo bisa berhenti deketin gue--"

Mendengar hal itu membuat Gabriel mengusap wajahnya gusar, apa ia memiliki kesalahan hingga tiba-tiba Ify memintanya menjauhinya.

"Gue nggak pernah akan ngelakuin hal itu Fy." ujar Gabriel tulus.

Ify menggeleng. "Lo boleh benci gue ."

"Fy! Lo kenapa sih? Apa gue punya salah sama lo? Apa gue bikin lo sakit hati?!" Gabriel sungguh tak tahan, ia tak ingin membenci gadis itu. Bahkan di pikirannya tak pernah terlintas untuk menjauhi gadis itu.

"Nggak Yel! Lo nggak salah. Yang salah itu gue. Lo nggak pernah tau--"

"Karna lo nggak pernah cerita Fy, gue bukan cenayang yang bisa baca semua pikiran lo bisa ngerasain yang lo rasain. Gue nggak sehebat itu Fy." Gabriel memotong ucapan Ify.

Keduanya terdiam sejenak. Membiarkan suara hujan mengisi kebisuan yang terjadi. Sebenarnya Ify tak sanggup menceritakan masalahnya kepada Gabriel tetapi Ify kembali berpikir tentang Gabriel yang selalu ada untuknya.

"Gue suka sama Rio, Yel." Ujar Ify tiba-tiba dengan suara yang nyaris tak terdengar bersamaan dengan airmatanya yang meluruh lagi.

Tubuh Gabriel menegang. Meski samar-samar, Gabriel mendengar sebuah kalimat yang terlontar dari bibir Ify. Kalimat itu bagaikan jarum yang menusuk hatinya, kecil namun sangat berpengaruh. Meninggalkan bekas luka.

Tanpa berkata-kata. Gabriel kembali merengkuh tubuh mungil Ify. Gabriel kembali memikirkan keadaan Ify, pasti gadis itu lebih sakit daripada rasa sakit di hati Gabriel. Hingga Gabriel mencoba sedikit melupakan rasa sakitnya.

"Nggak ada yang bisa lo salahin disini. Kalo lo cinta dia, memang itu salah. Tapi ini urusan hati, kita bisa apa?" Gabriel kembali mengusap rambut Ify yang masih menangis.

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang