[4] - Gardens of Mossen Cinto Verdaguer, Alex

143 13 6
                                    

Vanya langsung berlari terbirit-birit menuju ke El Foro, jantungnya saja sudah tak karuan bagaimana detaknya, bukan hanya karena larinya yang sangat cepat tapi perasaannya yang gugup, bagaimana nanti kalau Raymond sudah pergi, dan dia tertinggal di El Foro tanpa seorang pun yang dia kenal, mungkin dia akan menjadi gembel Barcelona yang cantik.

   Dia melihat ke kanan dan ke kiri saat mau menyebrang persimpangan jalan, dan langsing melewatinya saat melihat kendaraan lagi lengang. Berulang kali dia tak sengaja menyenggol orang di sekitarnya dan berulang kali dia mengatakan "sorry". Dan Vanya merasa sangat tidak enak saat itu, karena berbagai kalangan yang di senggolnya.

   Ibuk-ibuk, Bapak-Bapak, Adik-adik, kakak-kakak, bahkan ada yang nenek-nenek disenggolnya dan Vanya mendengar nenek itu mengumpat.

   Vanya akhirnya menemukan lambang El Foro dari sebrang jalan, dan langsung bergegas memasuki El Foro.

"Huh... Huh.. Hu–Nafasnya sudah tidak beraturan, tapi sekarang nafasnya merasa tercekat.

"Puas larinya?"

Raymond

Raymond duduk sambil menyesap kopi di atas mejanya, posisi duduknya sangat santai, matanya menatap Vanya redup, Vanya hanya bisa terdiam kali ini.

"Apa kau sudah selesai berlari mengelilingi Barcelona?" Vanya hanya mampu terdiam lagi dan lagi. Pertanyaan Raymond sangat telak menurutnya.

"Kakimu tidak patah?" Vanya menggeleng sebagai jawaban.

Raymond bangkit dari kursi dan berjalan mendekati Vanya. Vanya menelan salivanya gugup.

"Kau itu memang menyusahkan." Vanya menunduk saat mendengar Raymond berkata seperti itu, dia tak berani menatap matanya.

Raymond mendengus lalu berjalan ke arah kanan tanpa berniat mengajak Vanya. Vanya mengikuti Raymond dari belakang dan mencoba untuk meminta maaf.

"Ak-aku, minta maaf." katanya sambil berusaha tetap fokus pada jalannya. Raymond cuek, tidak mau berbalik badan, tapi cowok itu mendengarkan.

"Tolong jangan marah.." kata Vanya lagi memohon, sambil berjalan mengikuti Raymond. Raymond berhenti seketika dan langsung berbalik, menghadap Vanya.

"Apa kau sudah menemukan tempat tinggalmu?" tanyanya dengan nada kesal. Vanya merasa itu pertanyaan yang sangat menyedihkan. Dia dianggap seperti gembel yang menumpang.

"Sampai kapan kau tinggal di tempat ku?" tanya Raymond lagi, Vanya akhirnya memilih untuk menjawabnya. "Aku akan cari nanti tempat tinggalku, tapi izinkan aku untuk tinggal satu malam lagi, setelah itu aku keluar dari tempat mu."

Raymond berbalik badan lagi dan kembali berjalan setelah mendengar Vanya yang terdengar bulat, Raymond masih menebak-nebak, Vanya serius atau tidak? Karena dilihatnya saja gadis ini tidak punya pendirian yang tegak.

"Lengkap sudah Vanya, lengkap sudah, kau memang betul-betul di anggap gembel cantik yang menumpang di tempat pria ganteng yang sangat-sangat, sangat kasar."  Vanya hanya bisa merutuk dalam hatinya sambil berjalan.

Restart In ItalyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang